Belum lagi Indonesia masih dihadapkan dengan sengketa pemilu yang membuat iklim politik di negeri ini masih saja memanas, hingga harga bahan pangan yang masih belum seluruhnya stabil dan merata, membuat kekhawatiran akan kondisi ekonomi Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang semakin menjadi-jadi lagi.
Menurut data dari Google Finance per tanggal 13 April 2024 yang dibuka pukul 08:18 pagi, nilai 1 US$ adalah Rp 16.117. Padahal sebelumnya nilai tukar rupiah berhasil mencatatkan penguatan dalam perdagangan akhir pekan menyabut libur panjang lebaran pada jum'at lalu tanggal 05 April 2024 di level Rp 15.845.
Namun setelah hari raya idul fitri, nilai tukar rupiah melemah dan terus merosot bahkan hingga melebihi angka Rp 16.000. Melemahnya rupiah ini menurut berbagai pengamat disinyalir berasal dari faktor global, di mana dollar AS mulai menguat di saat kondisi geopolitik dan ekonominya yang tidak menentu.
Tidak hanya datang dari AS saja, China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia juga menghadapi krisis ekonomi khususnya dalam sektor perdagangan dan properti. Di mana nilai ekspor dan impor mengalami penurunan drastis dan kredit macet pada sektor propeti yang melonjak tinggi membuat perekonomian China diperkirakan akan melambat pada tahun ini.
Maka dapat dikatakan bahwa melemahnya rupiah ini tidak terlalu mengejutkan jika dihubungkan dengan dua negara terkuat dalam perekonomian dunia yaitu Amerika Serikat dan China. Menguatnya dollar AS serta melemahnya perekonomian China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia membuat pelemahan terhadap rupiah sangatlah jelas.
Ketika rupiah melemah, maka Indonesia perlu mewaspadai beberapa dampak yang akan dirasakan oleh negara. Salah satu yang paling akan terasa dampaknya adalah kenaikan harga-harga pada barang dan jasa tertentu.
Misalnya dari sisi para pelaku ekonomi atau perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor, akan berpotensi mengalami kenaikan harga bahan baku. Tentunya ini akan menjadi pilihan berat bagi perusahaan di mana mereka harus memilih antara memperkecil margin keuntungan atau menaikkan harga jual kepada masyarakat.
Seperti kita ketahui juga bahwa impor Indonesia terbilang sangat tinggi. Jika kondisi rupiah terus melemah dalam jangka waktu beberapa bulan ke depan, maka kenaikan harga-harga pada barang dan jasa tertentu tidak dapat terhindarkan.
Kemungkin besar akan banyak perusahaan-perusahaan yang akan lebih memilih menaikkan harga dibandingkan memperkecil margin keuntungan agar bisa bertahan di dalam kondisi perekonomian seperti ini.
Jika harga-harga terus mengalami peningkatan, maka inflasi akan lebih nyata berada di depan mata kita. Ketika inflasi meningkat secara drastis, tentu akan berdampak pada menurunnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya daya beli masyarakat. Dan selanjutnya kondisi ini juga akan berdampak secara lebih luas lagi terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
Oleh karena itu, diperlukan langkah yang cepat dan cermat dari pemerintah melalui kebijakan moneternya agar dapat mengendalikan permasalahan ini. Karena hanya melalui intervensi pemerintahlah dampak melemahnya rupiah yang dapat merugikan masyarakat ini bisa diminimalkan.