Mohon tunggu...
Sarah Simanjuntak
Sarah Simanjuntak Mohon Tunggu... -

a mother and a wife.. who is eager to develop herselves to be better.. and share to the world the good things she knew

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fatwa Haram lagi..

14 April 2011   08:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:49 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah banyaknya kejadian penutupan mesjid dan gedung milik Jamaah Ahmadyah Indonesia, juga ditutupnya puluhan gereja maupun gedung pertemuan dan sekolah yayasan Kristen dan Khatolik. Di Indonesia saat ini juga sedang “musim” penurunan semua simbol-simbol agama minoritas sebagai akibat ketakutan tak beralasan, bahwa masyarakat sekitar gedung-gedung tersebut akan menjadi murtad. Menyusul Fatwa MUI yang mengharamkan Pluralisme agama, mencuatkan kembali fatwa “HARAM” terhadap film yang berbau pluralisme berjudul “Tanda Tanya”.

Konon, kemunculan fatwa HARAM dari MUI terhadap film Tanda Tanya adalah pemahaman yang berbeda pada narasi :

"Semua jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama: mencari satu hal yang sama dengan satu tujuan yang sama, yaitu Tuhan."

Jika bagian ini yang menjadi obyek persoalan yang ditanggapi, dan menjadi tanda tanya bagi saya :

Benarkah TUHAN yang menciptakan umat Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu dan ratusan agama lainnya di dunia ini adalah TUHAN yang berbeda?

Benarkah IA yang menciptakan langit dan bumi, untuk orang yang baik dan orang yang jahat adalah TUHAN yang berbeda?

Benarkah tujuan semua mahluk ciptaan TUHAN adalah surga yang berbeda?

Perbedaan adalah rahmat. Keberagaman seharusnya membawa kemaslahatan bagi masyarakat bukan malah memecah anak bangsa.

Al-Qur’an tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya. Islam melarang penganutnya mencela TUHAN dalam agama manapun. Maka kata tasamuh (dalam bahasa Arab) atau toleransi (dalam bahasa Indonesia) bukanlah “barang baru” dalalm Islam. Tasamuh sudah diaplikasikan dalam kehidupan sejak agama Islam ada.

Hendaklah agama bukan menjadi sebuah nama yang membuat gentar, menakutkan, dan mencemaskan. Pandangan keagamaan yang cenderung anakronostik sangat berpotensi untuk memecah belah dan saling klaim kebenaran sehingga menimbulkan berbagai macam konflik.

Sepanjang kita melihat perbedaan pandang sebagai hal yang memperkaya sudut pandang kita, kita tetap dapat hidup berdampingan dengan rukun.Bayangkan kebosanan yang terjadi jika semua mahluk di dunia ini dipaksa harus menyukai warna pink. Dan mereka yang bukan pink, dianggap “murtad”.

Toleransi dan pluralisme semestinya dimaknai secara lebih sederhana, tanpa harus membawa-bawa keimanan (aqidah). Toleransi agama seyogyanya berhenti pada batas sosial (akhlak).

Ketika seseorang beriman dengan sepenuh hati terhadap agamanya (aqidah) dan menghormati agama lain, itulah toleransi dan pluralisme. Berbicara tentang keimanan, meyakini dan menganggap bahwa agama yang diimani adalah agama yang benar memang kewajiban.
Orang yang tidak memiliki keyakinan bahwa agama yang dipeluknya adalah agama yang benar justru keimanannya perlu dipertanyakan.

Namun ketika berbicara tentang toleransi, maka seyogyanya dimaknai sebagai penerimaan atas keragaman agama tanpa melibatkan keimanan (aqidah) agamanya.

Setiap orang beragama memang wajib meyakini bahwa agamanyalah yang benar. Keyakinan (aqidah) dalam toleransi harus berhenti pada batas meyakini kebenaran agamanya sendiri tanpa disertai penilaian atas kebenaran agama yang lain. Hal ini penting agar fanatisme keimanan yang sebenarnya sangat baik tidak menjadi kebablasan.

Kiranya kita bisa mengambil pelajaran bahwa semua yang kita lakukan, selama didasari dengan niat baik Tuhan akan menganggap itu adalah bagian dari amal baik yang harus diapresiasi.

Oleh sebab itu, semua perbedaan pendapat, faham dan pemikiran hendaklah disikapi dengan arif , dengan mempertimbangkan hak orang lain untuk mengejewantahkan apa yang ada dipikiran mereka dan apa yang mereka pahami sebagai sesuatu yang benar.

Islam pun mengajarkan bahwa perbedaan adalah rahmat, sehingga penerimaan atas perbedaan tentu menjadi bagian dari rahmat itu sendiri.

Jalinan persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali tidak dilarang oleh Islam, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua belah pihak saling menghormati hak-haknya masing-masing (QS. Al-Mumtahanah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun