Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Penggunaan Private Jet di Kalangan Pesohor Dunia: Isu Polusi hingga Carbon Offset

24 Februari 2024   14:49 Diperbarui: 24 Februari 2024   19:53 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: internationalfinance.com (Private Flights & Pollution: The Inside Story)

Memiliki sebuah barang saat ini menjadi sebuah simbol status sosial di dalam masyarakat. Tidak memiliki suatu barang tertentu juga bisa menjadi sebuah tolak ukur posisi kita di dalam kehidupan bermasyarakat.

Contoh persepsi yang saat ini banyak generasi muda milenial dan Gen Z tau soal posisi status sosialnya dalam pergaulan adalah misalnya dengan memiliki gadget merk ternama seperti Apple hingga menggunakan berbagai macam barang branded dengan merk tertentu.

Definisi status sosial juga akan kembali berbeda tahapan demi tahapannya. Ada yang mengaitkannya dengan istilah old money atau seseorang dengan kekayaan secara turun-temurun dengan ciri khasnya yang sederhana. Dan ada juga new money atau seseorang yang dalam keluarganya menjadi orang pertama yang memiliki kekayaan yang fantastis dengan ciri khas yang glamour.

Hingga kita memasuki tahapan status sosial tertinggi seperti sebutan millionaire hingga billionairer. Di mana orang-orang yang berada di tahapan ini tidak hanya memiliki kekayaan yang fanstatis saja tetapi gaya hidup dan kepemilikan barang-barang yang memiliki nilai yang di luar penalaran orang-orang biasa.

Kita sudah tidak berbicara lagi soal brand mewah yang dikenakannya, seberapa mahal makanan yang dikonsumsinya, atau resort-resort mewah di berbagai belahan dunia mana yang bisa mereka kunjungi dengan mudah,  tetapi sesuatu hal yang tidak banyak orang miliki dan hanya merekalah yang bisa memilikinya.

Memiliki sebuah private jet atau pesawat pribadi saat ini merupakan status tertinggi bagi mereka yang dijuluki sebagai super crazy rich. Hanya segelintir orang-oranng tertentu saja yang bisa membeli pesawat pribadi ini. 

Harga dari private jet di pasaran sendiri berkisar mulai dari US$ 3 juta hingga US$75 miliar dengan biaya maintenance sekitar US$500.000- US$ 1 juta per tahun.

Meskipun begitu, banyak dari mereka yang membeli pesawat pribadi tidak hanya digunakan untuk mempermudahkan perjalanan dan kegiatan bisnis pribadinya saja tetapi mereka dapat membuat pesawat pribadi ini untuk menghasilkan uang karena dapat mereka sewakan dengan harga mulai dari US$2.000 -- US$14.000 per billable flight hour atau berkisar Rp30 juta hingga Rp200 juta-an.

Isu polusi karbon dan pesawat pribadi para pesohor dunia

Dibalik ini semua, banyak orang yang tidak mengetahui bahwa dampak emisi karbon yang dihasilkan oleh sebuah pesawat pribadi terhitung sebagai polusi yang dihasilkan oleh "perseorangan" karena penggunaan pesawat tersebut terhitung sebagai kepentingan pribadi dan bukan kegiatan komersil seperti maskapai penerbangan pada umumnya dengan kepentingan orang banyak.

Menurut data dari Statistical Review of Woeld Energy 2023, total emisi karbon yang dihasilkan dunia pada tahun 2022 berkisar 34 miliar tonCO2e atau rata-rata setiap manusia di dunia ini menghasilkan poulusi emisi karbon sebesar kurang lebih 4 tonCO2e per individu.

Sumber: Financial Times/Amanda Chuu
Sumber: Financial Times/Amanda Chuu

Baru-baru ini jagat maya dihebohkan dengan berita 10 pesohor dunia dengan penghasil polusi emisi karbon terbesar di dunia. Polusi ini dihasilkan dari aktivitas penggunaan private jet atau pesawat pribadi. Kabar ini juga menuai pro dan kontra di berbagai kalangan masyarakat luas dan khususnya para penggemar pesohor dunia tersebut.

Data ini mencuat dan bersumber dari seorang programmer dan enterpreneur muda yang masih bersekolah di University of Central Florida bernama Jack Sweeney yang menciptakan sebuah website bernama TheAirTraffic untuk melacak penggunaan jet pribadi orang-orang terkenal seperti selebriti, politikus, hingga orang-orang dengan kekayaan fanstatis lainnya.

Selanjutnya data itu juga melampirkan 10 pesohor dunia yang giat menggunakan private jet untuk melakukan aktivitas-aktivitasnya dan jumlah emisi karbon yang dihasilkan. 

Berita ini sontak dengan cepat viral karena ada nama "Taylor Swift" pada peringkat pertama sebagai orang terkenal dengan penghasil polusi terbesar di dunia.

Taylor dengan penggunaan pesawat pribadinya tercatat menghasilkan emisi carbon sebesar 8.293,54 ton CO2e per tahun yang tercatat pada tahun 2022. 

Perlu kita ingat juga bahwa penggunaan pesawat pribadi terhitung sebagai aktivitas dengan kepentingan pribadi, sehingga angka tersebut merupakan angka emisi karbon "per-individu".

Berdasarkan World Bank, Amerika Serikat merupakan negara dengan rata-rata emisi karbon (per-individu) tertinggi di dunia. Rata-rata emisi karbon yang di hasilkan oleh warga Amerika Serikat adalah 16 ton CO2e per tahun. 

Sedangkan para pesohor dunia tersebut memiliki jejak karbon berkisar 3000-8000 ton CO2e atau 300-500 kali lipat lebih besar dibandingkan warga AS biasa.

Sumber: internationalfinance.com (Private Flights & Pollution: The Inside Story)
Sumber: internationalfinance.com (Private Flights & Pollution: The Inside Story)

Tidak sampai disini saja, publik semakin dibuat terkejut tentang penjelasan lebih detail terkait perjalanan yang dilakukan dengan private jet para pesohor dunia ini. 

Di mana mereka menggunakan pesawat pribadinya untuk rute-rute yang hanya memakan waktu kurang dari satu jam atau masih dapat dijangkau dengan perjalanan darat seperti kendaraan mobil.

Kemudian para pesohor dunia tersebut sebagian besar memberikan bantahannya terkait data poulusi emisi karbon yang beredar luas di jagat maya dengan berbagai macam alasan. 

Taylor Swift memberikan klarifikasi melalui kuasa hukumnya dan memberikan peringatan tegas kepada Jack Sweeney yang telah membuat kabar ini menjadi sangat besar.

Selain itu pihak public relation dari Taylor juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan "carbon offset" untuk mengkompensasi aktivitas perjalanan udaranya yang dilakukan dengan menggunakan private jet. Namun masih banyak masyarakat yang mempertanyakan apakah carbon offset ini sebanding dengan dampak kerusakan yang hasilkan?

Lalu, apa itu carbon offset?

Menurut Oxford Dictionary, carbon offset atau penyeimbangan karbon adalah suatu cara bagi perusahaan atau seseorang untuk mengurangi tingkat karbondioksida yang menjadi tanggung jawabnya dengan membayar kompensasi kepada perusahaan yang bergerak dalam mengurangi jumlah emisi karbon yang dihasilkan dunia misalnya dengan menanam pohon.

Dengan kata lain carbon offset merupakan bentuk "ganti rugi" yang dilakukan oleh seseorang maupun perusahaan karena aktivitasnya yang menghasilkan emisi karbon. Upaya penyeimbangan dalam skema carbon offset sendiri dilakukan dengan mengurangi karbon yang dihasilkan di tempat-tempat lainnya.

Selain istilah carbon offset, terdapat juga istilah yang bernama carbon credit yang secara konsepnya mirip namun sedikit ada perbedaan. Di mana carbon credit merupakan sebuah ijin bagi seseorang atau perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah karbondioksida dalam jumlah tertentu.

Sumber: Sumber: esgthereport (Carbon Credits vs. Carbon Offsets: What's the difference?)
Sumber: Sumber: esgthereport (Carbon Credits vs. Carbon Offsets: What's the difference?)

Namun yang membedakan adalah carbon credit dapat diperjual-belikan. Maksudnya adalah ketika seseorang atau perusahaan mengeluarkan CO2 sesuai dengan standar yang ditetapkan maka carbon credit yang tersisa dapat dijual ke pasar karbon. Begitu juga sebaliknya ketika CO2 melebihi standar, maka diharuskan untuk membeli carbon credit agar dapat sesuai dengan peraturan.

Sehingga dapat dikatakan juga bahwa carbon offset maupun carbon credit ini merupakan sebuah bentuk investasi yang dilakukan dalam projek "lingkungan" atau yang lebih sederhana lagi dapat kita katakan sebagai bentuk tanggung jawab sosial terhadap lingkungan yang terkena dampak dari aktivitas mereka yang menghasilkan emisi karbon.

Namun carbon offset ini masih menuai banyak perdebatan. Hal ini terjadi karena carbon offset tidak memenuhi tiga pilar berkelanjutan yaitu keberlanjutan secara lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Secara keseluruhan praktik yang dilakukan dalam carbon offset ini dapat dikatakan tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi akibat dari polusi karbon yang dihasilkan.

Carbon offset dapat dikatakan tidak sustainable karena "tidak ada upaya pengurangan" emisi karbon yang dihasilkan oleh seseorang maupun perusahaan. 

Ini terjadi karena mereka menganggap bahwa melalui carbon offset yang dilakukan sudah merupakan bentuk tanggung jawabnya namun aktivitas-aktivitas yang menghasilkan polusi emisi karbon tetap saja dilakukan.

Selain itu carbon offset juga dapat dikatakan tidak sustainable dari sisi ekonomi dan sosial karena akan memperbesar kesenjangan ekonomi antara orang kaya dan miskin di dunia. 

Tidak hanya itu, aktivitas lingkungan yang dilakukan juga dianggap hanya sebagai bentuk "greenwashing" dan justru semakin memperparah kesenjangan yang terjadi di antara masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun