KABUT SUCI GEREJA
Hari keberangkatan adalah hari yang paling dinantikan oleh Guhan untuk terlepas dari jeratan neraka tiada henti dari rumah pintu satu tempat dia di besarkan. Sungguh itu tempat paling terkutuk yang akan selalu dikutuk oleh Ghan selama hidupnya. Setidaknya mulai sekarang hari-hari Guhan akan sedikit sejuk dan lega walaupun hanya sementara. Pada pagi hari itu Guhan telah bersiap dan membawa satu koper kecil dan sebuah tas ransel yang di taruh di belakang punggung, dengan hati mantap lelaki tersebut berangkat menuju kampus untuk berkumpul bersama tim relawan.
Guhan memastikan dirinya mendapatkan posisi bangku paling belakang dekat dengan jendela. Ini adalah posisi ideal Guhan setiap dalam perjalanan jauh. Dia nyaman berada di posisi yang tidak akan dilewati oleh penumpang manapun. Sembari bersandar ke arah jendela, mata kepalanya terlihat sangat menikmati pemandangan yang ditawarkan oleh perjalanan kegiatan relawan yang dia diputuskan untuk ikut terlibat di dalam proyek tersebut. Hati dan pikirannya sudah sangat mantap untuk hal ini walaupun sempat terjadi perang mulut antara dia dan orang-orang di rumah terkutuk itu.Â
Selama perjalanan sudah sepatutnya pujian terbaik di ucapkan berulang kali untuk pemandangan indah yang tidak masuk akal. Dalam hening Guhan cukup merasa berterimakasih untuk pemilihan kegiatan relawan di tempat terpelosok yang bahkan dia tidak tahu pasti dimana tepatnya lokasi keberadaan kampung ini. Guhan memang lelaki dengan pemikiran pas-pasan yang sangat sering berlogika tanpa memikirkan melibatkan resiko dan dampak. Lelaki yang selalu dilanda kesialan akibat kecerobohan dan ketidakberanian.
Sesampainya di lokasi Guhan dan teman setimnya. Dipersilahkan untuk masuk dan menempati rumah yang akan menjadi tempat tinggal mereka selama beberapa 8 minggu kedepan. Semua anggota relawan mulai sibuk untuk membereskan dan memindahkan barang dan keperluan masing ke dalam ruangan yang sudah dibagi sama rata.Â
Detik jam berdetak cepat seolah-olah sedang mengejar buronan malam. Pada malam pertama ini akan ada kegiatan makan malam bersama di balai kampung sebagai bentuk penyambutan warga kampung terhadap anggota relawan. Acara makan malam berlangsung cukup sederhana dan terasa hangat. Mereka benar-benar merasakan sangat diterima oleh warga kampung tersebut tanpa ada perasaan asing sedikit pun. Ini merupakan pertanda baik untuk memulai perjalanan yang jauh bagi lelaki dewasa yang sedikit demi sedikit sedang belajar menumbuhkan rasa keberanian dan pikiran Guhan berteriak sangat yakin untuk hal ini.
Dua minggu sudah berlalu, tidak terasa keseharian menjadi anak kampung sangat dinikmati Guhan dan anggota relawan lainnya. Pada pagi hari anak lelaki akan diberikan tugas untuk ke ladang dan mengurus ternak. Sedangkan anak perempuan akan sibuk di mata air dan dapur menjalankan tugas rumah tangga pada umumnya. Dan untuk sore hari ke malam adalah waktu untuk kegiatan proyek relawan. Tidak ada yang aneh dari kampung ini kecuali dongeng konyol yang disebarkan oleh para bocah-bocah cilik. Bagi Guhan dan yang lain itu sangat konyol tetapi bagi anak-anak itu adalah cerita kepercayaan turun menurun
Di siang hari yang terik itu Guhan dan teman relawan lain sudah yakin bahwa keputusan membangun tempat ibadah adalah prioritas utama kegiatan mereka. Cukup mengherankan tidak ada satupun tempat ibadah berdiri di kampung ini. Apa memang benar tidak ada ajaran agama mana pun yang menginjakkan kaki di sini atau hanya kampung ini saja yang tidak terbuka dengan kemajuan agama dan memilih untuk percaya dengan nenek moyang. Pada akhir nya keputusan tempat ibadah tersebut tidak jadi dibawa kedalam rapat bersama warga kampung. Guhan kembali menyepelekan tentang kepercayaan warga kampung dan bertindak bahwa warga kampung memang belum maju secara otak dan keagamaan.
Wajah kesal Guhan terlihat jelas selama beberapa hari terakhir, masalahnya ide pembangunan tempat ibadah tersebut adalah miliknya dan hanya ide tersebut yang tidak mendapat apresiasi meriah dari warga kampung. Kembali lagi para bocah-bocah konyol berteriak sana sini mengganggu perjalanan Guhan menuju ladang . Sembari melewati bocah-bocah tersebut salah satu dari mereka memanggil Guhan dan tiba-tiba berbicara mengenai ide pembangunan tempat ibadah.Â
Kemudian para bocah lain pun ikut dengan ramai membicarakan hal tersebut di depan Guhan hingga sampai ke satu cerita yang mengganjal pikiran Guhan. Para bocah tersebut meyakini Guhan bahwa jika dia ingin menemukan tempat ibadah maka cukup datang ke hutan kecil belakang mata air. Itu adalah lokasi gereja kabut suci. Tetapi ada pantangan atau syarat untuk kesana. Pokoknya tidak ada yang boleh pergi kearah hutan kecil ketika malam kabut turun. Namun seorang anak bersuara dengan lantang dan mengatakan bahwa gereja kabut suci hanya bisa ditemukan ketika kabut turun, tetapi para orang tua tidak mengizinkan keluar ketika kabut turun dan yang terpenting selama kabut turun jangan pernah menutup mata karena berpotensi akan nyasar dan hilang arah. Alasan ini menjadi pertimbangan dan cukup masuk akal untuk diterima oleh Guhan.