Ketika berbicara soal kuliner, rasanya tidak akan pernah ada bosannya untuk dibahas. Berbagai macam tren kuliner kekinian yang hadir dan terus mengalami perkembangan secara terus-menerus menjadikannya sebuah topik hangat yang selalu menyenangkan untuk dibicarakan.
Terlebih lagi Indonesia merupakan negara dengan ribuan atau bahkan lebih jenis kuliner nusantara yang tersebar di berbagai wilayah. Masyarakat yang semakin kreatif juga membuat persebaran jenis kuliner ini menjadi beraneka-ragam rupa dan rasanya dengan tujuan agar dapat terus mengikuti tren dan selera masyarakat masa kini.
Maka tidak mengherankan jika bisnis kuliner atau yang dikenal dengan istilah Food and Beverages (F&B) ini masih menjadi sektor bisnis yang mendominasi tren bisnis di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa keterarikan masyarakat terhadap bisnis kuliner dapat dikatakan sangat tinggi hingga dapat melihat sebuah value ekonomi di dalamnya.
Terdapat ribuan bisnis F&B yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Kurang lebih 70% diantaranya masih di dimoniasi oleh restoran atau rumah makan dan sisanya adalah usaha katering dan usaha-usaha lainnya.
Laporan Statistik Penyedia Makanan Minuman yang diterbitkan oleh BPS menunjukkan bahwa bisnis F&B di Indonesia selama 5 tahun (2018-2022) terlihat fluktuatif namun terlihat memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan.Â
Fluktuasi yang terlihat jelas juga dapat dilihat pada periode 2019-2021 yaitu terjadi penurunan hampir 30% akibat dari pandemi Covid-19.
Tetapi angka tersebut mengalami peningkatan di tahun 2022 dan menunjukkan bahwa iklim bisnis usaha F&B di Indonesia yang mulai membaik seriiring dengan selesainya masa pandemi.Â
Dan saat ini, bisnis F&B di Indonesia terlihat mengalami pertumbuhan yang berarti, yang ditandai dengan kemunculan berbagai macam jenis usaha yang bergerak di bidang tersebut.
Beberapa waktu lalu Indonesia cukup dihebohkan dengan adanya konten kritik dari seorang "food vlogger" atau mungkin saat ini lebih banyak dikenal dengan istilah "influencer" yang mengusung tema konten review jujur yang dilakukan pada berbagai jenis usaha F&B yang ada di Indonesia.
Dari sini lah muncul berbagai permasalahan yang terjadi antara sang content creator dan pemilik bisnis. Khususnya dalam hal ini, konten tersebut memang berisi berbagai macam "bad review" atau hal-hal negatif seperti pengalaman tidak menyenangkan yang dirasakan dari sebuah restoran dan kemudian dibagikan dalam bentuk video yang di share melalui akun sosial medianya.
Perbedaan food critic, food blogger, dan food vlogger
Di dalam perkembangan sebuah bisnis F&B tidak hanya membutuhkan sebuah marketing dan promosi yang baik saja tetapi terkadang membutuhkan sebuah validasi dari 'sosok penting'. Di mana sosok ini kemudian yang akhirnya menjadi kunci penting dalam kesuksesan sebuah bisnis F&B.
Salah satu yang bisa menjadi sosok penting itu adalah food critic atau kritikus makanan. food critic sebenarnya adalah seorang penulis yang memiliki spesialisasi dalam memberikan komentar atau penilaian terhadap pengalaman mereka ketika menyantap makanan di sebuah restoran atau tempat makan.
Seorang food critic biasanya akan mengunjungi restoran, mencicipi makanan, yang kemudian akan diulas melalui sebuah tulisan tentang pengalamannya di restoran tersebut. Tidak hanya menilai mengenai rasa pada makanannya saja tetapi tentang segala hal mengenai restoran tersebut seperti suasana restoran hingga pelayanan yang diberikan.
Untuk menjadi seorang food critic sebenarnya tidak memiliki kriteria pendidikan tertentu yang menjadi syarat. Namun yang pasti adalah seorang food critic harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai food and beverages, bahasa dan teknis penulisan yang yang baik, serta memiliki kemampuan komunikasi yang baik juga.
Selain food critic, ada juga istilah "food blogger" atau seseorang yang mempublikasikan mengenai berbagai topik seputar kuliner yang biasanya berupa tulisan dan fotografi di situs web atau platfrom social media. Biasanya konten yang dibuatnya berisi tentang memasak makanan dari resep pribadinya hingga mencicipi berbagai jenis makanan di restoran-restoran tertentu.
Seorang food blogger juga biasanya aktif dan bertindak sebagai pemberi pengaruh sosial terhadap industri F&B yang ada. Mereka juga biasanya lebih "tampil" atau menunjukkan personalitasnya sebagai seorang individu. Namun satu hal keahlian yang diperlukan oleh seorang food blogger adalah keterampilan dalam bidang fotografi yang baik.
Karena konten mereka tidak hanya memberikan sebuah ulasan mengenai seputar kuliner saja, tetapi membagikan visual atau gambar dari sebuah makanan, suasana restoran, hingga bisa membuat personal brandingnya sebagai individu dibalik food blogger ini terlihat lebih menarik dan profesional.
Dan yang terakhir ada "food vlogger". Di era saat ini mungkin banyak masyarakat yang lebih familiar dengan istilah ini. Vlogger sendiri berasal dari kata video blogging. Sehingga food vlogger adalalah seseorang yang memiliki ketertarikan dalam dunia kuliner yang kemudian membagikan ulasannya melalui sebuah konten video dalam durasi waktu tertentu.
Para food vlogger ini biasanya akan mengunjungi berbagai macam restoran berdasarkan pilihan pribadi atau melalui undangan dari restoran atau tempat makan tersebut untuk mencicipinya dan kemudian membagikan pengalaman yang mereka dapatkan melalui sebuah konten video.
Dalam konten video yang dibagikan biasanya mereka akan menunjukkan proses awal pembuatan makanan hingga dihidangkan dengan penyuntingan video yang menarik dan dramatis, kemudian mereka akan menyantap makanan tersebut di depan kamera dan membagikan ulsannya kepada penonton tentang bagaimana rasa makannya, pelayanan, hingga suasana restoran tersebut.
Sama halnya seperti food blogger, untuk menjadi seorang food vlogger dibutuhkan keahlian dan keterampilan dalam bidang fotografi. Karena konten-konten yang dibagikan oleh seorang food vlogger yang berupa video, mengharuskannya memiliki keterampilan tersebut agar bisa menyajikan konten yang menarik bagi penotonnya.
Tren konten kritik ala food vlogger
Di era serba digital ini masyarakat sudah terbiasa berdampingan dengan yang namanya internet. Segala bentuk infromasi saat ini bisa dengan mudah didapatkan melalui internet, begitu juga dalam mencari rekomendasi kuliner lezat baik yang ada di sekitar kita maupun tempat-tempat lainnya.
Food vlogging beberapa tahun ini berkembang cukup pesat di Indonesia. Konten-konten berupa video mengenai berbagai jenis kuliner yang ada di Indonesia dibagikan melalui platform social media seperti Youtube, Facebook, dan Instagram. Perkembangan pesat ini juga didukung oleh peralihan masyarakat yang mulai mencari konten-konten hiburan melalui internet.
Beberapa waktu lalu dunia maya dihebohkan dengan salah satu konten video food vlogging seorang content creator yang membagikan pengalaman tidak menyenangkannya di salah satu tempat makan viral yang ada di Jakarta. Konten ini sebenarnya menuai pro dan kontra di dalam masyarakat hingga akhirnya menjadi bahan perbincangan panas.
Beberapa orang menganggaphal yang wajar karena merupakan hak pelanggan. Namun disisi yang lain ada yang menganggap bahwa hal ini bisa merusak citra bisnis dan membuat tempat makan itu menjadi sepi pembeli dan kemudian gulung tikar akibat konten video kritik tersebut.
Dalam sebuah diskusi warganet di social media, konten video kritik ini sebenernya tidak memiliki esensi "membangun" bagi bisnis kuliner baik itu restoran besar maupun tempat makan kecil yang baru atau sedang merintis.
Terlebih lagi konten video yang dibuat oleh food vlogger tersebut biasanya dilakukan secara tidak transparan sehingga dapat dikatakan juga bahwa pihak pemilik bisnis tidak mendapatkan masukan terkait kritik tersebut diawal namun justru langsung dikemas dalam sebuah video yang dibagikan di berbagai platform social media.
Padahal food vlogger memiliki peran penting dalam menciptakan hubungan yang baik antara pemilik bisnis dan pembeli. Seorang food vlogger juga dapat mempengaruhi sikap dan penilaian pembeli setia ataupun calon pembeli terhadap restoran atau tempat makan tertentu.
Bagaikan maju kena mundur pun kena, saat ini tren konten kritik dari food vlogger memang menjadi serba salah bagi pemilik usaha kuliner. Di satu sisi pemilik usaha kuliner terkadang tidak mengetahui bahwa sang food vlogger mendapatkan pengalaman yang buruk di tempat usahanya.Â
Dan di sisi lain, alih-alih ingin berusaha untuk memperbaikinya melalui sebuah klarifikasi demi mempertahankan citra bisnisnya, namun warganet sudah terlanjur mengecap citra buruk pada tempat usahanya.
Belum lagi melihat respon masyarakat yang akhirnya senang melihat konten kritik ala food vlogger terasebut. Akhirnya ini yang membuat banyak content creator lainnya yang melihat isu ini sebagai sebuah 'ladang bisnis baru', yang mana dengan adanya konten ini dapat menarik banyak perhatian penonton di platform social media.
Seharusnya kehadiran food vlogger ini bukan semata-mata sebagai sebuah 'pekerjaan' yang menjanjikan saja, tetapi dapat menciptakan iklim yang baik di dalam dunia bisnis kuliner.Â
Ketika mendapatkan pengalaman yang tidak baik di sebuah restoran atau tempat makan tertentu, akan lebih baik jika kritik itu diutarakan di tempat secara langsung. Sehingga dapat menjadi masukan yang membangun bagi restoran atau tempat makan tersebut dalam meningkatkan kualitasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H