Mohon tunggu...
Sarah Diana
Sarah Diana Mohon Tunggu... Konsultan - Food Safety Consultant

Seorang Food Safety Consultant yang sering melakukan business trip ke provinsi lain dan berbagi cerita dengan warga setempat, terutama mengenai kuliner, adat-istiadat, bahasa, isu sosial, dan fakta-fakta unik di daerah tersebut.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekelumit Kisah Tambang di Sangihe

17 Agustus 2024   21:27 Diperbarui: 17 Agustus 2024   21:32 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sangihe, sebagian orang menyebutnya Sangir, adalah daerah yang saya kunjungi bulan lalu. Untuk mencapai Sangihe, saya harus terbang ke Manado lalu lanjut dengan kapal laut sekitar 10 jam. Saya berangkat dari Jakarta dengan penerbangan yang ternyata delay hingga hampir 1 jam. Penerbangan ke Manado memakan waktu sekitar 3 jam. Setibanya di Manado, kami dijemput oleh pengemudi kami. Kami makan siang terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan. Saat di tempat makan, Bapak pengemudi sempat cerita bahwa dulu beliau adalah pelaut di kapal Jepang. Lalu pada 2010-an kembali ke kampung halaman di Sulawesi Utara dan menjadi pengemudi online di sekitar Manado. Ceritanya berjalan normal sampai saat dia bercerita bahwa sebelum covid, dia pernah membawa mantan wakil bupati Sangihe. Sangihe. Tadinya saya pikir beliau hanya mau menunjukkan bahwa dia pernah membawa pejabat. Tapi ternyata isunya lebih dari itu.

Pak pemgemudi menanyakan apakah saya tau Pak Helmud Hontong. Ternyata Pak pengemudi kami pernah membawa beliau zaman sebelum Covid melanda. Saya mengatakan bahwa saya tidak tahu Pak Helmud. Pak pengemudi meyakinkan lagi apakah saya tahu Pak Helmud Hontong, yang merupakan mantan wakil bupati Sangihe, yang meninggal saat penerbangan dari Denpasar ke Makassar. Petunjuk terakhir dari Pak pengemusi membuka ingatan saya. Saya ingat sekali berita tersebut di sekitar tahun 2021,yakni tentang seorang mantan wakil bupati daerah Sulawesi Utara, yang dikenal aktif menentang tambang di daerahnya tiba-tiba dikabarkan meninggal dunia dalam penerbangannya. Sontak, hal tersebut membangkitkan kecurigaan dari masyarakat awam, sebut saja saya. Apalagi, tambah Pak pengemudi, beliau merupakan pejabat yang jujur dan dicintai warga. Mendiang Pak Helmud Hontong selama masa aktifnya sangat mudah untuk mendapatkan suara rakyat, tanpa melakukan money politic. Pak Helmud memiliki banyak latar belakang yang cukup menjadi alasan untuk disingkirkan oleh lawan politiknya, terlebih jika lawannya adalah korporasi besar. Percakapan ini sangat membekas di pikiran saya. Namun ternyata persoalan tambang ini tidak berhenti disini saja.

Sesampainya di Tahuna, Sangihe, jadwal kami cukup padat. Hari pertama merupakan jadwal saya memberikan pelatihan, sedangkan hari kedua merupakan jadwal kolega saya yang akan melakukan asesmen kompetensi kepada peserta yang sama. 

Materi pelatihan yang saya sampaikan merupakan prinsip-prinsip untuk mengolah pangan dengan cara yang aman. Ada salah satu bagian materi yang mengharuskan kita menganalisa potensi bahaya keamanan pangan pada bahan baku dan produk. Bahaya keamanan pangan ada 4 kategori, yakni bahaya biologi, kimia, fisik, dan allergen. Saya menyampaikan bahwa contoh bahaya kategori kimia adalah logam berat, seperti merkuri, kadmium, timbal, arsen dan timah. Saya menambahkan, bahwa ikan-ikan dari wilayah perairan dekat kota besar seperti Jakarta atau Surabaya banyak yang terkontaminasi logam berat tersebut, berbeda dengan ikan atau hasil laut lainnya yang diambil dari laut yang masih bersih dan tidak banyak polusi seperti di Sangihe ini.  Salah satu peserta, membantah dan mengatakan bahwa kualitas perikanan dari perairan sekitar Sangihe pun sudah mulai menurun. Kandungan logam berat pada ikan-ikan tersebut mulai ditemukan dan semakin meningkat. Hal itu diperparah dengan keberadaan perusahaan tambang di Sangihe. Walaupun beberapa waktu lalu tuntutan warga Sangihe untuk menolak perusahaan tambang asal Kanada diterima oleh MK, namun faktanya, penambangan yang dilakukan oleh perusahaan lokal pun masih kerap dilakukan, baik yang legal maupun yang ilegal, bahkan lebih parah karena tidak terpantau.

Hari kedua, saat jadwal saya tidak padat, karena giliran kolega saya yang melakukan assessment, saya berdiskusi dengan peserta yang pada hari pertama sempat bercerita tentang penambangan di Sangihe. Kami berbincang tentang banyak hal hingga kembali ke persoalan tambang. Saya, yang hanya berurusan dengan regulasi terkait keamanan pangan tidak memiliki pengetahuan tentang regulasi pada bidang lainnya. Saat itu, berdasarkan informasi dari peserta tersebut, saya baru saja mengetahui bahwa dalam UU Nomor 1 Tahun 2014, pulau-pulau dengan luas daratan kurang dari 2000 Km2 dikategorikan sebagai pulau kecil dan tidak boleh ditambang. Sementara walaupun keseluruhan luas wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe mencapai 11.863,58 km2, namun luas daratan Sangihe hanya 736,98 km2, jauh dibawah standar yang ditetapkan oleh undang-undang. 

Jika kita membaca berita terkait hal ini, kita akan melihat bahwa pemerintah seperti cuci tangan. Misal penjelasan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaludin yang menyebutkan bahwa PT Tambang Mas Sangihe hanya melakukan kegiatan pertambangan seluas 65,48 hektar dari total izin yang diberikan. Mudah bagi kita untuk meluangkan waktu berselancar di internet dengan kata kunci "tambang Sangihe" dan melihat seberapa parah kerusakan yang telah dihasilkan, serta seberapa besar usaha warga Sangihe untuk mempertahankan hutan dan lautnya.

Sangat menyedihkan ketika area di Indonesia yang masih belum terkontaminasi dari cemaran ternyata semakin banyak yang dieksploitasi dan semakin rusak. Entah apa yang tersisa dari Indonesia beberapa tahun ke depan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun