Mohon tunggu...
linni marito Simanjuntak
linni marito Simanjuntak Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiwa-relawan kemanusiaan-penulis dadakan

untuk saat ini bingung mau nulis bionya apaa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Prespektif Hukum Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual Verbal Studi Kasus Cat Calling Mahasiswa Universitas Andalas

21 Desember 2024   13:08 Diperbarui: 21 Desember 2024   13:08 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

catcalling adalah sebuah istilah yang merujuk pada suatu bentuk verbal yaitu siulan atau komentar yang bertujuan untuk mencari perhatian namun dengan memberikan perhatian kepada atribut-atribut seksual tertentu sehingga perbuatan ini termasuk dalam kategori pelecehan seksual. Catcalling biasanya terjadi di tempat umum dan dilakukan oleh orang asing yang tidak saling kenal. Chhun (2011) mengidentifikasikan catcalling sebagai: penggunaan kata-kata yang tidak senonoh, ekspresi secara verbal dan juga ekspresi non-verbal yang kejadiannya terjadi di tempat publik, contohnya: di jalan raya, di trotoar, dan perhentian bus. Secara verbal, catcalling biasanya dilakukan melalui siulan atau komentar mengenai penampilan dari seorang wanita. Ekspresi nonverbal juga termasuk lirikan atau gestur fisik yang bertindak untuk memberikan penilaian terhadap penampilan seorang wanita (Chhun, 2011). Dalam Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, ada tiga jenis pesan verbal yaitu: verbal vokal, verbal visual, verbal vokal-visual. Pada vokal adalah ketika pesan verbal disampaikan menggunakan suara (secara vokal). Pada visual adalah ketika mengucapkan serangkaian pesan verbal tidak hanya menggunakan sebatas ucapan tetapi juga menggunakan visualisasi agar visual tersebut juga dapat dilihat atau bahkan didengar menggunakan telinga oleh penerimanya. Pada vokalvisual adalah pengucapan kata-kata atau rangkaiannya menggunakan vokal dan dibantu lagi dengan adanya visualisasi (Liliweri, 2009). Jenis-jenis pesan verbal yang disampaikan oleh pelaku catcalling kepada korbannya ada beberapa macam diantaranya; dalam bentuk nada misalkan suara kecupan, suara ciuman dari jauh, atau siulan, Yang kedua, komentar, biasanya mengomentari bentuk tubuh, atau secara kalimat tidak melecehkan tetapi dikatakan dengan tujuannya melecehkan, misalnya salam. Ada juga yang terang-terangan mengatakan hal yang vulgar mengenai korban.Selain itu pandangan yang terus menerus dilakukan oleh pelaku terhadap korban adalah suatu pelecehan seksual karena menyebabkan korban tidak nyaman karena di pandang dari ujung kaki hingga ujung kepala.Selain itu pemahaman Masyarakat mengenai cat calling sebagai tindak pelecehan seksual masih sangat rendah.Hal ini disebabkan karena Masyarakat menganggap ini sebagai bentuk candaan dan pujian yang memang dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dikalangan Masyarakat sehingga Masyarakat menganggap fenomena tersebut bukan hal yang perlu mendapat perhatian khusus.Menurut Budi Wahyuni fenomena ini langgeng di Masyarakat karena ada budaya patriarki yang masih kuat di kalangan Masyarakat.Hal ini ia sampaikan dalam wawancara,"Iya. Pewajaran dan pelanggengan budaya patriarki tadi. Budaya patriarki itu kan ingin memposisikan laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Ini kan sudah menciptakan relasi kuasa yang satu tinggi, yang satu rendah. Nah, salah satu akar dari kekerasan termasuk kekerasan seksual. Pelecehan seksual bagian dari kekerasan seksual adalah relasi kuasa yang timpang. Jadi, relasi kuasa yang timpang akan melahirkan itu, melecehkan, merendahkan, menyerang atribut seksual tertentu, menyerang harkat martabat perempuan gitu loh."

Karena itu kita perlu menganalisis apa sebenarnya faktor dibalik Tindakan cat calling ini.Berdasarkan dari hasil penelitian yang saya lakukan diperoleh data bahwa 70% mahasiswa menjawab bahwa fenomena cat calling itu terjadi akibat objek dari cat calling ini disebabkan oleh cara mereka berpakaian.Hampir 71% Perempuan di dunia adalah korban pelecehan seksual secara verbal.Apa sebenarnya pengaruh pakaian ini terhadap perilaku cat calling? 

Dari perspektif mahasiswa yang saya wawancarai mereka menganggap bahwa berpakaian adalah faktor utama dari fenomena ini karena dapat memunculkan visual berbau porno dalam otak pelaku.Sedangkan Wanita dengan pakaian tertutup cenderung mendapat perlakuan yang lebih Istimewa.Hal inilah yang mendorong Tindakan cat calling tersebut.Kebanyakan dari pelaku cat calling adalah orang yang mempunyai fantasi tinggi terhadap hal yang berbau seksual disamping orang yang mengalami kelainan jiwa seperti gila dan orang yang pernah menjadi korban dari pelecehan seksual sejak dini.Sedangkan sisanya menjawab bahwa faktor dari fenomena cat calling itu bukanlah dari cara berpakaian melainkan ini adalah budaya patriarki yang masih berkembang di Masyarakat.Dimana pelaku melakukan Tindakan cat calling sebagai Upaya menunjukkan jati dirinya sebagai laki-laki.Sebagai pendukung dari fakta ini adalah bahwa Wanita yang menggunakan pakaian tertutup bahkan menggunakan cadar sekalipun masih sering mendapat perlakuan cat calling tersebut.Survai menunjukkan bahwa 62.224% Wanita korban cat calling adalah Wanita dengan pakaian tertutup.Namun dengan adanya stigma dari Masyarakat dengan ujaran "pantes aja di cat calling pakaiannya aja kayak gitu!!" Dengan adanya stigma dari Masyarakat membuat korban cat calling merasa tidak nyaman dan tidak percaya diri untuk melapor.Hal ini juga dipengaruhi dengan kebiasaan Masyarakat yang terlalu menormalisasikan tindakan ini sehingga korban yang ingin melapor dianggap aneh oleh Masyarakat karena terlalu memperdulikan hal sepele yang bahkan tidak memberikan dampak negatif yang besar terhadap korban menurut Masyarakat.Dari fakta inilah mengapa pelaku cat calling itu masih banyak hingga hari ini.Banyak korban yang enggan untuk melapor sehingga para pelaku tidak jera karena tidak mendapat tindakan dari para penegak hukum.Padahal perilaku catt calling itu sendiri memberikan dampak yang cukup serius seperti dampak psikologis.. Catcalling tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga psikologis, menyebabkan rasa tidak aman, stres, dan rendahnya harga diri pada korban. Hal ini menunjukkan bahwa catcalling merupakan masalah serius yang harus ditangani dengan pendekatan yang lebih luas daripada hanya sekadar menyalahkan cara berpakaian.

Masalah selanjutnya adalah bagaiamana cara hukum dalam menangani fenomena cat calling ini?Sebagai masalah yang semakin menjadi perhatian publik, catcalling membutuhkan penanganan serius melalui pendekatan hukum.

Hukum memiliki peran strategis dalam memberikan perlindungan kepada korban dan menindak pelaku catcalling. Di Indonesia, meskipun budaya patriarki masih cukup kuat, langkah-langkah hukum untuk menangani pelecehan seksual, termasuk catcalling, sudah mulai berkembang. Salah satu tonggak penting adalah pengesahan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang mengatur berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk pelecehan verbal.

1. Memberikan Kepastian Hukum

Hukum berperan memberikan kepastian bahwa catcalling merupakan tindakan yang melanggar norma sosial dan hukum. Sebelum adanya regulasi seperti UU TPKS, catcalling sering dianggap sebagai "hal sepele" dan tidak memiliki konsekuensi hukum. Namun, dengan adanya pasal-pasal yang mengatur pelecehan verbal, seperti dalam UU TPKS, tindakan ini kini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dengan ancaman hukuman. Kepastian hukum ini penting untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan perlindungan kepada korban.

2. Melindungi Hak dan Martabat Korban

Hukum dirancang untuk melindungi hak-hak dasar manusia, termasuk martabat dan keamanan korban pelecehan. Mekanisme hukum memberikan ruang bagi korban untuk melaporkan kejadian catcalling tanpa takut direndahkan atau disalahkan. Dalam konteks UU TPKS, korban catcalling memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan selama proses hukum, seperti akses ke pendampingan hukum, anonimitas, dan pemulihan psikologis.

3. Mengedukasi dan Mengubah Pola Pikir Masyarakat

Hukum juga berfungsi sebagai alat pendidikan sosial. Ketika undang-undang diterapkan dengan tegas, masyarakat menjadi lebih sadar akan bahaya catcalling dan dampak buruknya terhadap korban. Pendidikan hukum ini perlu didukung oleh kampanye publik dan sosialisasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan media massa. Misalnya, kampanye kesadaran gender dapat membantu mengurangi normalisasi catcalling di masyarakat yang masih menganggap tindakan tersebut sebagai "candaan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun