Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa inovasi dan solusi teknologi perlahan bisa membuat petani dapat lebih cerdas dalam membuat perencanaan tanam dan pola tanam sehingga dapat memaksimalkan produksi yang juga akan berdampak pada peningkatan pendapatan dari petani itu sendiri.
Di Indonesia terdapat salah satu start-up yang melakukan inovasi digital yang bisa menjadi solusi bagi permasalahan yang dihadapi para petani sayur ini yaitu aplikasi bernama 'Ciptani'.Â
Aplikasi buatan anak bangsa ini dirancang untuk membantu petani dalam menglola pola tanam yang meliputi perencanaan, prediksi cuaca, data harga pasar, varietas tanaman yang cocok pada kondisi setempat, monitoring panen, dan terkoneksi langsung dengan pasar.
Dengan berbagai fitur tersebut, petani dapat mengambil keputusan dalam bertanam yang dibarengi dengan perencanaan yang matang berdasarkan berbagai aspek penting tersebut.Â
Sehingga pemanfaatan teknologi melalui aplikasi Ciptani ini diharapkan mampu menghindari kesalahan dalam memilih jenis komoditas yang akan ditanam secara bersamaan dalam jumlah besar, yang dianggap sebagai salah satu penyebab utama dari oversupply yang terjadi di pasaran.
Saat ini Ciptani sudah mewadahi dan membantu ribuan petani. Banyak petani yang terbantu dalam mengambil keputusan berdasarkan berbagai informasi dan data terkini tentang pola tanam hingga kondisi harga di pasaran, sehingga akhirnya petani dapat melakukan diversifikasi tanaman yang lebih sesuai dengan permintaan pasar.
Kemudian ketika petani mampu meminimalisir oversupply yang terjadi dengan pemanfaatan teknologi ini, maka produksi hasil sayuran yang mereka tanam dapat dijual dengan harga yang sesuai atau bahkan lebih baik di pasar yang tidak jenuh. Dengan hal ini juga diharapkan bisa selaras dengan kesejahteraan petani yang dapat meningkat juga.
Pemanfaatan teknologi seperti aplikasi Ciptani ini memang tidak mudah untuk diaplikasikan pada semua petani yang ada di negeri ini, mengingat bagaimana kondisi literasi dan akses terhadap teknologi sendiri tidak merata di berbagai daerah bahkan pelosok Indonesia.Â
Belum lagi berbenturan dengan kebiasaan dan budaya dari petani yang mungkin sudah terbiasa dengan metode tradisional untuk bertani dan menjual hasil panennya. Tentunya untuk mengubah hal ini memerlukan waktu yang tidak sebentar dan usaha yang ekstra agar mereka dapat mengerti tentang manfaat dari teknologi tersebut untuk mendukung kegiatan mereka dalam bertani.
Tidak menutup kemungkinan, aplikasi 'Ciptani' ini bisa menjadi contoh inovasi dan solusi teknologi yang bisa menjadi opsi menjanjikkan di masa yang akan datang. Mungkin dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, para petani nantinya dapat menerima pemanfaatan teknologi ini sebagai solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang mereka hadapi.