Mohon tunggu...
Sarah Nourvi
Sarah Nourvi Mohon Tunggu... Mahasiswa - IPB University

Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Peran Strategi Meme dalam Branding Pilitik: Jembatan Komunikasi dengan Generasi Muda

27 September 2024   07:52 Diperbarui: 27 September 2024   07:54 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki era internet, sebuah tren berkomunikasi muncul di ranah pengguna new media. Tren ini masuk pada dekade pertama abad 21 yang lazim disebut sebagai meme. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Richard Darwins. Menurut Richard Darwins dalam (Allifiansyah S, 2016) meme adalah bentuk transmisi budaya melalui replikasi ide, gagasan, yang merasuk ke dalam kognisi manusia. Konsep inilah yang diaplikasikan ke dalam konteks fenomena sosial, khususnya yang terjadi di internet. Dalam era digital saat ini, meme telah menjadi salah satu fenomena komunikasi yang paling berpengaruh. Tidak hanya sekedar lelucon, menurut Cermen dalam Kompas.com, meme menjadi salah satu cara bagi sekelompok orang atau gerakan untuk menyebarkan pesan dengan lebih cepat. Cermen juga menyebutkan bahwa meme dalam konteks gerakan cenderung bersifat politis.

Pembuatan konten meme bisa menjadi media yang sangat efektif untuk menyampaikan berbagai informasi, termasuk pesan politik. Penggunaan meme dalam branding politik dapat menjadi jembatan yang penting dalam menjangkau generasi muda, memengaruhi pandangan terhadap politik, dan membentuk citra partai atau individu politik.

Kebiasaan generasi muda Indonesia yang lebih menyukai konten audio-visual dibandingkan narasi tekstual dapat menjadi salah satu alasan pentingnya branding politik melalui konten meme. Hal ini terlihat dari survei yang dilakukan oleh Program for Internasional Student Assessment (PISA) dan diliris oleh Organization for Economic Coperation and Development (OECD) pada tahun 2019. Indonesia menempati posisi 10 negara terendah dalam tingkat literasi. Namun, pada tahun 2020 menunjukkan bahwa Indeks Kegemaran Membaca (IKM) mengalami peningkatan hingga angka 55,74. Kenaikan skor ini terjadi karena hadirnya konten-konten yang menarik perhatian kaum muda selama pembatas sosial akibat pandemi, salah satunya adalah konten meme. Dalam konteks ini, meme menawarkan cara yang efisien dan menarik untuk menyampaikan pesan politik. Meme dapat mengemas isu-isu kompleks dalam format yang ringkas, sehingga lebih mudah dicerna oleh generasi muda.

Pentingnya branding politik menggunakan meme terletak pada kemampuannya untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Media sosial, tempat di mana meme paling sering beredar, memungkinkan pesan politik dapat menyebar dengan cepat. Dengan jumlah pengguna internet di Indonesia ada sebanyak 185,3 juta jiwa, yang setara dengan 66,5% dari total populasi dengan pengguna usia media sosial dipenuhi oleh Gen Z dan milenial, pengaruh meme dalam branding politik sangat signifikan. Meme positif dan menghibur dapat membangun citra yang ramah dan dekat dengan generasi muda, sementara meme yang negatif atau penuh dengan sindiran dapat merusak reputasi suatu partai politik.

Salah satu contoh studi kasus meme yang memperburuk citra negatif politik yaitu meme terkait anggota DPR tidur saat sidang. Meme ini pernah beredar di media sosial tahun 2017 silam. Meme yang memperlihatkan foto seorang anggota DPR yang tertidur dengan teks seperti "Kerja Keras Untuk Rakyat, Sampai Tertidur" secara tidak langsung meme ini memperburuk citra DPR sebagai lembaga yang kurang serius dalam menjalankan tugasnya dan menimbulkan sinisme terhadap institusi pemerintahan. Contoh lainnya adalah meme "Kerja, Kerja, Kerja". Meme ini sering muncul di masa kepresidenan Joko Widodo, dengan gambar Jokowi yang aktif kerja di lapangan, mengawasi proyek pembangunan infrastruktur atau bertemu langsung dengan masyarakat. Meme ini menyoroti slogan "Kerja, Kerja, Kerja" yang dipersepsikan sebagai simbol pemimpin yang rajin dan fokus pada pembangunan nasional. Meme ini dapat memperkuat citra Jokowi sebagai presiden yang merakyat dan bekerja keras untuk rakyat.

Beberapa contoh tersebut menunjukkan bahwa betapa kuatnya meme dalam membentuk opini publik dan memengaruhi persepsi terhadap politik baik persepsi positif maupun negatif. Citra yang dibangun melalui meme dapat menciptakan dampak jangka panjang, baik dalam meningkatkan popularitas ataupun sebaliknya.

Penggunaan meme dalam branding politik dapat menjadi jembatan yang penting dalam menjangkau generasi muda. Dengan kebiasaan generasi muda Indonesia yang lebih menyukai konten audio-visual dan kemampuan meme untuk menyederhanakan dan menyebarkan pesan politik secara cepat dan menarik, meme dapat menjadi jembatan penting dalam dunia politik. Penggunaan meme dalam branding politik bukan hanya memudahkan penyampaian pesan, tetapi juga berpotensi membentuk citra politik yang mendalam dan berjangka panjang, baik citra yang positif maupun negatif. Dengan demikian, meme tidak hanya sekedar hiburan, tetapi juga sebagai alat strategis yang memengaruhi opini publik dan persepsi publik secara signifikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun