Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Artis Jualan di Platform Social Media Tiktok: Fenomena Gentrifikasi Digital Masa Kini

23 September 2023   21:14 Diperbarui: 26 September 2023   10:35 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belanja di TikTok Shop (foto: dok. kr-asia)

Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM) baru-baru ini menyerukan protesnya melalui berbagai momen potongan video yang mereka ambil dan unggah di social media akibat sepinya pembeli. 

Fenomena ini terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, mulai dari pasar tradisional di daerah-daerah kecil bahkan hingga pasar terbesar dan tertua di Jakarta yaitu tanah abang  juga turut terkena imbas dri sepinya pembeli tersebut.

Permasalahan ini dapat terjadi diakibatkan oleh maraknya pedagang maupun pembeli yang mulai beralih ke platform social media seperti Tiktok dalam melakukan kegiatan transaksi jual-beli. Dengan harga yang jauh lebih kompetitif dan pembeli juga bisa dengan santai mendapatkan barang keperluannya tanpa harus keluar rumah, membuat pasar-pasar tradisional saat ini kian semakin sepi pembeli. 

Namun, permasalahan tersebut tidak berhenti pada fenomena peralihan para pedagang dan pembeli ke platform social media saja, tetapi saat ini mulai banyak para selebriti tanah air yang melihat ini sebagai 'peluang' dan mencoba ikut peruntungan dengan menjual berbagai produknya di platform social media Tiktok tersebut.

Banyak masyarakat yang turut ikut menyuarakan pendapatnya melalui berbagai social media dengan fenomena selebriti yang mengambil kesempatan ini untuk bisa turut ikut berjualan di platform social media Tiktok. 

Masyarakat merasa ini menjadi sangat tidak adil, bagaimana bisa para selebriti itu masih ingin mengambil 'lahan' dagang para pedagang kecil yang sedang mencoba bertahan dari peralihan transaksi jual-beli berbasis teknologi digital tersebut.


Sumber: cnu.org
Sumber: cnu.org

Apa itu gentrifikasi?

Jessa Lingel seorang dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Pennsylvania (UPenn) dalam bukunya yang berjudul "The Gentrification of Internet: how to reclaim our digital freedom"  secara sederhana menjelaskan bahwa istilah gentrifikasi merupakan gambaran sebuah kondisi di mana sebuah wilayah orang-orang miskin yang diambil alih oleh orang-orang kaya karena adanya potensi bisnis di dalamnya.

Di AS gentrifikasi terjadi umumnya pada wilayah atau lingkungan orang kulit hitam yang memiliki sumber daya ekonomi yang lebih sedikit. Biasanya orang kulit (orang kaya) akan pindah ke lingkungan yang sebagian besar orang kulit hitam. Tidak hanya pindah, mereka juga membawa bisnis baru dan terkadang mereka menuntut perubahan pada lingkungan tersebut.

Kemudian lambat laun orang-orang kaya ini akan mengubah karakter lingkungan di wilayah tersebut, maka inilah yang disebut dengan gentrifikasi. Tahap selanjutnya mereka akan menggunakan sumber daya dan kekuatannya misalnya dengan menggunakan jasa pengembang properti untuk mengambil alih dan mengubah lahan milik orang kulit hitam dan menjadikannya sebuah peluang bisnis dan investasi baru.

Sumber: thedigitalteacher.com
Sumber: thedigitalteacher.com

Lalu, bagaimana dengan gentrifikasi digital?

Sejak awal, internet selalu digunakan untuk menghasilkan uang. Kita bisa melihat pergeseran yang terjadi di sekitar tahun 2008, setelah terjadi krisis keuangan yang melanda dunia, sejumlah orang di Silicon Valley yang merupakan pusat inovasi teknologi global yang terletak di San Frasisco, Califronia itu mulai mengubah pola pikirnya dalam menciptakan sebuah teknologi.

Awalnya konsep dalam pembuatan teknologi adalah kreativitas dan inovasi yang menjadi utama, baru kemudian bagimana teknologi tersebut dapat menghasilkan uang. 

Namun yang terjadi saat itu adalah "berapa banyak uang yang bisa dihasilkan" dari teknologi tersebut menjadi nomor satu,  kreastivitas dan inovasi lantas menjadi urutan kedua. Fenomena tersebut kemudian terjadi hingga saat ini dan menyebabkan sebuah pola kebiasaan baik dari sisi perancang teknologi dan juga penggunanya.

Fenomena yang terjadi saat ini adalah perusahaan teknologi selalu melihat bagaimana rancangannya dapat mendatangkan uang yang lebih banyak dibandingkan dengan kreativitas dan inovasi. Sebelum fenomena gentrifikasi digital pada platform social media Tikok, Indonesia juga pernah merasakan adanya 'pergeseran' yang terjadi dalam platform social media Youtube.

Seperti yang kita ketahui bahwa platform social media Youtube hadir di Indonesia tidak begitu mendapatkan perhatian masyarakat. Namun pada masa itu para konten kreator Youtube selalu terus berusaha untuk dapat membuat konten yang kreatif, berkualitas, dan inovatif agar menarik minat dan hati para pengguna Youtube. 

Pada saat itu, para konten kreator tidak melihat Youtube sebagai 'ladang uang', tetapi sebuah platform yg mewadahi kreatifitas mereka yang secara kebetulan menghasilkan uang.

  Photographer: Kiyoshi Ota/Bloomberg
  Photographer: Kiyoshi Ota/Bloomberg

Sampai akhirnya lambat laun platform socia media Youtube mulai naik popularitasnya. Tentu ini merupakan sesuatu yang menjanjikan bagi perusahan perancangnya. 

Kondisi ini juga membuat perusahan melihat bagimana platform ini dapat menghasilkan uang yang lebih banyak lagi khususnya di Indonesia. Kemudian para selebriti tanah air melihat ini juga sebagai peluang bisnis baru yang menjanjikan, dan satu persatu dari mereka mulai masuk ke dalam platform ini.

Tentu saja mereka memiliki sumber daya dan akses, baik itu dari sisi finansial dalam memenuhi properti pembuatan konten Youtube maupun juga 'masa' atau para penggemarnya yang banyak. Tak membutuhkan waktu lama, platform social media Youtube mendadak menjadi lahan yang berisi kumpulan para selebriti tanah air.

Perusahaan perancang melihat fenomena ini juga sebagai peluang yang besar. Dengan membuat selebriti tanah air menjadi sebuah magnet yang dapat menarik lebih banyak lagi para penggunanya. Selanjutnya perusahaan membuat algoritma dari konten para selebriti ini lebih sering muncul lagi di platform social media tersebut agar dapaty menarik minat para penggemar dan masyarakat luas pada umumnya.

Terlebih lagi selebriti kita senang membuat konten yang bersifat 'kontroversial'. Mulai dari konten prank, pamer barang mewah, hingga mengekspos segala kegiatan yang umumnya tidak bisa mereka tunjukkan di layar kaca televisi. 

Masyarakat kita pada umumnya gemar dengan konten-konten tersebut. Ini juga membuat banyak para selebriti lainnya kemudian melihat ini sebagai peluang bisnis dan membuat mereka saling bergantian masuk ke dalam platform tersebut. Ini yang membuat para selebriti tanah air bisa dengan cepat mengambil alih platform social media Youtube dalam jangka waktu yang sangat cepat.


Ilustrasi belanja di TikTok Shop (foto: dok. kr-asia)
Ilustrasi belanja di TikTok Shop (foto: dok. kr-asia)

Hingga kemudian fenomena ini kembali terjadi di platform social media lainnya yaitu Tiktok. Platform social media Tiktok menjadi populer ketika banyak masyarakat yang saling beradu kreatifitasnya dalam membuat konten potongan video. 

Mulai dari konten edukasi, tutorial membuat sesuatu, hingga kepiawaian seseorang dalam menari. Namun saat ini platform social media Tiktok lebih populer lagi setelah ada fitur "Tiktok Shop".

Fitur ini menyediakan wadah bagi siapa saja yang ingin melakukan live streaming untuk menjual berbagai macam dagangannya. Cara ini kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengguna lainnya. 

Berbagai kelebihan juga ditawarkan, mulai dari hemat biaya karena pengguna bisa melakukanya di rumah dengan santai, variasi produk yang beragam, hingga harga yang jauh lebih kompetitif dibandingkan e-commerce besar yang tersedia di Indonesia.

Banyak para pedagang kecil atau yang baru saja merintis turut ikut merasakan kelebihan-kelebihan dari fitur Tiktok Shop ini. Kian hari platform social media Tiktok kemudian bergeser, yang semula merupakan wadah bagi kreatifitas para penggunanya, kini menjadi seperti sebuah e-commerce dengan konsep live streaming.

Melihat fenomena ini, lagi-lagi para selebriti tanah air turut serta ingin mengambil kesempatan emas tersebut. Saat ini mulai menjamur para selebriti yang mulai ikut berdagang di platform social media Tiktok tersebut. Seperti halnya kasus Youtube, dengan cepat para selebriti ini mengambil alih platform social media tiktok dengan segala kekuatan sumber daya yang dimilikinya.

Bahkan beredar di berbagai kanal berita tentang bagaimana para selebriti ini mendulang sukses dengan 'berjualan' di platform social media Tiktok. Tak tanggung-tanggung, bahkan mereka dapat meraup omset hingga miliaran rupiah hanya dengan live streaming berjualan selama beberapa jam saja. 

Kondisi ini membuat para pedagang yang sebelumnya berada di platform ini lambat laun kian tersinggkir oleh para selebriti tanah air secara tidak langsung. 

Fenomena ini dapat dikatakan juga merupakan gentrifikasi digital yang terjadi di Indonesia saat ini. Di mana sekelompok orang yang memiliki power atau sumber daya lebih dapat dengan mudah mengambil 'lahan' masyarakat kecil ketika melihat di tempat itu terdapat potensi keuntungan yang menjanjikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun