Mohon tunggu...
saraf hila
saraf hila Mohon Tunggu... -

berjalan untuk sebuah pengalaman dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Money

swasembada beras

28 Maret 2013   08:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:06 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

yang lain pada bahas hukum, yang satunya bahas politik, yang satunya bahas negara, yang satunya bahas penegak hukum, yang lainnya bahas apa saja yang berkaitan dengan hukum dan politik.

pada kesempatan kali ini kita bahas saja bagaimana INDONESIA tercinta ini menjadi negeri yang SUBUR, MAKMUR, GEMAH RIPAH LOH JINAWI, MA JAO RO MANTIKA RASO, MA MOSO RO MA WATI HIDO (yang hijau dan yang cantik, yang bersih mengkilap dan tidak kelaparan; dua kalimat terakhir artinya kira-kira seperti itu).

mungkin kita masih ingat, ketika dahulu kita berjaya pada dunia pertania, kita meng-eksport beras dan padi kita ke luar negeri utamanya kawasan ASEAN, bahkan kawasan EROPA dan US pernah kita kirimkan beras dari hasil pertanian kita, bahkan ada lagu yang sempat tenar dahulunya "bukan lautan, tapi kolam susu, padi dan yang lainnya pasti akan tumbuh di negeri ini" kira-kira seperti itulah sajaknya.

pada tahun 1985, kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang memproduksi padi (beras) dengan jumlah yang sangat melimpah ruah sehingga menyabet peringkat pertama nasional untuk produksi padi 2 ton untuk setengah (1/2) hektar, itu bukan hanya cerita tapi itu adalah kenyataan.

ketika anda bertandang ke rumah masyarakat yang bertempat tinggal di kelurahan-kelurahan diatas (dodu I, dodu II, kodo I, Kodo II, lampe dan nungga) anda akan melihat bapak rumah tangganya sedang berjabat tangan dengan presiden soeharto di istana negara yang di dampingi oleh ibu tien soeharto di belakangnya, merupakan sebuah penghormatan tersendiri bagi masyarakat tersebut ketika bisa berjabat tangan dengan sorang kepala negara apalagi di abadikan dengan kamera (karena dulu sangat jarang memiliki kamera sendiri).

sampai sekarang cerita tersebut masih bergulir di masyarakat kelurahan tersebut, bagaimana cara makannya mereka dengan bapak presiden, bagaimana cara jalannya ketika menghadap bapak presiden, bagaimana tutur katanya dengan presiden sampai-sampai bagaimana cara bersin di depan presiden , semuanya di tata ulang oleh satu orang, namanya ABDULLAH H. IBRAHIM.

Dahulu, padi andalah di kelurahan tersebut adalah padi GORA (Gogo Ranca), yang merupakan varietas padi ladang dengan buji super, di persawahan masyarakat menanam padi jenis IR, baik itu yang 45 atau yang 66 namun hasil yang IR 45 agak keras maka ada sebagaian petani yang mencampur antara padi IR45 dengan 66 ketika sudah menjadi beras dan hasilnya adalah nasi yang super duper nikmat pulannya.

Itu dahulu, sekarang?

itulah yang menjadi pertanyaan sekarang, setiap propinsi yang ada di Indonesia Raya ini sudah tidak ada lagi yang namanya petani padi, padahal banyak yang menanam padi di samping menanam yang lainnya, lantas padi-padi yang di olag menjadi beras tersebut kemana perginya, apakah dimakan hantu atau di makan tikus.

sekarang aneh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun