Media elektronik memegang peranan paling depan dalam proses pemusnahan kearifan lokal seperti bahasa. Secara langsung generasi kita "dipaksa" untuk mengkooptasi diri dalam lingkaran budaya bahasa yang dikelirukan.Â
Mengikuti artis Betawi yang elu gue, atau  Cinta Laura , Farah Quin, atau artis lain yang menginggriskan bahasa Indonesia.  Ini sebuah kecelakaan.
Ratusan bahasa daerah yang ada di Indonesia, kian terancam punah. Diperkirakan ada sekitar 746 bahasa daerah, tapi yang berhasil dipetakan oleh Balai Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ada 594 bahasa daerah.Â
Dari 400 lebih bahasa daerah yang berhasil dipetakan, jumlah penutur yang lebih  dari satu juta orang hanya ada 13 bahasa.  Bahasa Jawa memiliki penutur terbanyak.Â
Meskipun begitu, ancaman kepunahan tak bisa dihindarkan karena secara perlahan anak-anak muda sudah enggan menggunakan bahasa Jawa (Suara Pembaharuan).Â
Bahasa Sunda juga tergolong bahasa yang terancam punah. Konon sudah banyak warga atau para pemuda khususnya yang meninggalkan bahasa Sunda. Lain lagi dengan Sumatera Selatan , ancaman kepunahan bahasa daerah belum terlalu mengkhawatirkan. Berbagai bahasa daerah yang ada di daerah itu masih banyak penuturnya.Â
Secara aktif komunitas Palembang, Komering, Kayuagung, Enim dan Lintang masih menggunakan bahasa lokal untuk berkomunikasi. Nusa Tenggara Barat memiliki fenomena kebahasaan yang berbeda.Â
Ragam bahasa daerah tercatat hingga puluhan jenis. Akibatnya, pemerintah kesulitan untuk memilih bahasa mana yang akan dibina.(Republika)
Faktor Kepunahan Bahasa Lokal
Kepunahan sebuah bahasa disebabkan oleh banyak faktor . Pertama : Jumlah penutur. Semakin sedikitnya jumlah penutur bahasa lokal adalah penyebab utama sebuah kepunahan bahasa.Â
Saat ini banyak bahasa lokal yang penuturnya hanya para orang tua. Anak muda cenderung malu berbahasa lokal (Tirto). Kedua : Peran Orang Tua.Â