Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ibadah Kurban dan Kemandirian Ekonomi Umat

14 Juni 2024   00:36 Diperbarui: 15 Juni 2024   02:23 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Umat Islam pada dasarnya memiliki kalendernya tersendiri yang disebut dengan kalender hijriyah. Sama seperti bulan pada umumnya karena terdiri dari 12 bulan dan masing-masingnya memiliki istilah penamaan yang berbeda-berbeda.

Namun dari keduabelas bulan yang ada pada kalender Islam, setidaknya terdapat empat bulan yang dianggap sebagai bulan agung atau istimewa yaitu Bulan Muharram, Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Rajab.

Bulan Muharram memiliki keistimewaan karena sebagai pertanda tahum baru dalam Islam. Bulan Rajab, identik dengan peristimewa Isra Mi'raj yang kemudian juga banyak umat Islam yang menjadikannya sebuah tradiri untuk merayakan dan mengambil pesan-pesan penting di dalamnya. Lalu Bulan Dzulqa'dah yang merupakan bulan yang menjadi awal dari musim Haji.

Dan yang terakhir ada bulan Dzhulhijjah yang memiliki keistimewaan luar biasa karena sebagai momentum penyempurnaan rukun Islam yang kelima bagi seluruh umat Islam yang mampu yaitu ibadah haji, serta perayaan Idul Adha yang sarat akan makna dari pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, hingga sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah yang memiliki keutamaan besar dalam Islam.  

Namun dari semua keistimewaan yang ada pada Bulan Dzhulhijjah, perayaan Idul Adha bukan hanya dianggap memiliki makna yang mendalam saja, tetapi juga sebagai bagian dari proses umat muslim dalam membentuk rasa kepedulian kepada sesama.

Idul Adha akan identik dengan ibadah kurban yaitu pemotongan hewan ternak seperti kambing-domba atau sapi-kerbau, dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengandung nilai sosial yang besar. Di mana momen besar ini akan ditandai juga dengan pembagian hasil dari pemotongan kurban ke berbagai lingkungan masyarakat.

Ini menunjukkan bagaimana perayaan Idul Adha bukan hanya memiliki nilai-nilai keislaman yang kuat, namun juga memiliki dampak yang besar pada kehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Sehingga ibadah kurban yang dilakukan pada Idul Adha juga bisa dianggap sebagai cara untuk memperkuat kemandirian ekonomi umat.

Sumber: Bangkapos.com/Andini Dwi Hasanah  
Sumber: Bangkapos.com/Andini Dwi Hasanah  

Mengenal istilah "Ekonomi Kurban"

Ibadah kurban yang dilakukan umat Islam di seluruh dunia lebih sering dimaknai dalam dimensi agama saja karena makna yang dalam tentang pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Namun siapa sangka bahwa ibadah kurban ini memiliki makna dalam dimensi lainnya yang salah satunya adalah dimensi ekonomi.

Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, CA. dan Tim melalui buku dengan judul "Ekonomi Kurban" lebih lanjut menyoroti bagimana dimensi ekonomi yang ada pada ibadah kurban ini. 

Aspek ekonomi dalam ibadah kurban menjadi suatu hal yang penting karena momentum Idul Adha ini bukan hanya sebagai rutinitas setahun sekali saja tetapi memiliki dampak jangka panjang yang bisa diambil.

Dampak tersebut dapat dirasakan baik bagi muzakki (pemberi) kurban maupun mustahik (penerima) daging kurban. Jika dihitung berdasarkan estimasi, setidaknya perputaran uang yang terjadi pada hewan kurban nasional ini bisa mencapai Rp 10 triliun dalam satu hari. 

Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan perputaran tersebut, kegiatan ibadah kurban ini mampu menggerakan turbin ekonomi kerakyatan nasional sekaligus memberdayakan masyarakat.

Selain itu, ibadah kurban sebagai rutinitas tahunan ini juga secara tidak langsung dapat memotivasi umat untuk bisa melakukan ibadah tersebut. Sehingga ini bisa menimbulkan efek positif pada seseorang untuk mengubah posisinya dari mustahik menjadi muzzaki. Dengan itu juga dapat mengindikasikan bahwa jumlah kemiskinan relatif akan menurun.

Dalam taraf minimal, ibadah kurban juga dapat memperbanyak cakupan bantuan kepada masyarakat miskin dan memperoleh keadilan gizi. 

Oleh karena itu, dengan melihat efeknya hanya dalam satu kali pelaksanaan saja (ketika Idul Adha), menunjukkan bahwa dampak ekonominya sangat besar dan berpotensi menghasilkan multiplier effect juga dalam jangka panjang.

Secara umum, dampak ekonomi dari pelaksanaan ibadah kurban ini setidaknya memiliki empat implikasi utama, yaitu supply and demand, ketahanan ekonomi, ketahanan pangan, serta produktivitas ekonomi.

Ibadah kurban yang melibatkan herwan kurban menciptakan permintaan (demand) yang tinggi terhadap hewan kurban tersebut bahkan memiliki kecenderungan untuk terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu seiring dengan pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kesaran masyarakat untuk menunaikan ibadah kurban.

Sehingga kemudian untuk memenuhi permintaan itu, maka akan tercipta penawaran (supply) yang dalam hal ini berhubungan dengan para peternak yang mampu menyediakan hewan kurban untuk menyuplai pelaksanaan ibadah kurban tersebut.

Maka dari itu, perlu adanya perhatian pemerintah agar dapat menyeimbangan antara supply dan demand tersebut agar tidak mempengaruhi kenaikan harga yang tak wajar.

Pelaksanaan ibadah kurban juga bisa dijadikan sebagai instrumen untuk menaga kesembangan perekonomian domestik khususnya dalam menghadapi tekanan krisis global. Di mana pelaksanaan ibadah kurban ini akan melibatkan pasokan hewan kurban nasional yang merupakan hasil dari produksi dalam negeri melalui industri peternakan rakyat.

Pada dimensi ketahanan pangan, ibadah kurban yang rutin dilakukan setahun sekali ini juga dapat membantu memperkuat ketahanan pangan nasional melalui tambahan pasokan daging siap konsumsi bagi para kaum dhuafa.

Meskipun sifatnya temporer, tetapi daging kurban yang terkumpul dan dibagikan kepada berbagai kelompok masyarakat setidaknya diharapkan mampu meningkatkan konsumsi daging per kapita masyarakat yang saat ini baru mencapai 2,25 kilogram per kapita per tahun (menurut data OECD dan FAO).

Untuk bisa memelihara dampak ekonomi dari ibadah kurban ini agar tidak hanya sebagai momentum setahun sekali saja, Baznas melalui program Zakat Community Development (ZCD) yang merupakan pengembangan zakat masyarakat yang terdiri dari kombinasi antara zakat dengan kurban.

Melalui program ini, skema dasar yang digunakan adalah ibadah kurban namun secara dimensi menggunakan ibadah zakat. Program ini bersifat pemberdayaan kaum dhuafa sehingga bersifat kontinyu (berkelanjutan) dalam arti tidak hanya membantu warga miskin kemudian selesai begitu saja. Karena misi utamanya adalah mendukung dan memotivasi agar kaum dhuafa mampu merubah posisinya dari mustahik menjadi muzakki.

Potensi ekonomi dari ibadah kurban di Indonesia 

Melalui ekonomi kurban kita tahu bagimana ibadah kurban ini ternyata tidak hanya memiliki nilai dimensi agama saja tetapi juga dimensi ekonomi. Dan ternyata melalui pelaksanaan kegiatan ibadah kurban ini juga memiliki potensi ekonomi yang besar dan mampu memberikan dampak jangka panjang bagi masyarakat dan negara.

Sumber: Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS),
Sumber: Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS),

Menurut data dari Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), nilai ekonomi pada pelaksanaan ibadah kurban di Indonesia selama 5 tahun terakhir terus konsisten mengalami peningkatan. Bahkan potensi ekonomi pada kurban tahun 2024 ini dirpoyeksikan mencapai Rp 28,2 triliun yang berasal dari 2,16 juta pekurban atau shahibul qurban.

Ini juga menunjukkan adanya kenaikan potensi ekonomi kurban dari tahun 2023 ke tahun 2024 sebesar kurang lebih Rp 3,7 triliun. Selain itu, perkurban pada tahun 2024 juga mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 2,08 juta  menjadi 2,16 juta pekurban atau meningkat sebesar 80 ribu perkurban pada tahun 2024 ini.

Tiara Mutiara, seorang peneliti IDEAS juga menambahkan bahwa dari 2,16 juta keluarga muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi shahibul qurban, mengasilkan setidaknya kebutuhan akan hewan kurban seperti kambing-domba sekitar 1,21 juta ekor dan sapi-kerbau sekitar 587 ribu ekor.

Selain itu dengan mengasumsikan berat kambing-domba antara 20-80 kg dengan berat karkas 41% dan berat sapi-kerbau antara 250-750 kg dengan berat karkas 57%, maka potensi ekonomi kurban 2024 dari sekitar 1,79 hewan ternak sapi-kerbau-kambing-domba setara dengan 117,2 ribu ton daging.

Dengan proyeksi ekonomi sebesar itu, harapannya ibadah kurban ini mampu memberikan minimal empat implikasi utama seperti yang ada pada teori ekonomi kurban, yaitu supply and demand, ketahanan ekonomi, ketahanan pangan, serta produktivitas ekonomi. 

Selain itu juga diharapkan rutinitas tahunan dalam ibadah kurban ini juga mampu menciptakan kemandirian ekonomi umat sehingga mampu mandiri secara ekonomi maupun pangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun