Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Penerima KIP-K Banyak yang Salah Sasaran, Kok Bisa?

2 Mei 2024   20:34 Diperbarui: 3 Mei 2024   08:20 1450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dapat mengakses pendidikan saat ini merupakan sebuah privilege. Ini menunjukkan bahwa tidak semua orang dapat merasakan dan mengenyam pendidikan dengan mudah. 

Maka ketika kita memiliki kesempatan untuk bisa sekolah bahkan hingga ke jenjang perguruan tinggi, sudah selayaknya kita patut bersyukur dan menjalaninya dengan serius hingga lulus.

Di balik itu semua, tak sedikit persepsi masyarakat kita yang masih menganggap pendidikan sebagai sebuah ilusi semata. Mulai dari pemikiran kuno bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan berada di dapur, hingga anak-anak muda zaman sekarang yang menganggap bahwa mereka yang kuliah hanya sebatas "pengangguran dengan gaya".

Maka dengan pemikiran-pemikiran tersebut tidak mengherankan jika pendidikan di negeri ini tertinggal 128 tahun. Ini semua juga bisa digambarkan melalui survey PISA yang diselenggerakan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) pada tahun 2023 lalu yang menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 68 dari 81 negara dalam hal pendidikan.

Sumber: Katadata.co.id
Sumber: Katadata.co.id

Lebih lanjut lagi, Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 lalu menjelaskan bahwa hanya ada 10,15% penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang sudah menamatkan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Jumlah penduduk Indonesia berkisar 280 juta jiwa, artinya hanya 28 juta penduduk saja yang bisa mengenyam bangku perkuliahan hingga tamat.

Dapat dikatakan bahwa hanya segelintir orang saja yang bisa menikmati pendidikan ke jenjang perguruan tinggi hingga lulus dan menyandang gelar sarjana. 

Permasalahan ini terjadi karena dua hal yaitu, akses ke fasilitas pendidikan yang biasanya berhubungan dengan biaya dan perspektif masyarakat tentang pendidikan.

Namun dalam banyak kasus yang terjadi biasanya berhubungan dengan biaya sehingga akhirnya tidak bisa mengakses pendidikan tersebut. Dalam hal ini masyarakat sudah berkeinginan untuk bisa sekolah pada jenjang perguruan tinggi tetapi tidak sanggup atau memiliki biaya.

Oleh karena itu, di Indonesia sendiri terdapat beberapa pilihan untuk menangani permasalahan tersebut. Mulai dari sistem UKT di perguruan tinggi negeri berdasarkan pendapatan orang tua, beasiswa bidikmisi, hingga yang terbaru ada Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang dikhususkan untuk para mahasiswa yang membutuhkan bantuan dana pendidikan.

Apa itu kartu Indonesia pintar (KIP)?

Kartu Indonesia Pintar (KIP) merupakan salah satu program unggulan Presiden Joko Widodo. Kartu ini dikeluarkan dan diresmikan bersamaan dengan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) pada November 2014 lalu.

Program dari ketiga jenis kartu ini ditujukan untuk 15,5 juta masyarakat miskin yang dilakukan secara bertahap. Anggaran yang dikeluarkan untuk program ini adalah Rp 6,44 triliun yang diambil dari anggaran Bantuan Sosial Kementerian Sosial dan dengan target awal menyasar 1,28 juta masyarakat miskin dalam peluncuran pertamanya.

Program KIP sendiri akan menyasar kepada 19 juta siswa kurang mampu yang sebelumnya terdaftar sebagai penerima Bantuan Siswa Miskin (BSM). Jika penerima program BSM ini hanya pada jenjang SD-SMA, sasaran dari penerima KIP lebih luas lagi karena setiap anak sekolah usia 6-21 tahun baik yang telah bersekolah maupun yang belum terdaftar di sekolah akan menerima bantuan ini jika sesuai dengan kriteria.

Untuk pendistribusian KIP ini mulai dilakukan secara bertahap ke seluruh Indonesia pada tahun 2015. Hingga akhirnya pada tahun 2016, pemerintah terus berupaya memperluas sasaran penerima KIP tersebut agar bisa menjangkau lebih banyak anak-anak yang kurang mampu yang ingin mengenyam pendidikan.

Pada tahun 2016, pemerintah menargetkan kurang lebih 17,9 juta penerima manfaat KIP. Dan setidaknya terdapat 13,6 juta siswa dari berbagai jenjang pendidikan sudah menikmati manfaat KIP ini sejak tahun 2015.

Ilustrasi - berapa lama kuliah? (Medcom)
Ilustrasi - berapa lama kuliah? (Medcom)

Kasus viral penerima KIP-K banyak yang salah sasaran

Pendidikan di perguruan tinggi saat ini sudah bisa diibaratkan dengan "produk superior" dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menikmatinya. 

Kita dihadapkan dengan biaya pendidikan perguruan tinggi yang kian hari semakin mahal dan akhirnya ini yang menyebabkan beberapa orang memilih mengurungkan niat mereka untuk melanjutkan pendidikannya.

Namun semua itu akan dikembalikan kepada masing-masing pribadi seseorang. Banyak jalan menuju roma, ketika kita sudah memiliki tekad yang bulat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, maka kita akan mencari berbagai cara untuk bisa mewujudkannya.

Khususnya dalam hal ini di Indonesia, kita memiliki beberapa opsi pilihan untuk bisa mewujudkan impian bersekolah ke jenjang perguruan tinggi dan terkendala masalah biaya. 

Mulai dari beasiswa swasta dari beberapa perusahaan besar hingga bantuan dari pemerintah seperti program bidikmisi dan kartu Indonesia pintar-kuliah (KIP-K).

Sumber: Infografis media sosial Kemendikbudristek
Sumber: Infografis media sosial Kemendikbudristek

Menurut data dari Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Pusiapdik) Kemendikbudristek, saat ini setidaknya sudah ada 985 ribu mahasiswa yang menerima manfaat dari program bantuan KIP-K.

Bantuan ini juga menelan dana anggaran sebesar Rp 13,9 triliun pada tahun 2024, di mana dalam kurun waktu 5 tahun terakhir anggaran tersebut masing-masing selalu mengalami peningkatan di setiap tahunnya.

Ini menunjukkan bagaimana generasi muda saat ini semakin memiliki kesempatan besar untuk bisa mengenyam bangku kuliah, khususnya bagi mereka yang secara finansial tidak mampu.

Baru-baru ini program KIP-K cukup menjadi sorotan warganet di social media X setelah beberapa cuitan dari akun-akun anonim yang mengungkapkan bahwa penerima program bantuan tersebut banyak yang salah sasaran dan terjadi di beberapa perguruan tinggi negeri ternama.

Selain itu, warganet semakin dibuat geram dengan gaya hidup para penerima program bantuan KIP-K yang salah sasaran tersebut karena dinilai hedon dengan menunjukkan aktivitas yang menunjukkan kemewahan. Mulai dari makan di cafe mahal, sering berbelanja dan memiliki berbagai macam barang bermerek, hingga jalan-jalan ke luar negeri.

Dua tahun setelah peluncurannya, KIP sendiri cukup mendapatkan sorotan terkait akurasi dan validitas data. Di mana permasalahan ini terjadi karena penggunaan data dari hasil survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang dilakukan pada tahun 2011 sehingga banyak data yang sudah kedaluwarsa dan memungkinkan terjadinya kesalahan.

Berbeda dengan permasalahan KIP-K, karena permasalahan yang marak terjadi adalah manipulasi data yang dilakukan oleh calon penerima bantuan. Manipulasi data ini dilakukan untuk membuat mereka dapat memenuhi kriteria namun aslinya tidak sesuai dengan kenyataan atau dalam hal ini mereka mampu secara finansial.

Akar permasalahan ini ternyata juga sudah sistematik. Melansir dari beberapa kanal berita, banyak dari mereka melancarkan aksi manipulasi ini dengan menggunakan jasa "orang dalam" seperti pemerintah desa, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam mengeluarkan dokumen yang menunjukkan bahwa seseorang tersebut masuk dalam kategori miskin.

Semua ini semakin diperparah dengan proses seleksi yang tidak melakukan crosscheck kembali terkait validitas dokumen dengan realitas yang ada.

Ini terjadi karena proses seleksi berbasis sistem dan hanya mengunggah dokumen yang dibutuhkan melalui sistem tersebut. Sehingga ini yang membuat awal permasalahan "salah sasaran" muncul dalam penyaluran KIP-K tersebut.

Ironis sekali ketika melihat kasus viral penerima bantuan KIP-K yang salah sasaran yang sedang terjadi baru-baru ini. Melihat mereka yang menyalahgunakan bantuan tersebut untuk gaya hidupnya yang hedonis membuat banyak warganet semakin geram dan memviralkan orang-orang tersebut agar jera dan tidak melakukan perbuatan tercela tersebut.

Banyak masyarakat yang menyayangkan kejadian ini bisa terjadi, terlebih dalam kasus ini juga banyak mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan untuk bisa melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi harus tersingkir akibat dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini.

Harapannya dengan viralnya kasus tersebut, pemerintah khususnya Kemendikbudristek mampu menindaklanjuti, melakukan perbaikan, dan pengawasan terhadap jalannya program bantuan KIP-K ini. 

Sehingga hal-hal seperti penyaluran bantuan yang salah sasaran ini bisa dihindari dan penerima yang berhak bisa mendapatkan keadilannya dan bisa melanjutkan pendidikan di jenjang perguruan tinggi ini hingga tamat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun