Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ekspor Pasir Laut: Sudah Saatnya Indonesia Kembali ke Konsep "Blue Economy"

18 Juni 2023   15:23 Diperbarui: 5 Juli 2023   12:06 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut dan wilayah pesisir berkontribusi besar terhadap ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan. Lebih dari 3 miliar orang memanfaatkan kekayaan sumber daya laut dan menjadikannya sebagai mata pencaharian mereka serta 80% perdagangan dunia dilakukan melalui jalut laut.

Indonesia bahkan menempati urutan kedua sebagai sektor perikanan terbesar di dunia setelah Tiongkok. Di mana sektor perikanan memberikan kontribusi sebesar $27 miliar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyediakan 7 juta lapangan pekerjaan.

Namun sumber daya laut kian hari semakin menghadapi ancaman kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, yang berkaitan dengan pengambilan manfaat ekonomi yang mengorbankan kelestarian lingkungan. 

Mulai dari polusi limbah sampah bahkan hingga penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakan untuk menangkap ikan, membuat sumber daya laut seperti ikan dan terumbu karang semakin terancam ekosistemnya.

Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Laut, yang membuka kembali praktik ekspor pasir pantai yang sempat dilarang dan ditiadakan sejak lebih dari 20 tahun lalu. Di mana peraturan ini dapat memberikan potensi terjadinya kerusakan lingkungan khususnya ekosistem laut.

Ketika dunia sedang gencar dengan konsep ekonomi berkelanjutan, Indonesia justru kembali ke 'cara lama' dalam mendapatkan manfaat ekonomi dari kekayaan sumber daya alam seperti laut. 

Meskipun dalam 2 dekade terakhir ini dunia gencar dalam menciptakan kelestarian sumber daya laut namun tetap dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang dikenalkan melalui konsep 'Blue Economy'.

Sumber: acecor.ucc.edu.gh
Sumber: acecor.ucc.edu.gh

Apa itu Blue Economy?

Gunter Pauli seorang pengusaha, ekonom, dan pendukung ekonomi berkelanjutan asal Belgia dalam bukunya yang berjudul "The Blue Economy: 10 Years, 100 Innovation, 100 million Jobs" menjelaskan bahwa konsep Blue Economy muncul pada awal tahun 2000-an di mana ketika itu pembangunan berkelanjutan mulai populer di dunia.

Pauli memperkenalkan Blue Economy sebagai konsep ekonomi baru yang didasarkan pada penggunaan sumber daya laut yang efisien dan berkelanjutan. 

Ia juga berpendapatan bahwa, sumber kekayaan laut masih belum banyak tergali sepenuhnya yang di dalamnya terdapat bebagai macam solusi yang dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan dan ekonomi dunia seperti perubahan iklim, kelangkaan energi, dan kemiskinan.

Blue Economy memiliki kekuatan untuk mewujudkan tata kelola ekosistem laut yang baik, emisi yang lebih rendah, standar kesehatan yang lebih layak dan memainkan peran penting dalam memerangi perubahan iklim. 

Tidak hanya itu konsep ekonomi biru juga berupaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, inklusi sosial, dan pelestarian atau peningkatan kesejahteraan, sekaligus memastikan kelestarian lingkungan laut dan wilayah pesisir.

Ekonomi biru sendiri memiliki beragam komponen, diantaranya; industri laut tradisional yang sudah berkembang seperti perikanan, pariwisata, dan transportasi laut, serta kegiatan baru dan masih tahap berkembang seperti energi terbarukan lepas pantai, akuakultur, kegiatan pengelolaan kekayaan dasar laut, dan bioteknologi kelautan.

Sumber: Bappenas.go.id
Sumber: Bappenas.go.id

Jadi, apakah Indonesia sudah menerapkan konsep Blue Economy tersebut?

Dalam webinar yang diadakan oleh Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas pada tahun 2021 lalu yang bertemakan 'Penguatan Ekonomi Biru Pasca Pandemi Covid-19 Menuju Ekonomi Indonesia yang Tangguh', menjelaskan bahwa Indonesia saat ini mulai memberikan perhatian serius terhadap ekonomi berbasis kekayaan sumber daya laut dan menjadi dasar yang kuat untuk menerapkan ekonomi biru sebagai salah satu strategi transformasi ekonomi Indonesia.

Kerangka kerja pengembangan ekonomi biru untuk transformasi ekonomi Indonesia juga telah disusun oleh Kementrian PPN/Bappenas dan Organization for Economic Co- operation and Development (OECD) untuk memberikan gambaran dan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mendefinisikan ekonomi biru sebagai 'mesin baru' bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif.

Kemudian kerangka kerja ini di tuangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN) tahun 2005-2025 khususnya dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara kepualauan yang berdaulat, maju, dan tangguh melalui pembangunan berkelanjutan, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya laut yang baik untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan.

Dalam laporan Bank Dunia terbaru yang berjudul "Laut untuk Kesejahteraan: Reformasi untuk Ekonomi Biru di Indonesia", menjelaskan tentang rekomendasi bagi pemerintah berdasarkan upaya dan target. 

Laporan tersebut juga memaparkan bahwa masa depan sektor kelautan bergantung kepada aset alam, ekosistem laut dan pesisir yang sehat. Terdapat empat strategi untuk ekonomi biru di Indonesia yaitu;

  • Peningkatan pengelolaan aset laut dan pesisir (perikanan, mangrove, terumbu karang).
  • Mobilisasi insentif dan investasi.
  • Sistem yang lebih baik untuk pengumpulan dan pemantauan data.
  • Membangun kembali dengan "lebih biru" setelah pandemi Covid-19.

Sumber: coastalcare.org
Sumber: coastalcare.org

Bagaimana dengan ekspor pasir laut dan hubungannya dengan Blue Economy?

Global Resilience Partnership berkolaborasi dengan para peneliti dari berbagai kampus terbaik dunia seperti Universitas Standford, Universitas Stockholm, dll membuat sebuah laporan tentang "Menempatkan Pasir Pantai dalam Agenda Pemberdayaan Sumber Daya Laut Berkelanjutan". 

Dalam laporan tersebut para peneliti menekankan beberapa poin penting dalam pandangan keilmuan tentang pemanfaatan pasir pantai. Beberapa poin penting tersebut diantaranya; pasir dalam ekosistem laut, pasir dalam ekonomi kelautan, dan dampaknya terhadap lingkungan.

Pasir dalam ekosistem laut terbentuk secara alami yang bertindak sebagai penghubung dan penyangga di antarmukua darat-laut, yang secara fungsional menghubungkan ekosistem laut dan daratan sekaligus melindungi daratan dan menstabilkan garis pantai, yang dianggap sebagai salah satu strategi mitigasi risiko iklim yang paling 'hemat biaya' untuk meningkatkan ketahanan pantai.

Dalam ekonomi kelautan, pasir merupakan inti dari pecepatan industrialisasi lingkungan pesisir dan lepas pantai. Di mana dari sinilah lahir industri pengerukan yang dilengkapi dengan berbagai macam peralatan untuk menggali, mengangkut, menambang pasir yang diperlukan sebagai bahan bangunan, hingga membuang pasir tersebut.

Tujuan dari industrialisasi yang terjadi biasanya diperuntukan untuk reklamasi lahan, memperdalam saluran air dan pelabuhan, membuang sedimen yang tercemar, membangun pertahanan pantai, yang artinya 'sebagian besar' memiliki tujuan utama dalam pembangunan infrastruktur yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi penduduk lokal sekitar pantai.

Namun para peneliti juga menegaskan bahwa, pada dasarnya praktik pengerukan dan penambangan pasir laut dapat mengakibatkan kerusakan habitat dan hilangnya keanekaragaman hayati, pengendapan sedimen, dan perubahan batimetri dan topografi dasar laut. 

Hal ini menyebabkan hilangnya organisme secara langsung dan menganggu seluruh jaringan makanan, yang menyebabkan penurunan fungsi dan manfaat ekosistem, serta hilangnya ketahanan jangka panjang.

Penambangan pasir juga merupakan pendorong utama erosi pantai yang mempercepat hilangnya fungsi pelindung seperti pantai, bukit pasir, dan gundukan pasir. Hal ini juga meningkatkan kerentanan garis pantai terhadap banjir dan gelombang air laut serta membahayakan ketahanan infastruktur dan aset pesisir pantai.

Ini juga didukung oleh laporan dari United Nations Environment Programme (UNEP) tahun 2022 yang menjelaskan bahwa penambangan pasir yang terus meningkat sekiar 6 persen per tahun disebut tidak berkelanjutan dan dapat merusak ekositem laut.

Tidak hanya itu berdasarkan penelitian yang dilakukan UNEP pada tahun 2019 menemukkan bahwa pertumbuhan akan permintaan pasir terus bertambah selama 20 tahun terakhir menyebabkan sungai tercemar dan banjir, serta penyusutan lapisan air tanah dan kekeringan yang semakin parah.

Sehingga UNEP mengidentifikasi solusi terbaik dari permasalahan kegiatan penabangan pasir tersebut, termasuk dengan pembuatan kerangka kerja hukum untuk penambangan pasir, upaya mengembangkan ekonomi berkelanjutan untuk pasir dan bahan bangunan lainnya, memetakan dan memantau sumber daya pasir secara akurat, serta memulihkan ekosistem yang rusak akibat penambangan pasir.

Tentu dari beberapa poin penting tersebut kita dapat melihat bagaimana dampak yang terjadi dalam hal ini apabila Indonesia mulai kembali memberlakukan penambangan pasir sebagai komdiditi ekspor. 

Selain itu, praktik penambangan pasir juga tidak sejalan dengan rencana Indonesia baik dalam pembangunan jangka menengah maupun jangka panjang terhadap sumber daya laut secara berkelanjutan.

Akan lebih baik juga jika pemerintah dapat mengkaji lebih dalam terkait kebijakan penambangan pasir laut tersebut dan dapat melakukan eksplorasi kekayaan sumber daya laut yang ada dengan lebih bijaksana lagi, sehingga tidak hanya memberikan dampak terhadap perekonomian Indonesia saja tetapi tetap dapat menjaga kelestarian sumber daya laut tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun