Ketika seorang mahasiswa terpilih dalam program IISMA ini, maka mereka akan mendapatkan berbagai fasilitas untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut seperti biaya kuliah, biaya hidup, hingga asuransi kesehatan selama mengikuti program ini.
Sayangnya program memiliki reputasi yang tidak baik di kalangan mahasiswa maupun masyarakat. Program ini sering kali dianggap salah sasaran karena dalam beberapa kasus, meskipun mahasiswa berprestasi dan memiliki segudang prestasi, namun para pendaftar tetap dilakukan pelacakan 'kemampuan finansial' sehingga ini yang kemudian seolah menjadi tolak ukur 'keberhasilan' dari mahasiswa yang terpilih.
Sehingga ini akhirnya menjadi sebuah stigma khususnya dalam lingkungan mahasiswa terkait program IISMA ini. Banyak dari mereka yang menganggap bahwa program ini hanya bisa dijangkau oleh mahasiswa-mahasiswa dari kalangan ekonomi menengah atas saja.
Warganet di media sosial juga sering kali membahas para penerima program IISMA yang kedapatan lebih banyak agenda "jalan-jalan" dibandingkan dengan studinya. Oleh karena itu, publik merasa bahwa program ini hanya membuang-buang uang negara untuk membiayai mahasiswa yang justru melenceng dari wacana 'memperbaiki kualitas pendidikan'.
Selain itu, jika kita melihat urgensi dari program ini seperti tidak terlalu jelas dampaknya bagi negara. Memang Kemendikbudristek menggarisbawahi program IISMA ini sebagai program untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pengalaman, hingga jaringan global, tetapi dengan waktu hanya satu semester (6 bulan) rasanya tujuan itu terlalu besar untuk waktu yang terbilang singkat.
Berbeda dengan program beasiswa untuk S1 (4 tahun) atau LPDP untuk S2 & S3 (2-4 tahun), dengan durasi studi yang lebih lama maka output yang dihasilkan akan memiliki probabilitas yang lebih tinggi atau unggul.
Apalagi jika program beasiswa ini diberikan pada mahasiswa-mahasiswa unggulan yang berkuliah di kampus-kampus top dalam maupun luar negeri, dapat dipastikan bahwa negara turut berkontribusi dalam mencetak sumber daya manusia berkualitas yang dapat berkontribusi dalam pembangunan negeri ini.
Kabar terbaru menyatakan bahwa dengan anggaran sebesar kurang lebih Rp 400 M dalam periode 2020-2022, jumlah peserta yang berpertasipiasi dalam program tersebut di tahun 2022 berjumlah 2.513 mahasiswa. Perlu diingat juga bahwa anggaran untuk program IISMA ini merupakan anggaran terbesar diantara program Kampus Merdeka lainnya.
Mari kita coba berandai dengan menggunakan pemisalan hitungan kasar dari anggaran IISMA tersebut. Anggap saja untuk lulus dari perguruan tinggi top dalam negeri, estimasi total biaya pendidikan (S1-S2) per mahasiswa sebesar Rp 200-400 juta atau perguruan tinggi top luar negeri dengan estimasi total biaya pendidikan (S1-S2) Rp 1-5 miliar.
Maka dengan anggaran sebesar Rp 400 M ini, pemerintah dapat menyekolahkan kurang lebih 100-2000 mahasiswa yang dapat berpotensi besar untuk menjadi SDM unggulan dan tentunya dapat menguntungkan negara jika mereka berkontribusi dalam pembangunan negara ini.Â
Dari pemisalan ini saja kita bisa melihat mana penyaluran anggaran yang memiliki output yang jelas dan bias. Program-program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) ini sebenarnya memiliki tujuan yang baik, namun untuk apa program-program ini dilakukan apalagi dengan anggaran ratusan miliar tetapi jurang ketimpangan pendidikan di negeri ini masih terlihat jelas nyata di depan mata.