Baru-baru ini kabar mengejutkan datang dari masyarakat ekonomi kelas menengah, di mana dalam lima tahun terakhir mereka yang berada di kelas ini terus mengalami penurunan yang signifikan.Â
Proporsi kelas menengah di tahun 2024 (17,13%) lebih rendah dibandingkan 2019 (21,455) dan dengan jumlah penurunan hampir mencapai 10 juta orang dalam lima tahun terakhir.
Hal ini semakin parah ketika badai PHK yang terjadi di sepanjang tahun 2024 ini. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah mengungkapkan bahwa terdapat tren peningkatan jumlah PHK di tahun 2024. Sepanjang Januari hingga Agustus saja terdapat setidaknya 46.240 PHK dan angka ini diprediksi akan terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun.
Dari satu permasalahan ini saja dapat menumbuhkan permasalahan lainnya. Misalnya seperti daya beli masyarakat, di mana selama empat bulan berturut-turut (Mei-Agustus 2024) Indonesia terus mengalami deflasi.Â
Para ekonom mengungkapkan bahwa deflasi yang terjadi bukan menggambarkan penurunan harga atau kelebihan pasokan suatu komoditi, tetapi ini merupakan sinyal bahwa daya beli masyarakat sedang melemah.
Apalagi jika sudah dikaitkan dengan kelas menengah sebagai motor utama konsumsi dalam sebuah negara, penyusutan kelompok menengah yang terjadi dan diikuti dengan daya beli yang melemah menjadi pertanda bahwa perekonomian ini sedang tidak baik-baik saja dan pemerintah perlu lebih memperhatikan isu ini dengan lebih serius.
Sehingga fenomena yang terjadi dalam masyarakat kelas ekonomi menengah ini dapat dikatakan menjadi "alarm berbahaya" bagi perekonomian Indonesia. Ini menunjukkan bagaimana pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negeri ini hanya menguntungkan segelintir kelompok elit semata, sementara mayoritas masyarakat mengalami stagnasi atau bahkan penurunan kesejahteraan.
Masyarakat kelas menengah ini bukan hanya menjadi penyumbang utama dalam konsumsi rumah tangga Indonesia secara agregat saja, tetapi juga penyumbang terbesar dalam penerimaan pajak di negeri ini. Pada tahun 2023 lalu, kelas menengah Indonesia menyumbang setidaknya 50,7% penerimaan pajak.
Riset yang dilakukan oleh LPEM FEB UI mengungkapkan fakta yang cukup menyediahkan, di mana ketika kelas ekonomi menengah dapat dikatakan 'menopang' pertumbuhan ekonomi negara tetapi di sisi lain mereka justru kelompok yang paling 'minim' merasakan pertumbuhan yang terjadi tersebut.