Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pesona Desa Wisata Penglipuran Bali: Harmonisasi Antara Budaya dan Lingkungan Berkelanjutan

22 Juli 2024   17:39 Diperbarui: 23 Juli 2024   13:00 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali | Foto: kbatur.com

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia terus berusaha untuk menggali setiap potensi yang ada. Dulu saat konsep pariwisata ditemukan oleh Thomas Nugent pada abad ke-18, kegiatan berwisata hanya bisa dilakukan oleh kalangan kelas atas Inggris dan Eropa saja.

Kemudian Thomas Cook pada tahun 1841, mengusung konsep perjalanan pariwisata dengan menggunakan transportasi kereta api yang menawarkan harga yang lebih terjangkau agar dapat diakses oleh semua kalangan. Hingga akhirnya revolusi industri terjadi yang ditandai dengan kemajuan pada sarana transportasi dan memungkinkan semua orang bisa berpergian atau berwisata.

Dunia pariwisata terus mengalami perubahan secara terus menerus bahkan hingga hari ini. Ini yang menjadikan pariwisata bukan lagi hanya sebuah konsep belaka tetapi sebuah "industri" besar yang dapat memberikan nilai ekonomi bagi suatu daerah bahkan negara.

Konsep pariwisata juga terus memberikan hal baru yang menarik untuk dibahas. Konsep awal yang semula hanya sebuah perjalanan sebagai rekreasi, sarana pendidikan, pengenalan budaya saja, tetapi saat ini konsep pariwisata secara spesifik menyasar pada lingkup yang lebih kecil namun memiliki daya tarik yang tak kalah besar dibandingkan pariwisata pada umumnya yang biasa kita kenal.

Salah satu konsep pariwisata yang menarik adalah desa wisata. Dengan mengintegrasikan konsep pariwisata dan kehidupan pedesaan membuatnya sukses menarik perhatian banyak wisatawan karena keunikannya.

Tujuan utama dari konsep desa wisata ini adalah untuk memberdayakan masyarakat desa, melestarikan budaya lokal setempat, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui pariwisata. 

Konsep ini kemudian berkembang untuk bisa memberikan dampak yang lebih besar lagi khususnya terhadap lingkungan, maka lahirlah konsep desa wisata berkelanjutan.

Dengan memadukan konsep pengembangan desa wisata sebelumnya dengan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan, desa wisata berkelanjutan lahir sebagai respon dari dampak negatif dari pariwisata masal seperti degradasi lingkungan hingga terjadinya ketidakadilan ekonomi khususnya pada masyarakat lokal setempat.

Dengan konsep yang menyeluruh dan menargetkan semua aspek seperti masyarakat, ekonomi, kelestarian budaya, dan pelestarian lingkungan, desa wisata berkelanjutan bukan hanya unik dan menarik saja tetapi juga dapat menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan, ekonomi berkelanjutan, dan kesejahteraan sosial masyarakat.

Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf), setidaknya terdapat tujuh desa wisata yang mungsung konsep sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan. Namun, ada salah satu desa wisata berkelanjutan yang saat ini menjadi perhatian dunia karena berbagai keunikannya yaitu Desa Penglipuran yang ada di Bali.

Desa Wisata Penglipuran Bangli (Bali Pos)
Desa Wisata Penglipuran Bangli (Bali Pos)

Menilik Pesona Desa Wisata Penglipuran

Bali sejak dulu dikenal menyimpan banyak sekali keindahan bentang alamnya. Provinsi yang mayoritasnya beragama Hindu ini selalu menjadi destinasi favorit baik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Meskipun animo wisatawan sangat besar untuk berwisata ke Pulau Bali, namun tidak membuat masyarakatnya tergoda akan pengaruh budaya dari luar yang bisa saja perlahan-lahan dapat menghilangkan budaya dan tradisi lokal setempat.

Dengan pegangan yang kuat inilah menjadikan banyak desa-desa tradisional di bali yang masih bertahan dengan keasrian dan kekentalan budayanya yang bahkan banyak menyabet berbagai penghargaan baik nasional maupun internasional.

Salah satunya adalah Desa Penglipuran, salah satu desa adat yang terletak di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Desa yang terletak kurang lebih 45 kilometer dari pusat Kota Denpasar ini memiliki luas mencapai 112 hektar dan dihuni oleh 245 KK dengan jumlah penduduk berkisar 1.100 orang lebih.

Melansir dari laman Dinas Pariwsata dan Kebudayaan Kabupaten bangli, Provinsi Bali, Desa Wisata Penglipuran ternyata sudah ada sejak zaman kerjaan Bangli atau sejak abad ke-13. Konon pada waktu itu, para leluhur awalnya datang dari Desa Bayung Gede, kemudian menetap di darah yang kini disebut sebagai Desa Penglipuran.

Nama 'Penglipuran' sendiri diambil dari kata 'Pengeling Lara', yang memiliki makna sebagai tempat suci untuk mengenang para leluhur. Dan selama ratusan tahun lamanya, Desa Penglipuran telah menjaga adat istiadat nenek moyang secara turun temurun. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menjadikan Desa Penglipuran sebagai desa adat dan wisata sejak tahun 1993.

Hingga saat ini, masyarakat setempat masih melestarikan adat istiadat yang berlaku secara turun-temurun, di mana desa adat ini memiliki aturan yang berlaku yang secara khusus diterapkan di desa tersebut. Aturan tersebut dikenal dengan sebutan 'awig-awig' yang merupakan implemntasi dari filosofi hidup "Tri Hita Karana".

Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali | Foto: kbatur.com
Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali | Foto: kbatur.com

Tri Hira Karana sendiri berkaitan dengan Parahyangan (hubungan antara manusia dan Tuhan), Pawongan (Hubungan antara manusia dan manusia), dan Palemahan (hubungan antara manusia dan lingkungan). Ketiga bagian filosofi ini juga kemudian yang menjadikan Desa Penglipuran menjadi desa adat yang kental akan nilai-nilai dari terciptanya sebuah 'kebahagiaan'.

Desa penglipuran juga terkenal akan tata ruangnya yang unik. Di mana rumah-rumah yang masih menggunakan gaya arsitektur tradisional khas yang diatur secara adat dan terbagi menjadi tiga bagian utama atau yang biasa disebut dengan "Tri Mandala" yaitu tempat suci (Mandala), pemukiman warga yang berjajar di sepanjang jalan utama desa (Madya Mandala), dan area perkubukuran dari masyarakat (Nista Mandala).

Kekentalan budaya ini juga semakin terasa dengan seringnya diadakan rutinitas seperti festival pagelaran budaya dan kesenian yang juga menarik banyak perhatian wisatawan. Misalnya ritual keagamaan 'Ngusaba' yang dilakukan saat menjelang Hari Raya Nyepi hingga festival budaya akhir tahun yang menawarkan berbagai parade seni budaya dan pakaian adat bali.

Selain itu, Desa Penglipuran juga menawarkan berbagai kegiatan ekowisata dan edukasi yang menarik bagi wisatawan. Di mana, wisatawan bisa belajar tentang  pertanian organik, tanaman obat tradisional, hingga praktek-praktek keberlanjutan lingkungan yang diterapkan oleh masyarakat desa setempat.

Anak-anak di Desa Penglipuran, Bali ( Shutterstock/Reca Ence AR)
Anak-anak di Desa Penglipuran, Bali ( Shutterstock/Reca Ence AR)

Bukan hanya terkenal melalui kekentalan budayanya saja, Desa Penglipuran juga dikenal sebagai salah satu desa terbersih di dunia. Bukan tanpa sebab, selain karena masyarakatnya yang masih memegang teguh tadisi dan adat "Tri Hira Karana", tetapi juga masyarakat setempat sudah terbiasa menerapkan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recyle) dalam keseharian mereka.

Dalam pengelolaan sampah, masyarakat Desa Penglipuran memilah sampah yang dilakukan hampir disetiap rumah, melakukan kegiatan pengomposan secara kolektif, hingga rutin dalam pengungutan sampah dan daur ulang. Selain itu, desa ini juga memiliki sistem pengelolaan air yang baik untuk memastikan ketersediaan air bersih bagi setiap masyarakatnya.

Semua kebiasaan ini tak lepas dari pendidikan lingkungan sejak dini tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan pengelolaan sampah yang benar. Pendidikan lingkungan ini juga dibarengi dengan pemahaman adat istiadat "Palemahan" yaitu menjaga keharmonisan antara manusia dan lingkungan.

Maka tidak mengeherankan jika Desa Penglipuran meraih berbagai penghargaan baik itu dari dalam maupun luar negeri seperti Kalpataru, Indonesia Sustainable Tourism Award, hingga Top 100 Sustainable Tourism versi GGDD.

Desa Penglipuran bukan hanya menawarkan kelestarian budaya yang sudah dilakukan sejak turun temurun hingga saat ini, tetapi juga praktik-praktik masyarakatnya dalam melestarikan lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun