Hingga akhirnya sate berkembang hingga saat ini dengan sajian dan olahan yang berbeda-beda dan terbesar di berbagai wilayah nusantara. Konsep penyajian tetap sama yaitu dengan cara memotong daging kecil-kecil, ditusuk, dan kemudian dibakar, namun dengan bumbu marinasi yang berbeda, disajikan dengan saus yang berbeda, yang lahir dan dikembangkan oleh masyarakat lokal.
Lalu, bagaimana dengan sejarah lahirnya sate maranggi?
Mengutip dari jurnal penelitian yang ditulis oleh Irvan Setiawan yang berjudul "Sate Maranggi: Kuliner Khas Kabupate Purwakarta" lebih lanjut lagi menjelaskan bagaimana awal mula lahirnya sajian hidangan sate legendaris tersebut.
Lahirnya sate maranggi ini memiliki beberapa versi teori yang berbeda. Karena dalam hal ini melihat sejarah panjang lahirnya sate di Indonesia, memungkinkan berbagam sate yang tersebar di berbagai daerah memiliki kesamaan baik dari segi bahan hingga cara atau proses penyajian.
Yang kemudian menjadi pertanyaan mengapa disebut dengan nama "sate maranggi"?. Nama maranggi sendiri mengurucut pada seorang penjual sate maranggi yang ada di Kecamatan Plered, Purwakarta. Saat itu ada penjual sate bernama "Mak Anggi" yang berjualan sekitar tahun 1960-an.
Ia berjualan sate dengan menggunakan tenda di daerah tempat tinggalnya yaitu Desa Cianting. Sate yang dijual beliau pun tersohor di daerah tersebut. Karena banyak masyarakat yang menyukai sajian hidangan makanannya, akhirnya banyak orang yang lebih mengenalnya dengan sebutan "sate Ma Anggi".
Kemudian dengan seiiring berjalannya waktu pelafalan tersebut berubah dengan adanya penambahan huruf R dan menjadi "Maranggi" untuk memudahkan dalam mengucapkannya.
Sate pada umumnya pertama kali dikenal dengan bahan berupa daging domba, namun sate maranggi berasal dari Kecamatan Plered, Purwakarta ini hadir dengan variasi sate yang berbeda karena menggunakan bahan daging sapi atau kerbau.
Penggunaan daging domba pada sajian hidangan sate biasa, terjadi karena melihat dari sisi 'nilai ekonominya". Di mana domba sendiri memiliki jangka waktu beranak pinak lebih cepat sehingga banyak peternak yang senang memilihara domba tersebut.Â
Tidak hanya bisa menjual dagingnya, kulit domba juga merupakan salah satu bahan kulit yang bernilai tinggi yang menjadi bahan dari industri fashion.