Mohon tunggu...
Sarah Rezivvon Tinayo
Sarah Rezivvon Tinayo Mohon Tunggu... lainnya -

mahasiswi jurusan Psikologi. suka baca, nulis, denger lagu, dan nonton film. pecinta warna kuning dan anak-anak.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Macet, oh Macet

22 Juni 2012   03:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta.

Sebuah kota metropolitan dengan beragam fasilitas dari segi pendidikan, gaya hidup, dan transportasi yang sarat akan nilai sejarah serta majemuk penduduknya. Namun, sudah tidak asing rasanya dengan sebuah situasi yang membuat seseorang harus rela berangkat pagi-pagi agar tidak terlambat ke tujuan, entah itu kantor, kampus, atau sekolah. Ya, sebuah situasi yang bernama "macet".

Buat saya, macet merupakan sebuah keadaan yang jauh dari kata menyenangkan. Hampir setiap hari berangkat kuliah, saya sudah harus bangun minimal 3 jam sebelum jam kuliah. Karena, perjalanan dari rumah di Tangerang sampai kampus saya di bilangan Semanggi, membutuhkan waktu sekitar 1,5 sampai 2 jam.

Jujur saja, kemacetan yang saya alami (hampir setiap hari) membuat saya harus ekstra bersabar untuk terdiam di bis. Lumayan jika bisa mendapatkan duduk, lha ini saya harus berdiri, berdesak-desakan, dan tentu saja menghadapi macet.

Satu hal yang selalu saya lakukan adalah berusaha menikmati kemacetan tersebut. Ya, berusaha menikmati. Meskipun tak jarang hal tersebut tidak selalu berhasil, karena seringkali saya terlambat, sehingga di dalam perjalanan yang saya rasakan hanyalah kepanikan.

Macet.

Sudah tidak asing di telinga saya mendengar kata tersebut sebagai isi dari ucapan ulang tahun atau pemilihan gubernur Kota Jakarta. Tahun ini, saya pun kembali memasukkan kata "macet" dalam ucapan ulang tahun yang hendak saya sampaikan pada Kota Jakarta.

Saya (dan sepertinya ratusan orang lainnya) berharap agar kemacetan segera bisa dicari solusinya. Memang, tidak mudah. Saya tahu dan paham akan hal itu. Tapi, ada harapan besar yang muncul dari dalam benak saya untuk pemimpin Kota Jakarta yang baru nantinya. Buat saya, jangan terus menerus melebarkan jalan atau membuat jembatan layang. Karena, saya pikir, hal itu justru akan membuat kendaraan di kota ini semakin menumpuk.

Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk membenahi kemacetan di Jakarta?

Satu saja saran saya. Perbaiki fasilitas umum ; bus, angkutan umum (angkot), bus Transjakarta, kereta api, dan bahkan bajaj. Namanya juga saran, boleh dilakukan, boleh juga tidak.

Semoga Jakarta semakin jaya. Semoga kemacetan bisa berkurang, sehingga waktu tidak terbuang percuma di jalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun