(gambar: http://www.memegen.com/)
Kepala kita ini sudah seperti helm terkontaminasi racun sianida serta residu asap kendaraan bermotor yang membuat isi kepala kita berfikiran kotor....
Korupsi-kolusi-nepotisme, pungli panutan bangsa menjadi bintang iklan seragam anak sekolah, padahal tidak relevan terhadap dunia pendidikan sebagai bisnis baru oknum kepala sekolah memperkaya diri.
Sssttt....ini tidak lucu
Pelanggaran lalu lintas melawan arus merupakan pemandangan yang jamak dilakukan. Sejak dikuasai pedagang kaki lima berdiri diatas pedistrian membuat pejalan kaki tertindas.
Bukan hanya pejalan kaki, wahana bagi kaum difabel juga kurang mendapat perhatian. Sedangkan bangsa ini hidup diantara kemajemukan.
Sssttt....ini tidak lucu
Pengendara marah-marah manakala ditilang polisi, memang kesal kena tilang, apalagi diwaktu-waktu sibuk, uang damai menghiasi penyelesaian masalah secara “damai” demi kebutuhan hidup.
Sssttt....ini tidak lucu
Tontonan kekerasan sering menjadi sajian utama menaikkan rating. Kericuhan jadi rebutan. Politisi salah ucap malah menjadi santapan empuk amuk massa. Tidak dibenarkan bagi seorang pemimpin penista agama, akan tetapi tidak dibenarkan juga kita menghakimi seara brutal, bukankah sebagai agama rahmatan lil alamin selalu membawa kedamaian dimana pun berada. Cukup diakui masing-masing individu memiliki kepentingan, yang satu repot lainnya rapat, akhirnya tidak ketemu kata mufakat atau sepakat untuk tidak sepakat, setuju untuk tidak setuju jadinya memunculkan kericuhan.
Sssttt....itu tidak lucu ketika menyaksikan orang jatuh dari sepeda mereka tertawa, ketika melihat orang tertawa dia marah...lucunya dimana!
Lantas dimana larinya Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945, GBHN berangkat dari situlah indonesia ini ada. Hanya undang-undang di Indonesia yang mencantumkan kata “Atas berkat rahmat Alloh” yang tidak dimiliki bangsa lain. Itu bukan lelucon tapi patron dari perjuangan para pahlawan yang telah mendahului kita.
Kini, hasil perjuangan para pahlawan tersebut pada dijadikan kesombongan seseorang dengan mengatakan kalau bukan karena “kakek saya atau kalau bukan karena bapak saya” tidak ada merdeka, ini yang membuat kita terlihat lebih komunis dari negara komunis sebenarnya. Mengingat Alloh SWT jangan hanya pada saat tertimpa musibah, akan tetapi terpenting saat sedang berkuasa dan banyak harta lebih mengingat sang pencipta.
19 November 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H