Mohon tunggu...
Adi Pujakesuma
Adi Pujakesuma Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

KEBENARAN HANYA MAMPU DILIHAT MELALUI MATA KEMATIAN

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kandang Kambing Tempat Pujo Berteduh, yang Tidak Banyak Mengeluh

31 Oktober 2016   10:17 Diperbarui: 31 Oktober 2016   11:17 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 (sumber gambar: http://beritajatim.com/)

Terharu, hati seakan teriris sembilu menyaksikan sebuah berita keluarga manusia tinggal di kandang kambing. Memilukan, Kata itu yang tepat untuk gambaran kondisi Pujo Kastowo. Pria asal Kertosari, Babadan itu sehari-hari tinggal di sebuah gubuk beralas tanah bersama dua anaknya. Di gubuk itu, Pujo dan keluarga hidup satu atap dengan dua ekor kambing. Tepatnya di belakang gedung juang 45, Jalan Batoro Katong, Kelurahan Kertosari, Kecamatan Babadan Ponorogo.

Ujian belum berhenti sampai disitu saja, selain ditinggal istri sebagai TKW di Malaysia dan selama 8 tahun belum ada kabar dari sang istri, derita pak Pujo bapak 2 (dua) anak ini kian bertambah karena anak perempuannya yang baru duduk dibangku kelas VII-SMP (dulu kelas 1) meninggal dunia akibat kecelakaan sepulang mengantar temannya pulang sekolah menggunakan sepeda pancal, tiba-tiba ditabrak seorang pelajar yang mengendarai sepeda motor. Mifta Dwi Khasanah nama anak perempuan Pujo, seketika tak sadarkan diri. Selasa (25/10/2016), pukul 22.00 WIB. Mifta dilarikan ke RSU dr Soedono Madiun untuk dioperasi. Sayangnya, Rabu dini hari, Mifta mengembuskan napas terakhir karena pendarahan hebat. Anak perempuan Pujo bernama Mifta, meninggal Rabu (26/10/2016).

Otomatis harapan hidupnya tergantung dari anak keduanya sebagai tongkat dan penunjuk jalan bagi Pujo yang kesehariannya berprofesi sebagai tukang pijit tuna netra. Anak ke semata wayang ini merupakan generasi penerusnya menjemput impian.

pujo-5816c5ddbc937395078b4567.jpg
pujo-5816c5ddbc937395078b4567.jpg
 (sumber gambar: http://lampung.tribunnews.com/)

Bertahun-tahun tinggal di kandang kambing yang bercampur kotoran kambing lainnya, belum mendapat bantuan tempat tinggal layak dari pemerintah. Kehilangan permata hati, ditinggal istri pergi tak menggoyahkan iman Pujo untuk berbuat jahat. Bersama anak laki-lakinya tetap mencari nafkah secara halal dan tidak mencuri hak orang lain dengan mengandalkan  keahliannya sebagai tukang pijit tuna netra.

Sekiranya kandang kambing merupakan tempat berteduh yang tidak banyak mengeluh atau menuntut, dari pada di rumah orang lain, yang awalnya manis karena masuk TV ujung-ujungnya pasti menuntut sesuatu, ini lebih tidak manusiawi. Hidup tidaklah semudah membalikkan telapak tangan terlebih bagi Pujo mengalami keterbatasan penglihatan, mereka adalah kaum papa tak punya kuasa atau gelimangan harta, hanya Kambing yang sudi menampungya. Tragis!!

Nyaris menetes air mataku menyaksikan kemiskinan masih terpampang nyata didepan mata kepala, meskipun hanya melalui berita. Usai upacara sederhana pemakaman anak perempuannya, hari itu rumah kambing Pujo ramai didatangi warga dan sejumlah komunitas, ada yang menyantuni untuk kebutuhan sehari-hari tapi diantara mereka tidak ada sosok pemerintah.

Pak pujo memang belum bejo ditengah kerakusan kehidupan para Pamong Projo atau Pemerintah, akan tetapi pak Pujo memiliki kelebihan kesabaran atas semua ujian ini.  Berarti orang bersabar peluang rejekinya lebih lebar, mengalah hidup lebih berkah. 

Bagi banyak orang, bersabar merupakan satu hal yang mudah diucapkan tapi sulit dijalankan. Meski demikian, banyak kejadian yang membuktikan bahwa orang-orang yang sukses dalam kehidupannya adalah mereka yang memiliki tingkat kesabaran yang cukup tinggi. Dalam menuju sukses mereka butuh proses, selalu bisa bangkit dari kegagalan, dan dapat mengatasi berbagai persoalan dengan sabar sehingga tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

Mengalah tidak berarti kalah, untuk hal-hal tertentu memang adakalanya seseorang harus bisa mengalah agar bisa mendapatkan yang terbaik. Ingat, terkadang seseorang harus mundur beberapa langkah untuk bisa melompat lebih jauh.

Orang bijak berkata, “Air mata datang dari hati dan bukan dari otak” (Leonardo Da Vinci)

Kemana Pemerintah!!

31 Oktober 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun