Peringatan!!!!!!
Ma’af
Jangan baca torehan konyol ini
Sepanjang kalimatnya tanpa isyarat, tak menarik  yang boleh dibasmi secara mutlak melalui diksi fiksi
Jangan baca torehan pembual satu ini
Mungkin setiap alineanya separuhnya tertidur
Mungkin setiap paragrafnya hanyalah halusinasi serta fantasi orang-orang yang terlarang menulis disini....
Malu untuk memalukan, sebab negeriku dikepung koruptor
Malu dicaci-maki
Malu dihujat
Malu dibaca
Jangan baca atau klik guratan puisiku ini
Aku rakus aktualisasi, tak punya ekspresi atau sensasi
Angan itu begitu perih menerjang bertubi-tubi kian terpatri arogansi diri, bak pungguk merindukan rembulan....
Ma’af....
Usulku kepada penata letak portal ini agar teks boundaris di tepi dalam template diberi arsiran putus-putus, dan ujungnya ada icon penghapus sedemikian rupa....
Ini simbol boleh dihapus sekehendak pujangga setelah atau bahkan sesudah membacanya...
Ma’af...
Jangan salahkan aku masih nekat membuka puisi ini, itu berarti permohonanku, maka itu sama saja mengesampinkannya....
Ma’af...
Aku mengaku salah, sebab tetap mecoret hitam diatas putih, setidaknya rasa bersalahku berkurang, toh aku sudah katakan bahwa aku tak pantas disebut pujangga....
Aku mungkin terlalu banyak membaca puisi milik orang-orang hebat untuk menghindari bualan ini..
4 Maret 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H