Sejak awal saya menduga bahwa pertemuan bloger Kompasiana hanya terjadi di kota2 di Indoensia, ternyata dugaan saya ini salah. Hari minggu yang lalu ternyata pendiri Kompasiana, Pepih Nugraha, berkenan datang ke Tokyo dan obrol serta menularkan ilmunya ke kompasianer di Tokyo. Berikut cerita lengkapnya. [caption id="attachment_206553" align="aligncenter" width="720" caption="Bedah Buku dan Workshop Blog Kompasian di Tokyo ( sumber foto : Dini dan Junanto ) "][/caption] Kedatangan Pepih Nugraha ke Tokyo memang bukan hanya temu muka dengan Kompasianer di Tokyo, akan tetapi di waktu yang sama diadakan bedah buku "Shocking Japan", karya mas Junanto Herdiawan. Saya belum pernah ikut acara "bedah buku", jadi semangat sekali mau datang dalam acara bedah buku "Shocking Japan" karya kedua mas Junanto Herdiawan. Begitu acara dimulai acara bedah buku, saya pikir buku yang mau dibedah itu disobek-sobek tiap halamannya lalu dibahas bersama. Ternyata yang terjadi hanya membuka buka ( kenapa kok istilahnya "serem" yaitu membedah , kayak di rumah sakit saja ). Mbak Sophie, bertindak sebagai pembawa acara menanyakan kenapa mas Iwan ( panggilan akrab Junanto H) menuliskan buku. Awalnya memang tidak ada niat membuat buku, tapi hanya menuangkan apa yang ada di pikiran dengan berbagai hal yang membuat heran di Jepang. Banyak hal "amazing" yang dirasa, kalau hanya dipikir sendiri bisa "sembelit", maka dituliskan semua dalam artikel di Kompasiana. Kebetulan ada penerbit yang mau membukukannya. Bp Salman Faridi, perwakilan penerbit buku, mengatakan bahwa situasi sekarang di Indonesia kekurangan penulis. Lebih banyak penerbit dari pada penulis, situasinya jadi terbali dibandingkan jaman dulu. Sekarang ini Penerbit mencari penulis. Kiat menulis ditularkan kang Pepih Nugraha Seperti di kota2 lain, tak ketinggalan di Tokyo pun Kang Pepih memberikan tips bermanfaat untuk bisa mulai menulis. Dengan suatu contoh tulisan suasana "Pejabat hanya sampai Bandara", ternyata bisa membuat pengaruh yang luar biasa. "Mulai dari yang suka , mulai yang dikuasai ... " adalah salah satu hal yang bisa dipakai saat mulai menulis. Pada saat masuk ruangan, Kang Pepih mengatakan bahwa dia datang bukan hanya untuk blog Kompasiana, tetapi juga sebagai wartawan profesional Kompas. Mungkin tidak lama lagi akan kita baca hasil bedahan kang Pepih terhadap Tokyo, tak salah jika saya menuliskan Pepih Bedah Tokyo. Suatu tulisan juga bisa membuka jalan ke masa depan, demikian cerita pengalaman moderator yaitu Ibu Meta, seorang ibu calon doktor di Keio University. Berkat sebuat tulisan yang dibuat, akhirnya ibu Meta mendapatkan beasiswa. Acara ini dilaksanakan tanggal 12 Agustus 2012 di Tokyo, bertempat di Sekolah Republik Indonesia di Tokyo (SRIT). Sengaja dipilih tempat di sekolah dengan harapan para guru juga bisa mulai menulis. Hal ini disampaikan oleh Bpk Ikbal, perwakilan KBRI Tokyo bidang pendidikan. Menulis adalah kegiatan mengikat makna, berbagi dan meninggalkan sesuatu yang berguna, papar Bp Ikbal. Hadir juga kepala sekolah SRIT, Bp Supardo, yang sempat juga menanyakan cara2 untuk bisa mulai menulis. Di sekolah itu banyak masalah yang bisa dituliskan, akan tetapi sering terlupa dan hilang begitu saja, ujar bpk Supardo. Ada beberapa guru yang aktif di Kompasiana, semoga akan bertambah banyak. Foto atau gambar juga bisa dipakai sebagai "pintu masuk" untuk bisa menulis, demikian papar Rane Hafied seoarang photo blogger yang juga sebagai specialist Siaran Indonesia di radio NHK. Tidak usah peduli dengan jenis kamera yang dimiliki, karena kamera yang terbaik adalah kamera yang ditangan kita, tandas Hafied. Jenis photo yang diambil juga harus punya kekhasan sehingga punya arti yang khusus. Pengalaman kerja di majalah saat bekerja di Aceh membuat semangat dan merasakan manfaatnya menuliskan berita yang ada di daerah, kata Teuku Munandar yang ikut berbagi cerita sebagai salah satu Kompasioner yang tinggal di Tokyo. Ada pesan dari guru yang selalu diingatnya : "Jangan menulis sambil mengedit". Jadi tuliskan semua dulu, baru diedit. Tahu tetapi tidak menuliskannya Ibu Elok, seorang ibu yang sudah sangat lama tinggal di Jepang mengatakan dengan jujur bahwa apa yang ditulis mas Iwan dia sudah tahu dan merasa bahwa isinya sangat biasa. Ungkapan senada disampaikan seorang ibu disebelahnya, ibu Tuti. Buku "Shocking Japan" ternyata membuat kedua ibu ini "shock", karena ternyata hal yang biasa bisa berarti luar biasa bagi orang lain. Kedua Ibu itu tahu, tetapi tidak menuliskannya. Acara ini menimbulkan kesadaran bahwa isi tulisan bisa yang sederhana dan biasa dalam kehidupan. Beberapa yang ikut hadir juga ada yang mulai mendaftar di Kompasiana, setelah sebelumnya kang Pepih menjelaskan secara singkat cara pendaftaran. Ketemu pertamakali Acara bedah buku yang dihadiri Kang Pepih ini dipakai sekaligus untuk kopdar kompasioner yang di Jepang. Selain Mas Junanto yang punya gawe, Teuku Munandar, hadir dari Kyoto yaitu mas Tori Minamiyama, Belda Shi, Andri dari Kanagawa, Hani dari Saitama, Ibu Emi dari Yokohama yang aktif dan sempat juga membuat buku "Bunda Sakura". Masih teringat ada kompasianer yang tidak bisa datang Soyo Kaze, ada juga yang di Sapporo dan juga di Hiroshima. Ternyata kalau ada niat, Kopdar Kompasiana bersama Kang Pepih bisa diadakan dimana saja asalkan pintar-pintar cari sponsor. Saya sendiri meski tinggal satu kota dengan mas Iwan, akan tetapi baru sekali ini ketemu muka. Beberapa foto dalam acara Bedah Buku dan Workshop Blog Kompasiana [caption id="attachment_206554" align="aligncenter" width="720" caption="Mas Iwan sedang dibedah bukunya, bersama Sophie, Salman F, dan Ikhdah Henny ( sumber foto : Dini dan Junanto )"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H