Mohon tunggu...
Sarah Sahilah
Sarah Sahilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Belajar Kognitif, Metakognitif, dan Pendekatan Konstruktivisme

27 Oktober 2024   22:34 Diperbarui: 27 Oktober 2024   23:11 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Teori Belajar Kognitif

Dalam teori belajar psikologi kognitif, proses berpikir dan pemahaman sangat penting dalam proses belajar. Konsep-konsep penting dalam teori ini dikembangkan oleh orang-orang hebat seperti Piaget, Bruner, dan Lewin. Menurut Piaget, manusia tumbuh dalam empat fase:

  • sensor-motorik (sejak lahir 0-2 tahun)
  • pra-operasi (usia 2-7 tahun)
  • operasional konkret (usia 7-11 tahun)
  • operasional formal (usia 11 tahun sampai seterusnya)

Setiap tahap memiliki fitur unik yang memengaruhi bagaimana anak belajar dan memahami dunia. Bruner menekankan betapa pentingnya belajar menemukan, di mana siswa aktif menemukan pengetahuan melalui tiga tahap representasi: enaktif, ikonik, dan simbolik.

Salah satu dampak teori kognitif pada proses pembelajaran adalah perubahan strategi mengajar untuk memenuhi perkembangan kognitif siswa. Guru harus menyediakan aktivitas konkret untuk siswa pra-operasional dan membantu siswa mengurangi egosentrisme. Pada tahap operasional konkret, siswa didorong untuk menemukan konsep sendiri dan terlibat dalam tugas-tugas operasional. Untuk pemikir operasional formal, guru dapat mengajukan masalah yang lebih kompleks dan mendorong siswa untuk berhipotesis dan berpikir abstrak. Secara umum, teori kognitif menekankan bahwa pembelajaran aktif, pengalaman langsung, dan penyesuaian materi dengan perkembangan kognitif siswa sangat penting.

 

2. Teori Metakognitif

Kemampuan kognitif tingkat tinggi yang dikenal sebagai metakognitif memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasi, mengendalikan, dan merefleksikan cara mereka berpikir. Anderson dan Krathwohl memasukkan konsep ini ke dalam taksonomi pengetahuan setelah Flavell memperkenalkannya pada tahun 1976. Metakognitif mencakup pemantauan pemahaman seseorang saat belajar, perencanaan strategi belajar, dan evaluasi hasil belajar. Siswa yang memiliki kemampuan ini dapat menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mandiri, yang merupakan nilai penting bagi pendidikan.

Tiga fase utama perencanaan, pemantauan, dan evaluasi dapat digunakan untuk menerapkan metakognitif dalam proses belajar. Pada langkah perencanaan, siswa menentukan tujuan belajar, memilih strategi yang tepat, dan mengatur waktu. Siswa harus melacak pemahaman mereka selama proses belajar dan mengubah strategi jika diperlukan. Setelah belajar, mereka harus mengevaluasi proses dan hasil belajar mereka. Dengan meminta siswa menjelaskan pemikiran mereka, membuat pertanyaan reflektif, membantu menemukan kesalahan umum, dan mendorong mereka untuk merefleksikan solusi mereka, guru dapat membantu siswa meningkatkan keterampilan metakognitif mereka.

Metode ini juga mengutamakan perkembangan metakognitif dan kognitif anak. Sementara penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa kemampuan kognitif mulai berkembang sejak usia dini, Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam beberapa tahap. Lev Vygotsky dan Jean Piaget berkontribusi besar pada teori perkembangan kognitif. Menurut Piaget, manusia tumbuh dalam empat fase: sensorimotor, pra-operasi, operasional konkret, dan operasional formal. Faktor internal, seperti keturunan, kematangan organ tubuh, bakat, dan minat, dan faktor eksternal, seperti lingkungan, pembentukan, dan kebebasan, memengaruhi perkembangan kognitif. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, pendidik harus menggunakan pendekatan konstruktivis, memungkinkan pembelajaran aktif, mempertimbangkan tingkat pemikiran dan pengetahuan anak, menggunakan penilaian berkelanjutan, dan membuat lingkungan kelas yang mendorong penelitian dan penemuan.

3. Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah pedagogi yang menekankan peran aktif siswa dalam mengembangkan pemahaman mereka sendiri. Menurut teori ini, siswa harus membangun pengetahuan melalui pengalaman dan interaksi sosial daripada guru memberikan pengetahuan langsung kepada mereka. Vygotsky, tokoh konstruktivisme sosial, menekankan betapa pentingnya interaksi sosial dan budaya untuk perkembangan kognitif anak. Ia memperkenalkan gagasan Zone of Proximal Development (ZPD), yang membedakan apa yang dapat dicapai siswa dengan bantuan orang lain yang lebih berpengalaman dengan mereka sendiri.

Guru membantu siswa memahami konstruktivisme sebagai fasilitator. Pembelajaran generatif, kooperatif, dan penemuan adalah metode pembelajaran konstruktivis yang paling umum. Metode ini juga mengutamakan perkembangan metakognitif dan kognitif anak. Sementara penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa kemampuan kognitif mulai berkembang sejak usia dini, Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam beberapa tahap. Orang tua dan guru sangat penting dalam membangun kemampuan metakognitif anak-anak mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun