Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Lagi-Lagi Kebijakan Pemblokiran, Kali Ini Ancam Pertumbuhan Industri Game di Indonesia?

3 Februari 2024   15:25 Diperbarui: 4 Februari 2024   09:17 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak kemunculannya pada tahun 1950an hingga 1960an, video game kian hari kian mendapatkan banyak penggunanya. Sebelum menjadi sebuah permainan yang fenomenal seperti saat ini, video game sendiri muncul sebagai sarana laboratorium penelitian bagi para peneliti pada saat itu.

Pada tahun 1950-an, seorang professor bernama A.S Douglas menciptakan game OXO atau biasa dikenal juga sebagai noughts and crosses atau tic-tac-toe sebagai bagian dari penelitiannya untuk disertasi dalam menyelesaikan kuliah doktrolanya di University of Cambridge.

Pada tahun 1960-an, ada Steve Russell seorang programmer muda dari Dartmouth University yang menjadi tim leader dalam sebuah tim pemrograman di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan menciptakan video game pertempuran luar angkasa berbasis computer PDP-1 (Programmed Data Processor-1) pertama yang diberi nama "SpaceWar!".

Hingga akhirnya video game ini dapat dilihat sebagai peluang bisnis yang diprediksi dapat menjanjikan dan mendunia. Kemudian bermunculanlah berbagai perusahaan yang mulai mengembangkan bisnis video game ini.

Sumber: iStcok/Jovanmandic
Sumber: iStcok/Jovanmandic

Mungkin kita mengenal Nitendo, perusahaan asal Jepang yang dengan gebrakannya membuat video game konsol dengan inovasi 8-bit graphics serta kualitas warna dan suara yang sangat baik di kelasnya jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan game konsol lainnya dan terus berjaya hingga tahun 1990-an.

Pergolakan bisnis video game konsol semakin panas kala itu hingga akhirnya pada tahun 1995 perusahaan kenamaan SEGA membawa sebuah inovasi baru dengan menggunakan teknologi komputer, menciptakan game konsol 32-bit pertama yang dapat memainkan game dengan menggunakan CD dan bukan katrid.

Tahun demi tahun video games terus mengalami evolusinya. Hingga saat ini kita merasakan kemudahannya dan dapat mengakses berbagai macam jenis video game di berbagai perangkat seperti komputer, smartphone hingga tablet, baik dengan online maupun offline.

Meskipun demikian, permainan video games dari zaman konsol hingga teknologi canggih yang ada pada saat ini selalu memiliki persepsi yang negatif di dalam masyarakat. 

Persepsi ini muncul akibat dari kebanyakan dari penggunanya biasanya identik dengan kecanduan yang menciptakan berbagai macam permasalahan di dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat.

Sumber: Precedence Research
Sumber: Precedence Research

Dibalik persepsi negatif ini, industri video game kian hari semakin berkembang di berbagai berlahan dunia. Bahkan pada tahun 2022, nilai pasar video game mencapai US$ 224,9 miliar dan diproyeksikan akan terus tumbuh hingga tahun 2032 dengan estimasi nilai sebeesar US$610,6 miliar.

Peningkatan dengan angka fantastis ini dipicu dengan semakin meleknya masyarakat terhadap teknologi internet dan meningkatnya penggunaan social media. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya lonjakan pengguna video games khususnya pada jenis online games.

Dari sini juga memicu meningkatknya tren permintaan untuk Free2Play (F2P), multiplayer online (MMO), dan multiplayer games yang diperkirakan akan berlanjut hingga di masa yang akan datang. 

Ini juga berdampak pada para pengembang game yang mulai memprioritaskan kompatibilitas dan efisiensi perangkat keras guna bisa memenuhi preferensi para konsumen.

Lalu, bagaimana dengan industri game di Indonesia?

Menurut Global Games Market yang diterbitkan oleh newzoo pada tahun 2022 lalu, Indonesia menempati posisi ke-16 dalam pasar global games. Dengan total pengguna atau pemain games sebanyak 174 juta dan transaksi yang terjadi pada games yang ditaksir mencapai US$ 2 miliar atau sekitar Rp 31,1 triliun.

Pasar games di Indonesia sendiri 99,6% masih di dominasi oleh foreign games atau games yang diproduksi oleh perusahaan asing dan sisanya 0,4% terdiri dari games buatan lokal karya anak bangsa.

Sumber: Newzoo (2022)
Sumber: Newzoo (2022)

Pada tahun 2021, 85% pasar game nasional didominasi oleh 100 game multiplayer, yang mencakup genre cooperative (social) dan competitive yang biasa diusung pada games e-sports seperti Mobile legend, PUBG, Dota, dsb. Sementara itu, 15% sisanya diperebutkan oleh 400 ribu game single-player/casual.

Melihat peluang proporsi games multiplayer yang mendominasi pasar games nasional, maka ini merupakan sebuah peluang sekaligus tantangan bagi para anak bangsa. Terlebih lagi hampir seluruh games multiplayer yang ada di Indonesia merupakan besutan dari perusahaan luar negeri.

Namun saat ini kita memiliki dua games MOBA (Multiplayer Online Battle Arena) ciptaan anak bangsa yaitu Lokapala dan Battle of Satria Dewa. Ini merupakan sebuah langkah startegis yang tepat agar game lokal Indonesia setidaknya dapat menguasai 70% pasar game di Indonesia sesuai dengan target yang telah di tetapkan dalam Perpres tentang percepatan pembangunan industri game nasional.

Sumber: techspot.com (Brave is the speedy browser that strips out web tracker and ads)
Sumber: techspot.com (Brave is the speedy browser that strips out web tracker and ads)

Kebijakan pemblokiran Kominfo pada publisher game

Baru-baru ini jagat social media X dihebohkan dengan adanya kabar kebijakan pemblokiran yang dilakukan oleh Kominfo pada publisher game. Langkah pemblokiran ini dilakukan melalui aturan baru yang mewajibkan para publisher game untuk memiliki badan hukum Indonesia seperti mendirikan PT di Indonesia.

Ketika para publisher game yang tersedia di Indonesia dan tidak memiliki badan hukum yang dimaksud, maka kominfo akan memblokir game terkait sesuai dengan aturan baru tersebut. Aturan pemblokiran ini sedang dalam proses penomoran di Kemenhum HAM dan akan menggantikan permenkominfo No.11 Tahun 2016.

Tujuan aturan pemblokiran ini diungkapkan Samuel Abrijani Pangerapan selaku Dirjen Aplikasi Informatika Kementrian Kominfo untuk membangun ekonomi digital di Indonesia. Samuel menyebutkan bahwa nilai pendapatan dari industri game yang fantastis tersebut 99,5% nya mengalir ke luar negeri sebagai penyedia aplikasi permainan.

Saat ini games yang beredar dan digunakan oleh masyarakat Indonesia hampir semuanya merupakan foreign games atau permainan yang diproduksi oleh perusahaan asing. Artinya kebijakan pemblokiran ini diprediksi akan membuat kondisi industri games di Indonesia menjadi kacau.

Kita perlu ketahui juga bahwa salah satu fungsi dari publisher game adalah mendanai proses pembuatan game. Oleh karena itu kebijakan pemblokiran ini akan mempengaruhi proses berkembangnya games lokal karya anak bangsa melalui potensi pendanaan atau investasi dari perusahaan asing.

Tidak hanya itu, kebijakan ini juga secara tidak langsung menutup peluang kerjasama bagi para pengembang game lokal dengan perusahaan game lokal asing yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas game lokal Indonesia. 

Dampak lainnya yang terjadi juga bisa lebih besar, seperti terbatasnya variasi game di pasaran hingga potensi pembajakan dari game yang mengalami pemblokiran tersebut.

Sumber: instagram.com/kemenparekraf.ri
Sumber: instagram.com/kemenparekraf.ri

Baru-baru ini juga industri game lokal kita sedang mengalami kemajuan dan mendapatkan berbagai prestasi salah satunya yaitu sebagai negara dengan kontribrutsi video game terbesar se-Asia Tenggara di platfrom Steam. Melalui postingan tebaru dari akun Official Instagramnya, Kemenparekraf mengapresiasi pencapaian yang ditorehkan oleh anak-anak bangsa tersebut.

Sumber: instagram.com/kemenparekraf.ri
Sumber: instagram.com/kemenparekraf.ri

Beberapa game popeler Indonesia ini yang turut mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional adalah "A Space for the Unbound" dari Mojiken Studio, "DreadOut" dari Digital Hapiness, "Coral Island" dari Stairway Games, dan "Coffee Talk" dari Toge Production.

Ini juga menunjukkan bahwa industri game lokal Indonesia memiliki potensi yang besar di mata dunia. Maka pemerintah perlu memberikan treatment yang tepat agar potensi ini dapat dikelola dengan baik yang salah satunya adalah melalui kebijakan yang efektif dan efisien.

Jika ingin mengembangkan ekonomi digital di Indonesia melalui kebijakan, rasanya akan lebih baik jika kebijakan itu dapat menjadi sebuah jembatan bagi para pelaku ekonomi lokal untuk dapat bertumbuh menjadi lebih baik lagi.  

Jangan sampai kebijakan-kebijakan yang awalnya ingin menyasar potensi ekonomi yang lebibh besar tetapi menimbulkan merugikan dan mengorbankan masyarakat Indonesia itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun