Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perempuan di Garis Depan Pembangunan Berkelanjutan: Sang Inisiator Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Indonesia

15 Juni 2024   11:19 Diperbarui: 15 Juni 2024   11:20 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tri Mumpuni sudah menerangi 65 desa terpencil di Indonesia. (Foto/Kompas.com).

Sejak zaman dahulu, berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat terkadang menciptakan sebuah batasan-batasan yang secara gamblang membedakan antara kedua 'gender' yang ada yaitu laki-laki dan perempuan.

Dalam hal ini bukan persolan mengenai bentuk fisik atau tanggung jawab khusus yang membedakan diantara keduanya, tetapi sebuah batasan yang membuat salah satu pihak tidak mendapatkan keadilan di dalam masyarakat.

Perempuan lebih sering mendapatkan ketidakadilan itu dibandingkan dengan laki-laki. Tentu jika kita menjabarkan semua mengenai pandangan budaya hingga posisi perempuan di dalam masyarakat, sepertinya tidak akan cukup satu buku tebal untuk bisa mendeskripsikannya secara detail.

Contoh paling sederhana tentang stigma perempuan ini adalah sosoknya yang kerap kali dianggap lemah. Dari satu stigma ini saja, dapat menyebabkan rentetan ketidakadilan yang terjadi terhadap posisi perempuan di dalam masyarakat. 

Pada akhirnya perempuan sering kali diberikan batasan pada akses pendidikan, kesempatan kerja, politik, bahkan dalam lingkup kecil seperti di dalam keluarga sekali pun.

Oleh karena itu, peran ini akhirnya lebih identik dengan laki-laki karena stigmanya yang dianggap lebih kuat dan mampu untuk melakukan hal-hal tersebut dibandingkan perempuan. Maka tidak mengherankan jika stigma ini kemudian terus berkembang dari masa ke masa bahkan hingga saat ini.

Ada sebuah film berjudul "Hidden Figure" yang juga merupakan kisah asli dari para perempuan hebat yang bekerja di NASA, menjadi salah satu gambaran penting bagaimana perempuan yang bahkan memiliki kemampuan dan kapabilitas yang tinggi sekali pun masih sulit untuk memiliki posisi penting di dalam dunia sains dan teknologi.

Meskipun kental akan sarat nilai toleransi karena isu rasisme, namun film tersebut telah berhasil menunjukkan bagiamana perempuan-perempuan hebat yang ada di NASA memiliki kesempatan yang sama dengan para ilmuan hebat lainnya dan mampu mengambil peran penting dalam sejarah antariksa Amerika Serikat.

Saat ini dunia sedang gencar melakukan berbagai cara agar bisa menciptakan keberlangsungan hidup umat manusia. Salah satunya adalah dengan mengusung berbagai kegiatan yang berhubungan dengan energi terbarukan dan pembangunan berkelanjutan, dengan tujuan agar meminimalisir kerusakan lingkungan dan dapat menjaga kelestariannya.

Untuk mewujudkan itu semua maka diperlukan sosok-sosok yang tidak hanya memiliki kemampuan dalam bidang tersebut saja, tetapi juga memiliki dedikasi untuk bisa menjalankan misi lingkungan tersebut. Baik laki-laki maupun perempuan, siapa pun memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menjaga lingkungan.

Indonesia memiliki banyak sosok penting dalam gagasan pembangunan berkelanjutan, salah satunya adalah perempuan hebat bernama Tri Mumpuni dengan inisiasinya dalam teknologi pembangkit listrik tenaga mikrohidro-nya yang sudah banyak diaplikasikan di berbagai daerah terpencil di Indonesia, dan telah memberikan dampak yang besar tidak hanya pada lingkungan tetapi juga kesejahteraan masyarakat lokal.

TNI bantu warga buatkan pembangkit listrik dari kincir air. handout/puspen tni
TNI bantu warga buatkan pembangkit listrik dari kincir air. handout/puspen tni

Mengenal Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)

Jika kita tarik pada benang sejarah, inovasi pertama dalam memanfaatkan air sebagai sumber energi dilakukan pertama kali di China pada masa Dinasti Han antara tahun 202 SM dan 9 M. Pada saat itu alat pemukul digerakan oleh roda air yang dipasang secara vertikal yang digunakan untuk menumbuk, mengupas, dan menghancurkan biji-bijian.

Ketersediaan tenaga air juga telah lama dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Richard Arkwright mendirikan Cromford Mill di Derment Valley pada tahun 1771, yaitu pabrik pertama di dunia dan menjadi salah satu contoh awal dari revolusi industri.

Comford Mill ini memproduksi berbagai jenis kain terutama kain katun, dan untuk memintal kapas sebagai salah satu bahan baku produksinya, tenaga air merupakan sumber energi yang digunakan untuk menggerakan mesin-mesinnya di dalam pabrik.

Revolusi industri ini juga yang kemudian berkembang menjadi inisiasi lahirnya teknologi tutrbin air pada pertengahan abad ke-19. Di mana pada tahun 1827, seorang insiyur Prancis bernama Benoit Fourneyron mengembang turbin yang mampu menghasilkan energi yang setara dengan 6 tenaga kuda.

Kemudian pada tahun 1849, insinyur Inggris-Amerika bernama James Francis mengembangkan turbin air modern pertama yaitu turbin Francis yang menjadi turbin air yang paling banyak digunakan di dunia hingga saat ini. 

Dan pada tahun 1870-an, seorang penemu asal Amerika, bernama Lester Allan Perlton mengembangkan roda pelton, sebuah turbin air impuls, yang dipatentkan pada tahun 1880.

Proyek pembangkit listrik tenaga air pertama di dunia dilakukan untuk menyalakan satu lampu di sebuah rumah di pedesaan Cragside, Northumberland, Inggris, pada tahun 1878. 

Hingga akhirnya seiring dengan berjalannya waktu, empat tahun kemudian pembangkit listrik pertama yang melayani konsumen pribadi dan komersial dibuka di Wisconsin, Amerika Serikat. Dan hanya dalam satu dekade saja, ratusan pembangkit listrik tenaga air telah beroperasi dan terbesar di seluruh penjuru Amerika Serikat.

Mengacu pada inisiasi pada teknologi turbin air pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), melahirkan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). Di mana secara cara kerja serupa karena sama-sama memanfaatkan energi kinetik air untuk menghasilkan energi listrik, namun yang membedakan hanya pada skala, lokasi, infrastruktur, dan dampak lingkungan.

Skala PLTMH biasanya memiliki kapasitas yang lebih kecil dibandingkan degan PLTA. Dalam hal ini berhubungan dengan rancangan PLTMH yang dibuat secara sederhana dan biasanya diperuntukan untuk wilayah daerah pedesaan terpencil, sehingga dari daya watt yang dihasilkan akan jauh lebih kecil juga.

Dari segi lokasi, PLTMH sering kali di bangun di sungai-sungai atau aliran air yang lebih kecil dan terpencil, berbeda dengan PLTA yang dibangun di sungai-sungai besar atau bendungan yang memiliki aliran air yang lebih besar dan stabil.

Karena PLTMH memiliki skala yang lebih kecil, maka biasanya dari segi infrastruktur yang dibutuhkan akan lebih sederhana dibandingkan PLTA. Di mana dengan infrastruktur yang lebih sederhana, maka biaya pembangunannya juga akan jauh lebih rendah.

Dan yang terakhir dari sisi dampak lingkungan, PLTMH juga cenderung memiliki dampak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan PLTA. Ini sebabkan karena ukuran proyeknya yang lebih kecil dan sederhana, serta penggunaan air yang lebih sedikit, sehingga membuat resiko terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan juga sama kecilnya.

Tri Mumpuni sudah menerangi 65 desa terpencil di Indonesia. (Foto/Kompas.com).
Tri Mumpuni sudah menerangi 65 desa terpencil di Indonesia. (Foto/Kompas.com).

Sosok dibalik inisiasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Indonesia

Tri Mumpuni merupakan sosok perempuan hebat yang merupakan seorang ilmuan dan aktivis lingkungan yang berada di garis depan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, melalui inisiasinya dalam membentuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di berbagai daerah terpencil di Indonesia.

Perempuan kelahiran 6 Agustus 1964 itu, bahkan telah dianggap sebagai seorang pemberdaya listrik yang sudah memberikan cahaya bagi lebih dari 60 lokasi terpencil yang ada di Indonesia dan mendapatkan penghargaan Asheden Awards pada tahun 2012 lalu atas dedikasinya tersebut.

Ide awal pembangunan PLTMH ini berangkat dari seringnya Tri Mumpuni bersama suaminya yang sering kali berkeliling ke desa-desa dan melihat sumber air yang melimpah namun belum ada kabel distribusi listrik di lokasi tersebut. Sehingga muncullah sebuah ide untuk memanfaatkan sumber daya air yang melimpah tersebut sebagai sarana PLTMH.

Setelah melalui proses panjang mulai dari perizinan dari pihak terkait dan masyarakat setempat, pembangunan, hingga pemeliharaannya, Tri Mumpuni mampu memanfaatkan sumber daya air yang ada untuk bisa menghasilkan listrik dan menerangi berbagai desa-desa terpencil di Indonesia.

Sosok Tri Mumpuni bukan hanya seorang inisiator yang memimpin pembangunan PLTMH ini saja, tetapi juga beliau bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk memastikan bahwa pembangkit listrik tersebut dapat beroperasi dengan efisien dan berkelanjutan sehingga mampu memberikan dampak positif terhadap masyarakat.

Tidak hanya sampai disitu saja, dengan membangun organisasi non-pemerintah bernama Institut Bisnis dan Ekonomi (IBEKA) yang dengan komitmen besarnya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan keadlian energi dari desa untuk Indonesia, semakin memberikan dampak yang lebih besar lagi terhadap masyarakat lokal.

Melalui program pemberdayan masyarakat, pendidikan dan pelatihan, pengembangan ekonomi lokal, hingga kegiatan advokasi kepada masyarakat lokal untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya energi terbarukan dan pembangunan berkelanjutan.

Membuat sosoknya bukan hanya lebih dari sekedar perempuan yang hebat saja, tetapi sebagai tokoh penting dalam menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik.

Kita bisa belajar melalui beliau, bahwa berkontribusi kepada masyarakat itu harus menyeluruh. Pembangunan PLTMH memang bermanfaat karena mampu menyediakan pasokan listrik kepada masyarakat, tetapi bagaimana beliau memikirkan agar masyarakat dapat lebih maju dan sejahtera lagi secara berkelanjutan melalui program-program pemberdayaan masyarakat tersebut.

Stigma tentang perempuan itu lemah sudah jelas dihancurkan oleh sosok Tri Mumpuni ini. Beliau membuktinya bagaimana perannya sebagai perempuan yang berdiri tegak di garis terdepan dalam pembangunan berkelanjutan, yang telah memberikan manfaat untuk masyarakat di daerah-daerah terpencil di Indonesia saja, tetapi inisiasinya mampu memberikan dampak yang besar bagi negara bahkan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun