Mohon tunggu...
Adi Pujakesuma
Adi Pujakesuma Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

KEBENARAN HANYA MAMPU DILIHAT MELALUI MATA KEMATIAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Pendek Ida F Priyanto: "Inumerasi dan Iliterasi Informasi: Persoalan Besar kita"

6 Januari 2017   10:25 Diperbarui: 6 Januari 2017   10:48 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya mohon ma’af kepada pak Ida Fajar Priyanto (Pengamat pendidikan, tinggal di Texas, Amerika Serikat).masalahnya catatan pendek Ida F Piyanto menurut pribadi saya begitu besar manfaatnya untuk kebaikan umat, dari pada kebohongannya atau hoax.

Catatan pendek pak Ida F Priyanto membuat terkesima sehingga saya memberanikan diri menyadurnya kembali, semoga beliau lapang dada membaca tulisannya yang saya sadur ulang. Catatan pendek tersebut mengambil tema “Inumerasi dan iliterasi informasi: Persoalan besar kita.” perlahan tapi pasti membaca maksud tema tersebut, tanpa kita sadari yang diamati Ida F Priyato adalah fakta bahwa seorang manusia diciptakan mempunyai akal atau fikiran, justru lebih memilih sebuah alat hitung atau kalkulator. Jika dikalkulasi pencipta kalkulator tersebut adalah manusia juga.

Dari uraian singkat diatas, Ida F Priyanto mengambil sebuah sample seseorang yang berprofesi sebagai pelayan toko.  Dimana pelayan tersebut dalam menghitung belanjaan konsumen lebih  percaya mesin hitung daripada akal, ciptaan Tuhan. Maraknya aksi tipu-tipu, korupsi, pungli sangat lumrah melihat mesin-mesin hitung mendominasi pusat perbelanjaan. Ida F Priyanto mengatakan, Pernahkah anda mengamati pelayan toko menggunakan kalkulator untuk menghitung angka yang sangat sederhana pada membeli sesuatu di sebuah toko kecil—toko penjual pulsa, toko kelontong penjual alat listrik, toko beras, dan sebagainya. Menghitung angka 26 ribu rupiah ditambah 20 ribu rupiah dengan menggunakan kalkulator? Bahkan kadang diulang sampai dua-tiga kali? Itu adalah gambaran betapa semakin lama kita melihat rendahnya tingkat numerasi.Katanya.

Lebih mendalam Ida menguraikan anumerasi untuk mereka yang sebetulnya bisa menghitung, tetapi lebih mempercayakan diri pada kalkulator. Hal yang sama dengan dunia literasi. Bisa membaca, tetapi tidak mau membaca, sehingga bukannya iliterasi tetapi yang terjadi adalah aliterasi— tidak mau membaca, tetapi bisa.

Numerasi didefinisikan sebagai kemampuan menerapkan konsep angka yang sederhana (http://en.wikipedia.org/wiki/Numeracy). Numerasi juga diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memahami matematika dasar seperti penjumlahan, perkalian, dan pembagian. Bagi yang melek angka atau numerically literate akan mampu membuat perhitungan dalam kehidupan sedangkan mereka yang tidak mampu dalam membuat perhitungan atau memiliki inumerasi tinggi pada umumnya seing kesulitan dalam karir.

Masalah numerasi tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Bahkan menurut harian the Independence(8 Oktober 2013), di Inggris, disebutkan bahwa orang yang berusia 55-65 tahun memiliki kemampuan numerasi dan literasi lebih tinggi dibandingkan mereka yang berusia 16-24 tahun. (http://www.independent.co.uk/student/news/british-education-in-crisis-literacy-and-numeracy-skills-of-young-people-in-uk-among-lowest-in-developed-world-8866117.html).

Mengapa bisa terjadi persoalan inumerasi? Jawabannya saya kira kembali ke sistem pendidikan kita yang lebih banyak berbasis "tidak" membaca. Karena pendidikan kita tidak berbasis pada membaca, maka pengetahuan yang dibentuk pada waktu ada dalam masa pendidikan tidak maksimal. Dan karena tidak membaca maka dapat dikatakan tingkat literasi juga tidak tinggi. Meskipun belum ada kajian tentang hubungan literasi dan numerasi dalam dunia pendidikan, namun ada keyakinan bahwa inumerasi sangat terkait dengan iliterasi. Di sisi lain, pendidikan matematika perlu dibuat agar menjadi lebih menyenangkan dan membuat siswa suka menghitung.

Penutup ditegaskan, “Diperlukan sinergi yang semakin tinggi antara sistem pendidikan yang berbasis membaca dan dunia perpustakaan tidak hanya mengandalkan literasi tetapi perlu menambahkan program numerasi.Tukasnya.

6 Januari 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun