Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Corporate Digital Responsibility (CDR), Perlukah Indonesia Mulai Menerapkanya?

6 Juni 2023   21:38 Diperbarui: 9 Juni 2023   06:45 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: allegoryagency.co.uk

Dalam dua dekade terakhir digitalisasi terjadi, kemajuan digital telah menciptakan berbagai macam sistem dengan kemampuan yang luar biasa. Saat ini dunia mulai mengalami transaformasi digital ke arah sistem kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dan teknologi Machine Learning Data yang saat ini turut mengambil peran besar dalam berbagai industri dunia.

Transformasi digital yang terjadi juga memberikan kemudahan bagi perusahaan-perusahaan dalam melakukan kegiatannya. Mulai dari produksi hingga distribusi, dapat dilakukan dengan lebih mudah dan dengan biaya yang jauh lebih murah. 

Tidak hanya itu, suatu perusahaan dapat menggunakan teknologi machine learning data untuk mempelajari bagaimana perilaku konsumen, strategi penjualan dan marketing yang efisien, bahkan hingga memprediksi penjualan untuk beberapa periode kedepan.

Begitu juga dengan konsumen yang diberikan berbagai kemudahan dengan adanya transformasi digital ini, mulai proses pemesanan, pembayaran, hingga barang sampai ke tangan mereka, membuat penggunaan teknologi digital semakin lebih luas dan massif lagi.

Penggunaan teknologi digital semakin gencar dilakukan ketika masa pandemi Covid-19 melanda dunia. Di mana pada saat itu segala kegiatan 'dipaksa' untuk bisa dilakukan secara online atau tanpa adanya interaksi antar-manusia secara langsung. 

Kondisi ini membuat perusahaan hingga lembaga pemerintah dapat memperoleh dan mengelola data masyarakat dalam jumlah yang besar melalui teknologi digital. Kemudian ini menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan dan lembaga pemerintah dalam mengelola data yang besar tersebut serta memastikan keamanannya.

Mckinsey digital dalam artikelnya tentang penggunaan data yang etis di era teknologi dan regulasi digital menyoroti adanya perdebatan diantara perusahaan, pemerintah, dan pembuat kebijakan dalam pandangannya terhadap perlindungan data. Di mana banyak perusahaan menganggap bahwa keamanan data konsumen merupakan tanggung jawab dari pemerintah. Sehingga banyak perusahaan yang tidak memiliki pedoman atau aturan dalam perlindungan data konsumen, dalam hal ini sebagai mitigasi risiko dari maraknya kejahatan siber.

Selain itu, dari pembuat kebijakan hanya melihat dari sisi 'pengawasan dan perlindungan data' dari perusahaan maupaun pemerintah saja bukan melihat dari sisi 'bagaimana data itu digunakan'. Dalam hal ini membuat kebijakan perlindungan data tidak berjalan efektif seperti semestinya, dan perusahaan akhirnya tidak memiliki rasa tanggung jawab yang besar dalam mengambil dan menggunakan data masyarakat karena menganggap 'perlindungan data' adalah urusan dari pemangku kebijakan.

Namun disisi lain Tomoko Yokoi dkk dalam risetnya tentang menanamkan tanggung jawab digital pada perusahaan, menambahkan bahwa seiiring dengan meningkatnya ekspektasi masyarakat terkait penggunaan teknologi digital yang bertanggung jawab, perusahaan mulai mempromosikan praktik yang lebih baik dan menjadikan keunggulan bagi perusahaan itu sendiri. 

Menurut studi tahun 2022, 58% konsumen, 60% karyawan, dan 64% investor membuat keputusan penting berdasarkan 'keyakinan dan nilai-nilai' mereka. Tanggung jawab digital pada suatu perusahaan dapat mendorong penciptaan nilai dan branding bisnis yang dianggap dapat bertanggung jawab dan lebih dipercaya oleh konsumen maupun investor.

Oleh karena itu pada tahun 2021, sekelompok akademisi, praktisi perusahaan hingga penulis melakukan kolaborasi dan menerbitkan buku yang berisikan gabungan hasil kerja mereka. Kemudian hasil kerja ini menjadi sebuah suatu definisi secara internasional yang berisi seperangkat prinsip-prinsip yang dapat memandu perusahaan dan lembaga/organisasi dalam menjalankan tanggung jawab digital atau dikenal dengan istilah Corporate Digital Responsibility (CDR).

Lalu apa itu Corporate Digital Responsibility (CDR)?

Corporate Digital Responsibility (CDR) adalah serangkaian kebijakan dan tata kelola yang membantu sebuah perusahaan atau organisasi dalam menggunakan data dan teknologi digital dengan cara-cara yang bertanggung jawab secara sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Corporate Digital Responsibility (CDR) sendiri memiliki 7 prinsip, diantaranya;

  • Tujuan dan kepercayaan.
  • Keadilan dan kesetaraan akses untuk semua.
  • Mempromosikan kesejahteraan masyarakat.
  • Mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial.
  • Mempercepat progres kemajuan ekonomi.
  • Menciptakan lingkungan yang berkelanjutan untuk ditinggali.
  • Mengurangi dampak teknologi terhadap iklim dan lingkungan.

Secara garis besar CSR dan CDR memiliki tujuan yang sama dengan fokusnya terhadap ekonomi, lingkungan, dan sosial. Namun perbedaannya adalah pada 'bentuk' dari tanggung jawab yang diberikan dari kedua konsep tata kelola manajemen tersebut. Di mana tanggung jawab pada konsep CSR berbentuk 'fisik' artinya karena CSR muncul akibat dari aktivitas sebuah perusahaan yang secara tidak langsung memberikan dampak terhadap masyarakat sekitar, sehingga tanggung jawab yang diberikan akan bersinggungan secara langsung dengan masyarakat sekitar.

Sementara CDR merupakan perluasan dari CSR yang baru dan muncul sebagai akibat dari digitalisasi yang terjadi pada perusahaan-perusahaan saat ini. Di mana perusahaan mulai melakukan aktivitasnya mulai dari produksi hingga distribusi secara digital, sehingga perlu adanya tanggung jawab dari perusahaan akan digitalisasi yang terjadi. Bentuk tanggung jawab perusahaan berbentuk 'digital' kepada masyarakat, misalnya perlindungan data konsumen.

Sumber: dsc.org.uk
Sumber: dsc.org.uk

CSR dan CDR masih perlu berjalan bersamaan, karena seperti yang kita ketahui bahwa CDR merupakan gagasan baru yang masih berumur 2 tahun.

Lobscat dkk dalam risetnya tentang corporate digital responsibility, menjelaskan hasil analisisnya yang menunjukkan bahwa CDR masih sulit untuk didefinisikan, sehingga masih perlu adanya kajian lebih mendalam lagi terkait kebijakan baru tersebut.

Namun CDR merupakan terobosan baru yang dapat memberikan dampak positif terhadap perusahaan dan para pemangku kebijakan. Sehingga konsep kebijakan CDR dapat diterapkan menjadi sebuah budaya kerja perusahaan sebagai akibat digitalisasi yang mengharuskan perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap 'data pribadi konsumen' yang saat ini biasanya berhubungan erat dengan digitalisasi teknologi.

Selain itu Ute Merbecks dalam risetnya tentang Corporate Digital Responsibility (CDR) di 30 perusahaan yang terdaftar pada DAX (Indeks Saham Jerman).

Hasil riset menunjukkan bahwa terdapat laporan tentang akvititas CDR yang berhubungan dengan konsumen yang dilakukan oleh 30 perusahaan DAX pada tahun 2020. Alasan utamanya dikarenakan meningkatkanya kekhawatiran terkait keamanan dan privasi data pelanggan. 

Hasil ini juga sejalan dengan fokus pemangku kebijakan di Jerman dan Eropa saat ini yang berfokus pada perlindungan konsumen. Lebih lanjut lagi Ute mengungkapkan bahwa insiatif CDR tidak terdistribusi secara merata diantara 30 perusahaan DAX. Terdapat dua faktor yang mempengaruhinya, yaitu ukuran dan industri. Di mana semain besar ukuran perusahaan maka dimungkinkan dapat menjalankan inisiatif CDR. 

Selain itu jenis industri juga mempengaruhi inisiatif CDR, misalnya perusahaan yang berhubungan dengan bidang teknologi informasi dan komunikasi. Perusahaan-perusahaan pada bidang ini biasanya melakukan dan mempercepat transformasi digital, sehingga tentu inisiatif dalam menjawab tantang transformasi digital melalui CDR akan lebih berpeluang besar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.

Perlukah Indonesia menerapkannya?

Seperti yang kita ketahui bahwa banyak kasus kejahatan siber yang terjadi di Indonesia beberapa tahun kebelakang ini. Kejahatan ini menyerang mulai dari perusahaan pada skala BUMN, swasta, hingga lembaga pemerintah. 

Namun respon dari perusahaan maupun lembaga pemerintah dirasa kurang memberikan rasa aman kepada masyarakat dan seolah keamanan data bukan suatu hal yang penting untuk dipikirkan. Meskipun ada hukum yang mengatur mengenai keamanan data, terkadang kebiasaan atau sikap tanggung jawab sangatlah penting dalam kasus seperti ini.

Konsep CDR yang masih baru tentu masih perlu adanya kajian lebih mendalam apabila ingin diaplikasikan di Indonesia. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa konsep CDR dapat menjadi sebuah ide cemerlang bagi perusahaan-perusahaan maupun lembaga pemerintah dalam melindungi kemanan dan privasi data masyarakat. 

Melaui CDR juga dapat menjadikan kebiasaan dan budaya kerja yang baik bagi perusahaan maupun lembaga pemerintah, sehingga dapat lebih bertanggung jawab dalam menjawab tantangan kemajuan teknologi digital khususnya dalam perlindungan data.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun