Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Dilema Wilayah Konservasi Menjadi Wisata: Peluang atau Masalah?

2 Juli 2023   15:11 Diperbarui: 3 Juli 2023   17:40 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 23 Mei 2023 lalu, diadakan acara Arisan 6301 dengan tema 'Pariwisata Nusantara: Literasi dan Numerasi' yang narasumbernya adalah Myra Puspasari Gunawan seorang dosen Institut Teknlogi Bandung (ITB) di bidang planalogi sekaligus perintis program studi dan penelitian pada bidang pariwisata.

Dalam pemaparannya terdapat beberapa poin penting yang salah satunya adalah bagaimana pemerintah menetapkan destinasi prioritas karena dalam hal ini memilih taman nasional sebagai destinasi wisata. Selain itu Myra juga menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya berfokus dalam mengejar dampak wisata terhadap perekonomian saja, namun harus memperhatikan dampak terhadap masyarakat lokal yaitu kesejahteraan.

Seperti kita ketahui juga bahwa Taman Nasional merupakan salah satu jenis kawasan kovervasi, yang mana pemerintah telah menetapkan wilayah atau kawasan tersebut harus dan wajib dilindungi agar tetap lestari. Artinya, ketika berhubungan dengan 'pengunjung' maka tentunya terdapat batasan yang dalam pengaplikasiannya tidak sama seperti destinasi wisata pada umumnya.

Sumber: indonesia.travel
Sumber: indonesia.travel

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf) sedang giat-giatnya mempromosikan Taman Nasional seperti Taman Nasional Pulau Komodo sebagai destinasi wisata yang menarik. Berbagai cara dilakukan pemerintah dalam mengenalkan Taman Nasional Pulau Komodo kepada dunia, salah satunya seperti dengan mengajak tamu-tamu penting pemerintah hingga orang-orang tersohor dari berbagai pelosok dunia untuk berwisata di Taman Nasional yang terkenal dengan keindahan laut biru dan spesies kadal terbesar di dunia itu.

Sumber: countrylife.co.uk
Sumber: countrylife.co.uk

Bagaimana sejarah ide penggunaan wilayah konservasi sebagai destinasi wisata?

Berbicara tentang sejarah, pada pertengahan abad ke-20, dengan bangkitnya pembangunan internasional, pemerintah dan lembaga-lembaga pembangunan baru mempromosikan pariwisata sebagai alat untuk memajukan masyarakat lokal. Pariwisata juga dianggap sebagai indikator kemajuan nasional dan simbol suatu negara yang telah memasuki 'tahapan menuju modernisasi'.

Pada akhir tahun 1980-an, para ahli pembangunan mulai menolak 'pendekatan modernisasi' yang bersifat top and down ini. Mereka mempertanyakan nilai dan dampak dari pertumbuhan ekonomi dan menentang gagasan bahwa pariwisata dapat memberikan 'paspor pembangunan' bagi suatu negara. Dalam hal ini mereka lebih menyukai kepedulian yang lebih demokratis dan menyeluruh terhadap manusia dan alam atau disebut dengan pembangunan berkelanjutan.

Kemudian pariwisata bergeser ke ekowisata atau wisata alam, yang kemudian para pemangku kepentingan di seluruh industri mengambil peluang dan peran baru. Masyarakat lokal bermitra dengan perusahaan pengelola wisata dan LSM dengan harapan dapat menarik perhatian wisatawan terhadap wilayah, tradisi, dan sumber daya alam yang ada.

Namun pada awal tahun 2000-an, beberapa akademisi mulai mempublikasikan kritik terhadap ekowisata, yang menunjukkan secara empiris bahwa praktiknya tidak selalu seuai dengan idealisme. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Weaver, di mana ekowisata digambarkan sebagai kegiatan yang cenderung menciptakan tempat wisata di wilayah-wilayah sensitif secara budaya dan ekologi yang kemudian dieksploitasi melalui pengembangan wisata masal.

Sumber: zeebiz.com
Sumber: zeebiz.com

Bagaimana Pandangan Ekonomi terkait hal ini?

Saat ini taman nasional tidak hanya bertujuan untuk melestarikan kawasan lingkungan saja, tetapi mulai di kelola untuk memperoleh manfaat ekonomi. Salah satu cara yang digunakan oleh para ekonom dalam menanggapi isu ini adalah melalui konsep Nilai Ekonomi Total yang menggunakan pendekatan ekonomi dan antropogenik untuk menggambarkan nilai-nilai yang meuncul dari lingkungan alam.

Nilai-nilai ini meliputi; pemanfaatan langsung (termasuk pemanfaatan pariwisata), pemanfaatan tidak langsung (nilai pilihan dan pilihan kuasi), dan nilai keberadaan dan warisan. Namun dasar ekonomi dalam memperkirakan nilai manfaat ekonomi pariwisata di Taman Nasional dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu surplus konsumen dan kontribusi pariwisata terhadap perekonomian.

Surplus konsumen merupakan ukuran kesejahteraan ekonomi yang dirasakan wisatwasan ketika membayar untuk wisata tersebut melalui fasilitas yang disediakan. Sedangkan kontribusi pariwisata terhadap perekonomian merupakan pengeluaran-pengeluaran yang dikeluarkan wisatawan tersebut dan pengaruhnya terhadap perkeonomian secara nasional yang digambarkan melalui Produk Domestik Bruto (PDB).

Lebih jelasnya lagi proksi nilai ekonomi yang dihasilkan dari taman nasional juga bisa melibatkan layanan dari Taman Nasional itu sendiri. Dengan pendekatan tradisional metrik seperti jumlah pengujung, keuntungan pengelola, dan pertumbuhan lapangan pekerjaan. Namun, pendekatan ini berfokus pada kegiatan ekonomi transaksional yang terjadi di dalam atau dekat Taman nasional yang kemudian dijadikan sebuah perkiraan nilai ekonomi yang terjadi.

Sumber: realschools.com.au
Sumber: realschools.com.au

Jadi, apakah penggunaan wilayah konservasi sebagai destinasi wisata sudah benar?

Penggunaan wilayah konservasi sebagai pariwisata merupakan interaksi antara keberadaan ekosistem dengan manusia, sosial, dan modal pembangunan, sehingga interaksi ini menghasilkan kesejahteraan bagi manusia. Interaksi ini juga menghasilkan eksternalitas baik itu eksternalitas positif maupun negatif.

Semakin berkembangnya ekowisata pada wilayah konservasi yang menarik banyak wisatan berdampak pada lingkungan, salah satunya adalah dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana pendukung pariwisata seperti penginapan, restoran, kawasan objek wisata dll. Sehingga perlu adanya manajemen tata guna lahan untuk menimalisir kerusakan kelestarian wilayah konservasi.

Banyak para peneliti yang menggambarkan dampak positif pengelolaan wilayah konservasi menjadi destinasi wisata terhadap perekonomian masyarakat lokal. Namun, terkait dengan jumlah manfaat yang diperoleh, dalam praktiknya masih seringkali terjadi ketimpangan antara pengelola wisata dan masyarakat lokal.

Biasanya berhubungan dengan distribusi keuntungan yang lebih banyak didapatkan pada pihak pengelola wisata dibandingnkan dengan masyarakat lokal. Oleh karena itu untuk meningkatkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, diperlukan pengembangan masyarakat dengan partipasi para pemangku kepentingan lainnya yaitu pemerintah.

Tidak hanya berkaitan dengan manfaat ekonomi saja, pemerintah perlu memperhatikan sarana dan prasarana untuk masyarakat lokal. Sehingga tidak berfokus pada pembangunan wisata saja tetapi juga harapannya dapat  memberikan kemajuan fasilitas yang lebih memadai kepada masyarakat lokal.

Penetapan wilayah konservasi Taman Nasional sebagai destinasi wisata dapat menimbulkan peluang dan masalah. Peluang yang muncul bagi perekonomian masyarakat lokal yang meningkat dengan adanya pengelolaa wisata, namun kemudian masalah dapat terjadi akibat adanya kemungkinan kerusakan kelestarian wilayah konservasi, serta ketimpangan distribusi manfaat yang terjadi kepada masyarakat lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun