Mohon tunggu...
Adi Pujakesuma
Adi Pujakesuma Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

KEBENARAN HANYA MAMPU DILIHAT MELALUI MATA KEMATIAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ironis! Naskah I La Galigo Milik Indonesia di Belanda

20 Desember 2016   12:47 Diperbarui: 20 Desember 2016   13:18 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 (sumber gambar: http://riafajriaz.blogspot.co.id)

Naskah terpanjang La Galigo memang hebat, sayangnya nasibnya tidak begitu mujur alias malang. Berabad-abad lamanya, epos luar biasa ini tercecer. Setiap episodenya terserak ke mana-mana. Setiap bangsawan bugis menyimpan beberapa penggal episodenya sediri. Sehingga untuk melacak keseluruhan episode, diperlukan kerja keras, serta waktu yang lama. Sungguh bukan pekerjaan mudah.

Colliq Pujie, merupakan salah satu bangsawan Bugis yang berjasa menyelamatkan naskah-naskah tersebut. Pujie mengumpulkan semua cerita dalam 12 jilid kitab dengan total 2.851 halaman. 12 jilid ini merupakan ringkasan cerita La Galigo. Ia mulai mengerjakan naskah ini tahun 1852, atas dorongan seorang peneliti asal Belanda bernama D.R.B. F. Matthes.

Ironisnya, meski naskah ini asli milik Indonesia, justru yang menyimpannya Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Naskah ini disimpan dalam sebuah ruangan bersuhu 18 derajat Celcius. Di ruangan ini tersimpan ratusan fragmen La Galigo dalam bentuk manuskrip. Koleksi naskah La Galigo di perpustakaan ini merupakan yang paling lengkap di dunia. Bangsawan Bugis sendiri tidak memiliki koleksi selengkap itu.

Menurut Roger Tol, direktur Perpustakaan KITLV (Institut Kerajaan untuk Linguistik dan Antropologi), ada alasan khusus mengapa La Galigo tak mungkin di simpan di Sulawesi tempat lahirnya La Galigo. Iklim daerah ini terlalu panas bagi manuskrip tua. Sedang Belanda, memiliki iklim lebih bersahabat.

Ada alasan lain mengapa naskah ini disimpan di Belanda. Banyak naskah-naskah asli La Galigo yang hancur karena kecerobohan para pemilik atau boleh jadi karakter orang indonesia yang kurang sabar menyebabkan manuskrip, hancur, lebur, hingga tak bersisa. Sungguh!, malang sekali nasib La Galigo.

Sepertinya, kita memang harus belajar banyak dari Belanda, bagaimana cara memperlakukan warisan sejarah nenek moyang walaupun notabene mereka pernah menjajah Indonesia.

Sumber: dari pelbagai sumber

13 Desember 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun