Mohon tunggu...
Adi Pujakesuma
Adi Pujakesuma Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

KEBENARAN HANYA MAMPU DILIHAT MELALUI MATA KEMATIAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Hari Pendidikan Nasional, Wujudkan Sekolah yang Rasional

3 Mei 2017   07:04 Diperbarui: 3 Mei 2017   08:26 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seberapa bijak Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap sistem sekolah gratis di Indonesia. Seiring ketimpangan-ketimpangan kebijakan sehingga larut dalam euphoria bongkar pasang kurikulum pendidikan maka niatan pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa hanya sebatas retorika.

Khalayak awam hanya tahu tanggal  2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional sebatas retorika nokturnal, selebihnya sama saja. Hardiknas 2017 ini mengangkat tema “percepat pendidikan yang merata dan berkualitas.”Nah setelah membaca tema Hari Pendidikan Nasional diatas tadi apakah percepatan pendidikan bisa terwujud secara merata dan berkualitas, dimana selam ini kita selalu mendapat suguhan berupa pemandangan sekolah masih ada atap bangunan yang roboh, belajar di kandang sapi, belajar di kandang kambing, tentu hal itu sangat bertolak belakang dengan misi tema Hari Pendidikan Nasional.

Untuk itu marilah renungi dan resapi bersama tema tersebut, kemudian aplikasikan secara nyata baik tingkat pusat  hingga perbatasan wilayah Indonesia. Cita-cita mulia Ki Hajar Dewantara begitu mulia dengan semangat ‘ing ngarso sung tolodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayai’ menjadi tiada arti. Bukan tanpa sebab, upaya penegakan hukum, khususnya korupsi, kolusi, nepotisme ditambah pungli, tampaknya sama sekali tidak memberikan efek jera. Dengan begitu dipastikan seluruh lapisan masyarakat tidak akan pernah mengenyam pendidikan yang terjangkau dan berkualitas. Pendidikan berkualitas yang tidak merata merupakan polemik berkepanjangan, maka ikhtiar kita ikut mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 tidak akan pernah terwujud.

Contoh kecil ketika saya berniat menyekolahkan anak laki-laki yang saat ini duduk dibangku SMP dan baru saja menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), untuk melanjutkan ke tingkat SMA di kampung halaman orang tua seketika urung. Pasalnya disana (Ngawi), kata orang tua masuk SMAN dikenai biaya tidak sedikit belum iuran SPP bulanan. Memang untuk level SMA Negeri ada yang membayar dan ada yang gratis. Sekolah swasta membayar sih wajar karena ‘Swastanisasi’diluar tanggungan Negara. “Uang masuknya saja sangat fantastis, belum iuran SPP bulanan,” imbuh orang tua. Saya terheran-heran atas kepemimpinan kepala daerahnya (Bupati Ngawi) yang memberlakukan biaya bagi Sekolah Negeri khususnya tingkat SMP. Padahal pemerintah pusat mewajibkan pendidikan graris minimal 9 tahun dan maksimal 12 tahun. Sangat disesalkan kebijakan pemegang kepentingan yang tidak memihak mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberlakukan biaya bagi sekolah negeri. Begitu irasionalnya biaya-baiaya yang harus “diperah” petani di Desa untuk mengenyam pendidikan di sekolah yang rasional.

Masyarakatnya sepertinya “takut” bersuara lantang menentang Kapitalisasi di desa (Kecamatan Ngawi), sebenarnya suara hati mereka menjerit, secara kasat mata kehidupan di desa rata-rata petani,  untuk hidup sehari-hari saja susah masih dibebani biaya sekolah begitu menggila. Andai ada LSM atau Forum Masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi tidak berkutik, atau justru ada “oknum” beking sang Kapital itu sendiri, akibatnya masyarakat pasrah dalam kekalutan. Hmm!, Urung dech niatan saya untuk menyekolahkan anak di Desa.

Fenomena ini benar-benar peringatan serius kepada kita semua bahwa pengungkapan kasus pungli, korupsi di dunia pendidikan tidak berjalan efektif. Pemberantasan pungli dan korupsi yang dilakukan para penegak hukum kita seakan hanya menjadi pemadam kebakaran, karena penegakan hukum yang dilakukan selama ini tidak membuat takut para koruptor, pungutan liar atas nama “ikhlas” terus melancarkan aksinya. Pungli dikalangan pendidikan semakin mengganas, liar akan tetapi terstruktur, masif dan sistematis.

Mewujudka spirit Hari Pendidikan Nasional dibutuhkan kekompakan berbagai pihak, para pemangku kepentingan. Partisipasi aktif Pemerintah, Lembaga Pendidikan, Forum masyarakat peduli pendidikan sehat, kalangan akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan komponen seutuhnya harus bersatu mewujudkan cita-citabangsa melalui pendidikan nasional. Oleh karenanya melalui tema, “percepat pendidikan yang merata dan berkualitas.”Seharusnya kita wujudkan dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, agar tidak ada lagi sekolah yang sengsara!

3 Mei 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun