Apabila kita lihat pola jumlah penderita diabetes tipe 1 di Indonesia, sangat berbeda dengan negara-negara ASEAN lainnya. Di mana di negara-negara lain penderita terbanyaknya berumur 20-59 tahun sementara Indonesia berumur dibawah 20 tahun. Sehingga dari segi risiko dapat dikatakan bahwa Indonesia dihadapkan dengan risiko yang sangat serius.
Salah satu bentuk upaya dalam mengendalikan risiko penyakit diabetes tersebut, pemerintah baru-baru ini akan segera mengesahkan kebijakan pengenaan pajak untuk minuman berpemanis.Â
Langkah ini diambil agar konsumsi gula masyarakat Indonesia sedikit banyaknya dapat dikontrol sehingga dapat menurunkan risiko penyakit diabetes pada masyarakat.
Lalu, apakah itu pajak minuman berpemanis itu?
Minuman berpemanis atau disebut dengan sugar-sweetened beverages/SSBs adalah minuman yang mengandung pemanis tinggi kalori, seperti glukosa (gula), sirup jagung tinggi fruktsoa (HFCS).Â
Minuman berpermanis ini biasa terdapat pada minuman ringan berkarbonasi, minuman berenergi, sirup, dan minuman-minuman kemasan seperti jus buah, teh, kopi, dan susu.
Di berbagai negara, minuman berpemanis ini merupakan sebuah masalah besar yang berdampak signifikan pada kesehatan. kegemaran masyarakat mengkonsumsi minuman berpemanis menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes, karies gigi, dan paling terparah menyebabkan kanker.
Kemudian yang menjadi perhatian besar adalah masyarakat kelompok muda di bawah 20 tahun yang memiliki kecenderungan mengkonsumsi minuman kemasan berlebih.Â
Melihat risiko ini, WHO bersama PBB memberikan perhatian lebih kepada hak para anak-anak untuk mendapatkan gizi yang baik melalui kebijakan "Sugar Sweetened Beverage Taxation"
Sugar Sweetened Beverage Taxation atau pajak minuman berpemanis adalah sebuah kebijakan pengenaan pajak yang bertujuan menjadi sebuah alat untuk mengendalikan konsumsi minuman bepermanis yang mengancam kesehatan.