Dreadout adalah game bergenre horror karya anak bangsa yang sukses meraih 4 juta US dollar atau setara dengan 56 miliar rupiah. Pada akhir 2019 game ini diunduh oleh 2,5 juta gamers di seluruh dunia . Ini sudah merupakan sebuah pencapaian yang sangat fantastis untuk game buatan Indonesia. Lalu, bagaimana game Dreadout bisa sesukses itu?
Menurut interview yang dilakukan omgmeek pada tahun 2013, Rachmad Imron, pendiri Digital Happiness, developer game Dreadout mengatakan bahwa beliau dan timnya memang sudah menyukai game sejak kecil khususnya game horor.
Rachmad dan timnya ingin membuat game yang menggambarkan masa kecil mereka, maka dari itu mereka membuat Dreadout bernuansa Indonesia.
Nuansa disini bukan hanya sekadar latar atau segi bangunan tetapi semua aspek dalam game ini seperti budaya, desain karakter, bahkan karakter hantu semuanya bertemakan Indonesia.
Pada awalnya Rachmad dan tim Digital Happiness sempat mengalami kesulitan merepresentasikan budaya Indonesia karena tidak semua negara bisa menerima kultur Indonesia. Ambil contoh karakter hantu pocong.
Orang Indonesia mana yang tidak tahu hantu yang satu ini. Pemain game dari Indonesia tentu saja langsung memahami bahwa karakter pocong ini dimaksudkan oleh developer sebagai hantu mengerikan yang menjadi musuh karakter utama yg kita mainkan.
Namun, bagi orang luar negeri karakter pocong justru terkesan konyol karena mereka tidak tahu latar belakang hantu ini. Oleh karena itu, tim Digital Happiness mengatasi masalah ini dengan memasukkan cerita tentang karakter hantu di dalam game.
Mereka membuat fitur dimana karakter utama dapat membaca sebuah catatan pada kertas atau objek lainnya, melalui catatan ini lah cerita karakter hantu dapat tersampaikan. Dan yang tak kalah penting dari segi gameplay game ini memang kreatif dan seru dimainkan.
Game ini bercerita tentang siswi SMA bernama Linda yang terjebak di dalam kota berhantu. Teman-temanya satu per satu menghilang dan Linda sendiri mulai merasa bukan dirinya. Dia perlahan mulai bisa melihat sosok gaib dan mentransfer energi untuk melawan sosok tersebut melalui gadgetnya.
Linda dapat melawan hantu dengan memotret sosok tersebut ketika menampakan diri. Konsep ini diambil dari kepercayaan lokal bahwa memotret foto dapat mencuri jiwa yang dipotret. Singkatnya developer Digital Happiness sangat cerdik dalam merepresentasikan kultur Indonesia dan membuat gameplay yang kreatif dan menantang.
Namun, tampaknya developer Indonesia lainnya tidak belajar dari kesuksesan Dreadout. Banyaknya perusahaan developer game Indonesia yang gulung tikar menjadi bukti bahwa pengembangan game bukanlah bisnis yang menjanjikan di Indonesia.
Faktor utamanya bisa saja dari dana yang masih mengandalkan dana pribadi. Selain dana, kurangnya ketertarikan konsumen terhadap produk game juga merupakan faktor yang fatal.
Jika sebuah produk tidak bisa memikat perhatian bagaimana uang modal bisa balik? Ketidak menarik sebuah produk game terjadi karena terdapat kesalahan-kesalahan yang tidak sepele. Apa saja sih kesalahan-kesalahan game Indonesia sampai sulit menarik hati konsumen?
1. Kualitas Visual yang Kurang Kompeten
Kebanyakan game Indonesia dikembangakan oleh tim yang kurang berpengalaman. Alhasil, biasanya karakter dalam game yang mereka buat terkesan kaku dan tidak terlihat bergerak dengan natural. Pemain Indonesia sudah terbiasa dimanjakan dengan visual game luar yang sangat mulus.
Game dalam negeri akan sangat sulit memikat perhatian konsumen dengan visual yang seadanya. Hal ini biasanya bisa diatasi dengan membuat desain karakter yang sederhana sehingga pergerakan terbatas setidaknya tidak terlihat aneh.
Namun, beberapa developer entah mengapa masih memaksakan menggunakan karakter model yang terkesan terlalu realistik. Padahal semakin realistik model dalam game semakin banyak pula detail yang harus diperhatikan dan semakin rumit. Seandainya ada pemain Indonesia yang menyukai kualitas visual seadanya seperti itu pasti hanya karena mau mendukung karya dalam negeri bukan murni tertarik.
2. Konsep Game yang Tidak Menarik
Biasanya pecinta game memandang visual dari game terlebih dahulu kemudian memperhatikan jalan permainan dari game. Jika unik dan menantang langsung dimainkan tak kenal waktu. Sebenarnya jalan permainan yang sederhana bisa dinikmati tanpa membosankan jika dieksekusi dengan baik. Banyak game yang sudah meraih kesuksesan fantastis dengan jalan permainan yang sederhana.
Namun, sepertinya banyak developer Indonesia justru salah mengartikan permainan sederhana.
Biasanya developer Indonesia tidak mau mengambil risiko jadi mereka membuat game dengan jalan permainan yang interaksinya tidak banyak dan hanya diulang-ulang. Boleh sederhana tetapi jika tidak ada hal lain yang ditawarkan game akan terasa sangat membosankan. Akhirnya produk game dipandang seperti dibuat dengan malas.
3. Terlalu Terinspirasi, Ujungnya Malah Tidak Kreatif
Tidak ada salahnya terinspirasi dengan game yang sudah populer. Malah sebaiknya dalam membuat game lebih baik terinspirasi dengan hal-hal yang menjadi faktor pendukung kesuksesan game dari game-game terkenal. Akan tetapi, jika sebagian besar aspek dalam game terlalu terinspirasi malah akan terlihat plagiarisme atau bisa saja terlalu generic.
Game yang terlalu terinspirasi kesannya seperti berusaha membuat ulang game yang sudah populer. Konsumen akan berpikir “Untuk apa saya memainkan game ini jika sudah ada game lain yang sudah jelas sukses dan menjanjikan”.
Jika konsumen sudah memiliki pemikiran seperti ini sulit untuk konsumen tertarik dengan game yang ditawarkan.
4. Harga yang Tidak Sesuai dengan Kualitas
Memang membuat game tidak murah. Butuh modal yang sangat besar dalam membuat sebuah game yang berkualitas. Akan tetapi, bukan berarti developer bisa seenaknya menetapkan harga produk game tanpa memperhatikan kualitas yang ditawarkan.
Beberapa game Indonesia yang menggunakan US dollar dalam menerima pembayaran. Jika di convert ke dalam Indonesia Rupiah harga game menjadi sangat mahal. Tidak ada salahnya mempersiapkan produk untuk bisa go Internasional tetapi jika pemain lokal saja keberatan membayar bahkan tidak tertarik untuk membayar apa lagi game luar.
Banyak game buatan negeri yang justru lebih popular di luar negeri seperti Dreadout. Namun, jika kualitasnya tidak jelas malah mempermalukan negeri sendiri. Sebaiknya, dibuat untuk pemain lokal dulu, diterima kritiknya, ditingkatkan kualitasnya, baru berani go internasional.
5. Terlalu Memaksa Menyaingi Game Luar
Kesalahan yang paling fatal dalam membuat game adalah terlalu berharap bisa menyaingi game luar. Kemampuan developer Indonesia dalam membuat game masih jauh dengan developer luar. Mulai dari dana, SDM, hingga ide dalam pembuatan game Indonesia masih tertinggal jauh.
Jika terlalu memaksakan, produk game akan terasa tidak ada jiwa atau seni yang dituangkan. Tujuan utama sebuah game adalah membuat bahagia konsumen di waktu luang mereka bukan menyaingi game lain.
Itulah kesuksesan salah satu game karya anak bangasa dan kesalah-kesalahan game dalam negeri yang bisa dikatakan cukup fatal. Meskipun begitu, kita sebagai warga Indonesia memang sangat dianjurkan mendukung produk dalam negeri. Jangan memainkan game dalam negeri secara ilegal dan mulai mendukung developer dengan membayar hasil karya mereka.
Developer juga sebaiknya menerima semua kritikan dan saran demi kemajuan. Pantang menyerah dalam membuat game dan terus memajukan kualitas produk adalah kunci kesuksesan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H