Papua merupakan salah satu pulau yang besar berada di bagian timur Indonesia, terdapat dua provinsi di pulau ini yaitu provinsi Papua dan provinsi Papua Barat. Setelah kemerdekaan Indonesia, Papua masuk sebagai bagian dari NKRI dimana Papua diserahkan oleh pemerintah Belanda  melalui UNTEA (United Nations Temporary Executives Authority) tetapi sejak kemerdekaan masyarakat Papua masih mengalami penderitaan dan gejolak yang membuat batin orang Papua terluka.  Permasalaahan yang terjadi bagi masyarakat Papua bukan saja dari bagian pemerintah pusat tetapi juga dari pemerintah daerah dimana sangat terlihat penyalahgunaan kekuasaan seperti korupsi  yang mengakibat kesenjangan dan ketertinggalan
Konflik yang terjadi di Papua berakar dari sebuah ketidakadilan yang bersumber dari ketidakmerataan distribusi hasil-hasil pembangunan ekonomi yang dijalankan oleh orde baru. Proses ketidakmerataan distribusi hasil-hasil pembangunan ekonomi ini pada akhirnya terlembaga menjadi sebuah upaya pemiskinan yang sifatnya terstruktur dan permanen apakah itu memang disengaja atau secara otomatis konsep pembangunan ekonomi yang dijalankan dan sekaligus berfungsi sebagai sebuah ideologi negara mau tidak mau harus lebih memperhatikan kebutuhan pusat daripada daerah sebagai sumber kekuatan dana pembangunan (Rathgeber, Theodor, 2006, h. 52).
Sejak rezim orde baru yang berakhir pada tahun 1998 membuat konflik ini semakin menjadi-jadi hingga keinginan untuk memerdekakan diri semakin intenisif. Hal ini membuat pemerintah paska rezim orde baru berupaya keras untuk memikirkan sebuah solusi alternatif bagi penyelesaian konflik yang terjadi di Papua. Tidak hanya itu dunia Internasional semakin mendesak kepada pemerintah Indonesia untuk dapat melihat konflik ini sebagai hal yang serius, sehingga segala pendekatan Militer yang dianggap menjadi solusi paling tepat dengan mengedepankan cara-cara dan tindakan- tindakan kekerasan oleh aparat keamanan, perlahan-lahan ditarik dari tengah-tengah masyarakat Papua.
 Dalam hal ini Pemerintah Indonesia mulai menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih elegan dan terhormat seperti pendekatan politik dalam konteks domestik dan pendekatan diplomasi atau negosiasi dalam konteks mempengaruhi dunia Internasional dengan maksud agar dunia Internasional tetap mengakui bahwa Papua merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah mencari cara agar dapat meminimalisir konflik di Papua, sehingga Pemberian Otonomi Khusus merupakan pilihan yang diambil. Dimana melihat otonomi khusus ini diberikan bagi beberapa daerah khusus dan istimewah seperti Aceh, Yogyakarta, Jakarta dan Papua.
Apakah Otsus sebagai jalan keluar bagi konflik Papua?
Indonesia merupakan Negara yang menganut demokrasi desentralisasi atau penggunananya otonomi daerah. Pengertian Otonomi Daerah adalah suatu kewenangan yang diberikan kepada daerah tertentu sebagai daerah yang dapat mengatur sendiri aturan di dalam daerahnya. Namun tetap berada dalam wilayah kekuasaan NKRI,.
Otonomi daerah telah menjadi bagian dari sistem pemerintahan nasional. Undang-Undang tentang pemerintah daerah diatur berdasarkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004. Undang-Undang tersebut menggantikan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah.
Pasangan dari Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 adalah Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah. Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 menggantikan Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 yang juga dianggap tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah.
Pemerintah pusat memberikan suatu kebijakan khusus bagi Papua yaitu Otonomi Khusu Papua atau sering disebut Otsus. Kebijakan otonomi khusus Papua yang diundangkan melalui UU 21/2001,pada November 2001 silam, Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.
Pemberian kewenangan tersebut dilakukan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua dapat memenuhi rasa keadilan, mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat, mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan menampakkan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Asli Papua mempunyai banyak perbedaan yang penting dan mendasar, dibandingkan dengan UU otonomi daerah yang berlaku untuk daerah - daerah lainnya. Undang-undang ini adalah kompromi politik yang sangat penting dan mendasar dan memang dimaksudkan untuk merespon tuntutan kemerdekaan di Papua.