Elise Brezis dalam tulisannya "Elitism in Higher Education and Inequality: Why Are the Nordic Countries So Special?" menjelaskan bahwa elitisme dalam pendidikan perguruan tinggi adalah kesenjangan antara universitas elit (terkemuka) dan universitas biasa.
Di sebagian besar negara, lulusnya seseorang dari perguruan tinggi akan terbagi menjadi dua bagian yaitu lulus dari universitas bergengsi, atau lulus dari universitas biasa atau universitas lokal (daerah).Â
Ini menunjukkan bagaimana elitisme dalam pendidikan menciptakan sebuah kasta dalam lingkungan masyarakat khususnya dalam bidang akademik.
Elitisme akademik ini kemudian lahir menjadi sebuah konsep pemikiran atau sikap bahwa institusi pendidikan tertentu dan individu yang terkait di dalamnya (mahasiswa, dosen, alumni) lebih unggul atau superior dibandingkan dengan yang lain.
Beberapa aspek yang menjadikan elitisme dalam akademik ini semakin tumbuh subur hingga saat ini adalah ketika universitas tertentu dianggap memiliki kualitas pendidikan yang jauh lebih baik dibandingkan yang lain, seleksi masuknya yang sulit, fasilitas dan sumber daya yang mumpuni, hingga jaringan alumni yang kuat dan berpengaruh.
Di balik pandangan kualitas pendidikan, mahasiswa, dosen, hingga alumninya, namun yang memprihatinkan dari fenomena elitisme dalam pendidikan ini adalah lahirnya ekslusivitas dan diskriminasi dalam lingkungan masyarakat khususnya bagi mereka yang dianggap "tidak layak" untuk ada berada di kampus tersebut.
Fenomena baru-baru ini melalui cuitan salah satu warganet soal ketidaksenangannya melihat mahasiswa S2/S3 yang kerap kali melakukan hal-hal yang dianggapnya berlebihan, kemudian dilabeli dengan istilah "bukan mahasiswa original" dari kampus tersebut.Â
Dengan kata lain mereka hanya dianggap sebagai mahasiswa dari kampus "biasa" yang melanjutkan pendidikannya di kampus terkemuka dan bukan bagian dari kampus tersebut.
Maka tidak mengherankan jika terdapat istilah pure blood atau darah murni yang menggambarkan jenjang pendidikan seseorang baik itu S1 atau hingga S2 bahkan S3 yang ditempuh di kampus yang sama. Sehingga mereka dianggap berdarah murni karena dari awal hingga akhir memiliki identitas sebagai mahasiswa atau lulusan dari kampus terkemuka tersebut.
Istilah ini biasanya muncul di kalangan para mahasiswa dan alumni dalam menyoroti mereka yang berasal dari kampus biasa yang melanjutkan studinya di kampus-kampus termuka. Ini kemudian yang akhirnya menjadi justifikasi dalam dunia akademik maupun dunia kerja dalam hal kualitas diri seseorang.
Berbicara tentang dunia kerja, bahkan stigma pure blood dan elitisme akademik ini tetap ada dan justru lebih spesifik. Di mana terdapat beberapa perusahaan besar maupun start-up yang hanya ingin menyaring kandidat calon karyawan dari universitas-universitas terkemuka saja.