Mohon tunggu...
Adi Pujakesuma
Adi Pujakesuma Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

KEBENARAN HANYA MAMPU DILIHAT MELALUI MATA KEMATIAN

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Admin Kompasiana Sasaran Kutukan Kompasianer "Rahmat Kartolo"

19 Maret 2017   09:55 Diperbarui: 20 Maret 2017   04:01 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 (sumber gambar: kompasiana.com)

Setelah membaca, menimbang, mengingat, mengandung unsur kutukan begitu mendalam terhadap Admin Kompasiana dengan ini saya menyetujui kompasianers atas nama Rahmat Kartolo, Kompasiana.com/-ramakar disuspend atau dibekukan seumur hidup. Mewakili Admin Kompasiana jika dibiarkan akan meraja lela menjadi benalu bagi eksistensi Kompasiana, kita ketahui bersama lahirnya kompasiana dibawah payung hukum kompas group.

Dengan dilandasi semangat menulis tanpa kebencian, hendaknya warga kompasiana biasa disebut kompasiners berpartisipasi aktif menggunakan kata-kata sesuai ejaan yang disempurnakan untuk sama-sama membesarkan Kompasiana sebagai rumah sehat, istana megah untuk sharing and connecting yang saat ini mendapat ujian dari beberapa akun bodong/kosong.

Selain bodong/kosong, melebihi perilaku binatang tanpa akal sehat mereka juga berani memaki pengelola portal kompasiana.com seperti yang dituliskan Rahmat Kartolo, berikut saya tuliskan kembali bunyi profil beliau mengandung unsur provokatif menyerang Admin Kompasiana, “ADMIN KOMPASIANA TOLOL, ADMIN KOMPASIANA BEGO, ADMIN KOMPASIANA IDIOT, ADMIN KOMPASIANA AUTIS, ADMIN KOMPASIANA BANCI, ADMIN KOMPASIANA ANJING, ADMIN KOMPASIANA BABI, ADMIN KOMPASIANA IBLIS, ADMIN KOMPASIANA SETAN.” Ngeri juga membaca kutukannya.

Makian diatas tidak untuk ditiru kompasianer lain, hanya orang gila yang menulis profil berisikan fitnah ini, anak kecil juga tahu bahwa itu hanya kebencian yang kebablasan, aspirasinya tidak memenuhi unsur empat sehat lima sempurna. Saya sepakat dan percaya dari lubuk hati yang paling dalam bahwa Admin Kompasiana pasti menyadari bahwa kualitas Kompasiana tidak turun popularitasnya dengan adanya nada-nada sumbang penuh kebencian dari kompasianer Rahmat Kartolo berstatus SUSPEND.

Ini dibuat lantaran tulisan saya dinilai tidak menarik oleh Kompasianer bernama Rahmat Kartolo dan ketika saya klik akun tersebut ternyata berstatus SUSPEND tentu saya sangat senang sekali dan berterimaksih kepada Admin Kompasiana. Kasus ini mengingatkan saya terhadap salah satu kompasiner (tidak usah dsebut identiasnya) dimana tulisan tersebut sempat malang melintang di google judulnya pelecehan perempuan oleh (nama samaran Bejo) artikel tersebut juga didasari rasa kebencian oleh sebuah alasan mendasar karena saya menilai tulisan Kompasianer tersebut, tidak terima atas penilaian tadi, maka ditulislah artikel penuh dendam dan benci. Berbulan-bulan sengaja membiarkan artikel tadi beredar didunia maya, dengan maksud siapa tahu tulisan tadi dihapus sang pemilik akun. Sekian lama saya buka artikel tadi masih ada, hilang juga kesabaranku dan saya melakukan kebodohan yang sama untuk membalas artikel fitnah serta mengada-ngada tersebut, usai artikel saya posting dan berhasil tayang, tidak memakan waktu lama artikel bernada provokatif tersebut dihapus agar tidak menuai polemik para netizen, lagi-lagi saya ucapkan terimakasih kepada Admin Kompasiana telah bekerja profesional, efektif menjaga nama baik Kompasiana sebagai satu-satunya media warga untuk mengekspresikan dan menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa unsur fitnah, benci bahkan SARA.

Surat terbuka ini saya buat didasari sebuah aspirasi motivasi menyuarakan kebenaran mendasar karena saya mencintai Kompasiana sebagai media corong untuk dan membongkar segala kebobrokan termasuk kebusukan dari Kompasianer Rahmat Kartolo. Saya sangat mencintai Kompasiana dengan segala hormat, kelemahan dan kelebihannya. Membuat tulisan bagus itu sulitnya minta ampun. Saya tidak mau ambil pusing sebuah tulisan yang diposting di kompasiana sedikit dibaca orang, asal tujuan dalam penulisan tersebut tayang sangat berterimakasih kepada para admin kompasiana.

Bayangkan jika kita capek-capek menulis lalu mencoba dikirim ke media selain kompasiana lantas tidak publih, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, sakit sekali rasanya. Memang tayangnya tulisan tayang dimedia lain maka kita akan mendapat upah dan itu wajar bagi mereka yang kualitas tulisannya bagus ditayangkan, tentu pertemanan juga sangat berpengaruh signifikan tayang tidaknya sebuah tulisan yang layak di baca orang, Walau begitu untuk menjadi viral di media sosial polesan kata-kata sensual sedikit  dramatisir keadaan harus tetap ada, guna memancing dibaca banyak orang dengan disertai bukti otentik berupa dokumentasi/foto agar tidak dicap pembual saja.

Dan saya turut berduka atas dibekukannya akun  Rahmat Kartolo lantaran lahir kalimat kebencian terhadap Admin Kompasiana, bukankah orang tua memberi nama Rahmat dengan maksud agar anaknya kelak mendapat keberkahan dari Tuhan, memiliki belas kasihan, maka apabila terlontar kata-kata konyol dari seorang Rahmat Kartolo hanya khilaf belaka, untuk menyesali apa yang sudah dilontarkannya tadi.

Kompasiana merupakan inspirasi untuk menjadikan alat perjuangan untuk melawan Korupsi dan segala keboborokan di negeri ini. Karena kuatnya inspirasi dari untuk menjadikan Kompasiana sebagai media whistle blower, maka konyol sekali ketika membaca profil Rahmat Kartolo bertuliskan nada kebencian, emosi, provokatif tanpa dasar.

Karenanya, saya sangat menyesal ketika mendapati nada konyol menyerang jajaran Admin Kompasiana, bukan berterimakasih lebih memilih memaki yang jelas-jelas telah membantu menayangkan tulisan kita tanpa dipungut bayaran sepeserpun, media cetak lain tulisan kita belum tentu sepenuhnya tayang. Jujur saja saat itu saya geleng-geleng kepala tidak habis fikir apa yang membuat kata-kata itu harus ada. Antara nama Rahmat Kartolo dan tindakan dalam menyikapi loyalitas Admin Kompasiana justru ditanggapi saling bertolak belakang, bagai “Nila setitik rusak susu sebelanga.”

Kompasiana dengan media online lain sangat berbeda, bedanya, pada media warga seperti Kompasiana, tanggung jawab ada pada penulisnya alias si (Kompasianer), kok malah menelikung dari dalam. Hadirnya Kompasiana, bertujuan bukan semata-mata memfitnah atasan atau kolega, tetapi mengungkap kebrobrokan sistem koruptif yang mengingkari keadilan.

Begitu tidak etis perang urat syaraf sesama kompasiner, karena jika dilakukannya dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dari pihak manapun, artinya kita saling membunuh sesama kompasianer. Sangat jelas ini bukan tradisi kompasiana “melindungi” pecundang, dengan menghapus akun tersebut. Dengan kata lain tega mengingkari hati nurani dan cita-citanya sendiri yang menginginkan Kompasiana menjadi media paling berpengaruh.

Jujur, tulisan saya juga beberapa kali dihapus, karena dari penilaian Admin melebihi porsi yang ditentukan Kompasiana, setidaknya penghapusan tersebut jangan dijadikan pelampiasan kemarahan, justru memperbaiki kekurangan dari tulisan tersebut, kompasiner juga tidak mendapat uang dari artikel tayang tersebut, jadi ya santai saja bung Rahmat. Apalagi tindakan menyudutkan Admin menjadikan kita “kerdil” yang lebih mengandalkan otot ketimbang otak.

Admin kompasiana juga manusia punya rasa punya hati jangan samakan dengan robot. Janganlah sengaja menciptakan perang terbuka sesama Kompasianer. Itu masalah internal kompasiana, biarlah diselesaikan dengan caranya sendiri. Jadi, jika Admin membekukan user tentu ada alasannya, mereka profesional bung Rahmat bukan memposisikan dirinya sebagai media paling berpengaruh terhadap kekonyolan seorang Rahmat. Saya bukan membela salah satu pihak, akan tetapi langkah Admin yang membekukan Kompasianer hak prerogatif mereka, jadi jangan marah atau benci.

Ketika suatu saat akun saya dibekukan oleh Admin Kompasiana tidak menjadi masalah besar, sebab dibalik pembekuan aktivitas tersebut tentu menyimpan makna bahwa telah menyalahi kode etik jurnalistik sehingga SUSPEND harus dilakukan agar tidak mencoreng kredibilitas Kompasiana dan Kompas Group.

Sebagai salah seorang Kompasianer yang begitu saya hanya ingin mengingatkan kembali kepada sesama kompasianer untuk tidak melakukan kekonyolan seperti sahabat kita Rahmat Kartolo, sebab tindakan pembekuan tidak hanya dialami Rahmat sendiri, Admin sudah melakukan pembekuan terhadap beberapa kompasiner sebut saja opa Axte99 yang benar-benar mengalami musibah yang sama. Sebagai kompasianer sejati seharusnya mampu bersikap dewasa, netral dan mengerti tentang visi dan misi Kompasiana. Bukannya Admin pilih kasih terhadap akun-akun “manja” yang memecah belah Kompasiana.

Demikian surat terbuka ini saya tulis dengan penuh kesadaran, dan prihatin melihat akun-akun yang dibekukan Admin Kompasiana, ini dilakukan agar komentar-komentar para kompasianer tidak kebablasan  untuk kembali ke jalan yang benar.

Semoga kasus Rahmat Kartolo di Kompasiana mampu menjadi pelajaran berharga bagi kompasianer, termasuk saya sendiri dan seluruh jajaran admin Kompasiana untuk selalu berpegang teguh pada rasionalitas dan hati nurani. Jika ada tutur kata, kosa kata dan tata bahasa yang tidak berkenan, mohon di ma’afkan yang sebesar-besarnya. Harapan saya, semoga kedepan kompasiana makin eksis, lebih lantang melebihi portal berita daring lain dalam hal amar ma’ruf nahi munkar. Salam Kompasianer

19 Maret 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun