Baru-baru ini Elon Musk mengutarakan ambisinya untuk melebarkan sayap investasi tesla ke negeri yang terkenal dengan tempat favorit para investor besar di bidang teknologi yaitu India.
Dalam pertemuannya bersama Perdana Menteri India Narendra Modi ketika kunjungan ke Amerika Serikat untuk mempromosikan pembangunan India.
Narendra Modi mengutarakan dukungannya agar Tesla dapat mendirikan parbik mobil listriknya di India. Elon menanggapi ajakan tersebut dengan positif dan optimis untuk bisa segera membangun pabrik mobil listrik selanjutnya di India.
Indonesia sebelumnya merayu bos Tesla tersebut untuk bisa membangun pabrik mobil listriknya disini, dengan tawaran kekayaan alam yang melimpah yaitu biji nikel yang merupakan salah satu bahan baku utama dalam pembuatan baterai mobil listrik tersebut.Â
Bahkan tawaran investasi  ini sudah dilakukan dua kali yaitu ketika pertemuan Elon dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan bersama Presiden Joko Widodo. Namun sepertinya Tesla masih belum tertarik dengan tawaran untuk investasi di Indonesia.
Lalu apa yang membuat Tesla lebih memilih India?
Ada berbagai macam alasan mengapa investor-investor besar khususnya di bidang teknologi seperti Amazon, Google, bahkan hingga Facebook memilih India sebagai tempat yang tepat untuk mengembangkan sayap bisnisnya.
Menurut Business Index yang ditetapkan World Bank, sebuah alat ukur yang menilai kemudahan berbisnis melalui kebijakannya di suatu negara. Dari 190 negara, India menempati peringkat ke-63  pada tahun 2020. Bahkan reformasi regulasi terus dilakukan sehingga menunjukkan dampaknya yaitu saat ini India berada diperingkat No.1 di antara semua negara Asia Selatan.
Ini menunjukkan bahwa alasan terbesar investor-investor dunia memilih India untuk mengembangkan bisnisnya adalah "kebijakan pemerintahnya". Pemerintah India mengambil langkah aktif dan efisien pada sektor bisnis sehingga ini dianggap sesuatu hal yang menguntungkan bagi para investor. Mulai dari liberalisasi perdagangan, penyempurnaan tarif pajak, hingga pendekatan terbuka terhadap investasi asing.
Sehingga tentunya dengan kemudahan berbisnis di India melalui kebijakan-kebijakannya yang efisien membuat negara tersebut menjadi negara favorit para investor-investor dunia. Tak mengherankan jika perusahaan-perusahaan teknologi dunia banyak yang melebarkan sayapnya dengan membuka kantor cabang atau pabriknya di India.
Kebijakan Foreign Direct Investment (FDI)Â yang diterapkan India juga bersifat bebas dan transparan namun tetap dibawah prosedur yang resmi. Di mana secara berkala pemerintah akan meninjau kebijakan FDI dan membuat perubahan-perubahan signifikan apabila diperlukan dari waktu ke waktu. Ini dilakukan agar India tetap menjadi tujuan yang menarik dan ramah bagi investor-investor asing.
Dengan lebih "membebaskan" dan "menyederhanakan" kebijakan FDI, investor akan merasa diberikan kemudahan dalam berbisnis sehingga menyebabkan banyak investor-investor besar tertarik untuk melebarkan sayap bisnisnya di India. Bahkan baru-baru ini dilakukan perubahan kebijakan tentang FDI di berbagai sektor agar investasi yang masuk tidak hanya pada sektor teknologi saja tetapi dari sektor-sektor lainnya.
Data diatas menunjukkan perkembangan FDI atau investasi asing yang masuk ke India. Di mana dari tahun fiskal 2018-2022 kenaikannya signifikan sebesar 23%. Bahkan pada kondisi ekonomi dunia yang tidak menentu ketika COVID-19 melanda, pada tahun fiskal 2019-2021 menunjukkan bahwa investasi asing yang masuk ke India terbilang mengalami kenaikan yang pesat.
Dengan pertumbuhan yang pesat ini, India akan di prediksi muncul sebagai pemain utama dalam ekonomi global yang menghadirkan peluang menarik bagi para investor dan pelaku bisnis. Berbagai kelebihan yang ditawarkan India dalam menarik investor seperti kondisi kebijakan yang mendukung, pasar konsumen yang luas dan infrastruktur digitalnya yang menonjol, membuat India menjadi tujuan yang menarik untuk investasi.
Bagaimana dengan kondisi Indonesia?
Indonesia selalu dihadapkan dengan permasalahan efisiensi dalam perekonomian. Di mana biasanya dalam hal ini berhubungan dengan biaya ekonomi tinggi atau high-cost economy. Biaya ekonomi tinggi merupakan sebuah proses ekonomi di suatu negara yang memerlukan atau mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dari seharusnya akibat adanya tarif yang lebih tinggi atau pungutan-pungutan yang seharusnya tidak ada.
Biaya ekonomi yang tinggi biasanya berasal dari kebijakan-kebijakan yang mempersulit alur berjalannya sebuah bisnis, sehingga menyebabkan suatu perusahaan maupun investor harus membayar lebih mahal karena kebijakan tersebut. Ini juga menyebabkan kegiatan ekonomi yang ada di Indonesia masih belum efisien baik bagi pelaku usaha dalam negeri apalagi bagi investor asing yang ingin melebarkan sayap bisnisnya di Indonesia.
Masalah biaya ekonomi tinggi ini bahkan menurut sejarah telah terjadi pada awal tahun 1980-an, di mana mana pada saat itu ekspor Indonesia sangat terpuruk yang diakibatkan oleh ongkos-ongkos biaya yang terlalu tinggi. Oleh karena itu dilakukan deregulasi kebijakan yang membuat ekonomi Indonesia lebih efisien.
Selain masalah biaya ekonomi tinggi, Indonesia juga dihadapkan dengan Dutch Disease atau penyakit Belanda. Salah satu gejala penyakit ini adalah proporsi kontribusi nilai tambah industri manufaktur terhadap PDB yang terus menurun dari waktu ke waktu.Â
Penyakit ini biasanya dapat dilihat dari penguatan sektor komoditas yang kemudian menekan industri manufaktur. Fenomena ini juga biasanya terjadi ketika perekonomian suatu negara sangat bergantung pada pertumbuhan yang mengandalkan komoditas.
Data diatas menunjukkan bagimana dalam kurun 5 tahun (2018-2022) terakhir proporsi nilai tambah sektor industri manufaktur terhadap PDB Indonesia setiap tahunnya terus mengalami penurunan.Â
Nilai ini seharusnya terus mengalami peningkatan, terlebih nilai tambah industri manufaktur berhubungan dengan daya tarik bagi investor asing yang menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi tempat yang layak untuk pengembangan bisnis selanjutnya.
Bank Dunia telah memperingatkan Indonesia terkait resiko penyakit Belanda ini melalui tiga poin penting. Pertama, ekspor Indonesia masih sangat terkonsentrasi pada industri komoditas. Kedua, tingkat kecanggihan manufaktur Indonesia masih paling rendah diantara negara di Asia Timur. Dan yang terakhir, sumbangan Indonesia dalam ekspor global pun masih stagnan, bahkan lebih rendah dari sesama negara Asia Timur.
Langkah apa yang harus diambil oleh Indonesia?
Dua poin penting agar Indonesia dapat dilirik oleh investor besar dunia adalah biaya ekonomi tinggi dan pertumbuhan sektor manufaktur. Biaya ekonomi tinggi yang berhubungan dengan kebijakan yang rumit sehingga membuat biaya kegiatan bisnis menjadi mahal adalah tugas penting yang Indonesia perlu merubahnya.
Belajar dari India sebagai tempat favorit para investor-investor besar dunia, Indonesia perlu melakukan deregulasi atau menyederhanakan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan investor asing sehingga mereka yang ingin melebarkan sayap bisnisya di Indonesia merasa bahwa Indonesia memiliki peluang yang besar untuk bisa membuat perusahaannya berkembang pesat.
Selanjutnya pertumbuhan sektor manufaktur, di mana Indonesia perlu menyadari bahwa dunia ini terus semakin canggih. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian terhadap pertumbuhan industri manufaktur agar dapat memiliki nilai daya saing yang tinggi dibandingkan dengan negara lain.Â
Selain itu perkembangan industri menufaktur yang meningkat juga dapat memastikan para investor asing bahwa Indonesia dapat diberikan kemudahan dalam proses bisnisnya melalui industri manufaktur yang maju.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI