Hal ini juga yang kemudian seolah melahirkan persepsi masyarakat terhadap pembaca buku fiksi seperti novel seperti; bentuk escapism atau pelarian dari realitas. Memang situasi ini tidak bisa dihindari karena pada saat itu buku keilmuan memang menjadi sumber utama yang berguna bagi kehidupan masyarakat.
Yang mengejutkan adalah di era kemajuan teknologi saat ini, stigma terhadap novel sebagai buku bacaan tidak penting pun tetap ada dalam masyarakat. Cukup disayangkan karena di saat banyak orang yang mulai tidak tertarik dengan membaca buku, mereka yang gemar membaca novel masih mendapat respon sinis dalam lingkungannya.
Menurut survey yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas), dalam lima tahun terakhir tingkat kegemaran membaca (TGM) masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan yang berarti.Â
Meskipun angka indeks TGM yang diraih masih dalam kategori sedang, namun peningkatan yang terjadi memunculkan potensi semakin banyaknya masyarakat yang gemar membaca.
Sebenernya fakta ini menunjukkan bahwa kita perlu menjaga kebiasaan kegemaran membaca ini. Namun, data ini tidak sejalan dengan kenyataan yang ada ketika membaca buku kemudia dibatasi dengan "penting atau tidaknya" buku tersebut.
Misalnya persepsi bahwa membaca buku yang benar itu harus buku keilmuaan, selanjutnya pertanyaan yang muncul adalah 'apakah semua orang bisa dengan mudah gemar membaca buku keilmuan?'.Â
Semua bisa karena terbiasa, namun untuk menciptakan kebiasaan itu maka seseorang perlu menemukan apa yang mereka sukai sehingga akhirnya menjadi sebuah kegemaran itu sendiri.
Prof. Dr. Ignatius Bambang Sugiharto dalam acara Bandung Readers Festival yang diselenggarakan pada tahun 2020 lalu, menjelaskan lebih lanjut tentang aspek formatif dalam membaca khususnya tentang mengapa membaca buku itu penting untuk menjadikan kita sebagai manusia yang lebih berkualitas dan lebih baik lagi.
Dalam pembahasannya, ia menjelaskan beberapa poin alasan dibalik itu semua, namun yang menarik adalah poin tentang "memperdalam cara pandang/pemahaman, dan memperluas imajinasi". Kemudian dalam pemaparan selanjutnya dibuka dengan sebuah diskusi tentang pro dan kontra masyarakat terhadap novel.
Lebih lanjut lagi Prof.Bambang menjelaskan bahwa novel merupakan rekaman jatuh bangunnya manusia, rekaman kerumitan emosi dan imajinasi, sementara buku pelajaraan atau keilmuan itu berisikan pengetahuan yang bersifat universal.