Di era pemulihan covid-19 menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah dan segenap kabinet mesin-mesin birokrasinya untuk melepasakn segalah kekeruhan kondisi akibat covid yang melanda indonesia.Â
Pemulihan yang dihidupkan bukan saja melalui sistem kebijakan, berbagai inovasi program kerja yang akan  direalisasikan maupun pembangunan yang akan dilaksanakan baik pembangunan dalam segi sosial, ekonomi, maupun politik.
Namun yang menjadi topik hangat mengguncang kondisi sosial masyarakat adalah kebijakan mengenai penghapusan honorer di tahun 2023 akan mendatang yang merupakan kebijakan mematikan bagi para kaum pegawai honorer. Karena kebijakan ini secara tidak  lansung akan memberikan dampak non  produktifitas hidup bagi para pegawai honorer bahkan mengelurakan harapan hidup mereka dari dunia kerja.
Suatu kebijakan hadir pasti ada sebab dan itu sudah melewati fase pengkajian secara serius yang dilakukan oleh beberapa oknum pemerintah yang berwenang mengatur dan memutuskannya. alasan diterapkan penghapusan non-ASN ini karena adanya ketidak jelasan rekrument pegawai sehingga berdampak pada pengupahan yang kerap di bawah upah minimum regional (UMR).
Jika dilansir dengan siatuasi sekarang bahwa kebijakan ini sangat rawan bias terhadap kondisi masyarakat yang sedang merasakan proses pemulihan covid-19 dan secara lansung akan berdampak kepada Negara sendiri.Â
Sebab kebijakan ini akan melestarikan pengangguran yang mampu menumbuhkan kemiskinan bervariasi dengan tingkatan kelayakan hidup yang berbeda-beda. Hal ini akan menjadi problem terbesar untuk Negara yang sangat berdampak pada perkembangan dan kemajuan Negara sendiri.
Kebijakan ini perlu dipertimbangkan secara serius dan perlu dikaji dengan melibatkan banyak stackholder untuk menata kebijakan ini secara bijak tanpa harus mengorbankan sisi hidup masyarakat.
Jika memang kebijakan ini dekomplitkan dengan mengadakan outsarcing untuk menjadikan pegawai honorer sebagai tenaga ahli daya bukan merupakan alternatif baik untuk masyarakat apalagi bagi tenaga honorer yang sudah mengabdi selama puluhan tahun. Sangat miris kebijakan ini jika dipertahankan.
Kemungkinan ada alasan yang terselip diterapkan penghapusan tenaga honorer di era pemulihan covid-19 ini yang tidak diungkapkan namun diselipkan. Mungkin Anggaran Pedapatan Dan Belanja Negara (APBN) , Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) tidak mampu untuk membiayai para tenaga kerja.
Sebab penghapusan tenaga honorer dengan alasan ketidak jelasan rekrument pegawai bukanlah alasan yang dominan untuk dijadikan acuan menerapkan kebijakan ini.Â