Kembali lagi bahwa persepsi lulusan dari universitas terkemuka akan berbanding lurus dengan kualitasnya. Sementara mereka yang lulus dari kampus biasa atau bahkan kampus swasta di berbagai daerah akan dianggap memiliki kualitas yang jauh dari standar yang ditetapkan bahkan tanpa memberikan kesempatan bagi mereka untuk menunjukkan kualitasnya.
Pada akhirnya hal-hal ini yang menciptakan hierarki dalam tatanan sosial. Sudah bukan dalam ranah akademis atau dunia kerja saja, tetapi status sosial dalam masyarakat yang menjadi identitas diri yang menggambarkan layak atau tidaknya seseorang untuk mendapatkan sebuah kesempatan emas.
Jika berharap stigma ini hilang dalam tatanan kehidupan sosial ini, rasanya hampir tidak mungkin. Tetapi ini dapat menjadi sebuah dorongan besar bagi semua kampus untuk dapat meningkatkan kualitasnya dari berbagai aspek agar memiliki value baik dalam pandangan akademik maupun dunia kerja.
Dan kita sebagai mahasiswa atau alumni dari kampus yang dianggap biasa tidak perlu patah semangat. Mungkin ini yang akan membedakan kita dengan para mahasiswa dan alumni kampus terkemuka karena kita harus berkali-kali lipat berusaha tanpa mengandalkan "nama kampus" untuk menunjukkan kelayakan atau kualitas diri kita.
Ingat, bunga teratai tetap tumbuh subur dengan bunganya yang cantik bahkan di kolam yang kotor dan penuh lumpur. Tidak perlu merasa berkecil hati, karena setiap tekad dan usaha kita akan bernilai sama atau bahkan lebih daripada itu meskipun bersekolah atau lulus dari kampus yang dianggap "biasa" saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H