Mohon tunggu...
Hb. Sapto Nugroho
Hb. Sapto Nugroho Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup ini adalah Pikink ( Selalu senang dan bersyukur ), sementara tinggal di Tokyo

senang berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Puing-puing Itu Benar Ada dan Sangat Banyak

19 April 2011   02:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:39 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_103363" align="aligncenter" width="640" caption="Foto"][/caption] "Puing-puing itu benar ada dan sangat banyak", ini kesan pertama yang ada dalam diri saya. Mengapa demikian ? Karena selama ini saya hanya dari TV dan internet melihat kejadian Tsunami dan keadaan setelah Tsunami.  Dalam perjalanan menuju ke tempat pengungsian untuk menyediakan makan siang bersama rekan2 relawan lain,  saya melihat sendiri puing2 itu. Saya diajak teman saya hari sabtu 16 April 2011 ke daerah yang bernama Minami Sanriku, suatu daerah pinggir laut di Provinsi Miyagi bagian utara. Puing2 bahkan tidak hanya sangat banyak, akan tetapi saya katakan semua lokasi jadi puing2. Ada rasa deg-degaan juga waktu pertama melihat puing2 itu. Reaksi pertama saya hanya diam. Kalau melihat keadaan ini tentu jumlah orang yang sempat melarikan diri ke tempat lebih tinggi sangatlah sedikit, apa lagi Tsunami datang sekitar 34 menit setelah gempa.  Bisa kita bayangkan, belum sempat tenang setelah gempa, sudah harus melarikan diri. ( Lihat foto sekolah yang dipakai sebagai tempat aman untuk melarikan diri karena di bangun di tempat yang tinggi ) Melihat bangunan yang rusak, banyak perasaan yang bisa muncul. Tergantung dari apa yang ada dalam pikiran dan hati kita saat melihatnya. Teman saya sewaktu melihat salah satu bangunan yang tinggal rangkanya, dia selalu terasa dan ingin menangis. Dia sendiri bukan orang jepang, tapi karena mungkin lama tinggal di jepang ada rasa mengalaminya dan rasa itu dia ungkapkan dengan kegiatan datang langsung di tempat pengungsian untuk sedikit  bisa membantu pengungsi  dengan yang bisa dilakukan. [caption id="attachment_103296" align="aligncenter" width="600" caption="Sebagian besar bangunan rumah hilang dan tidak berbekas, ada beberapa bangunan yang tinggal rangka."]

1303178892394636404
1303178892394636404
[/caption] Waktu saya melihat bangunan yang tinggal rangkanya, betapa kuatnya Tsunami. Jelas2 manusia tidak bisa menghadapi Tsunami, akan tetapi hanya bisa melarikan diri. Di beberapa tempat memang sudah dibuat Tanggul, akan tetapi Tsunami juga tidak bisa diduga ketinggiannya, sehingga bencana ini banyak sekali korban meninggal dan korban hilang. Bangunan yang masih berdiri meski tinggal kerangka seakan-akan bilang ke saya : "Biarkanlah saya jadi petunjuk tentang lokasi semula, karena di sekitar saya sudah rata dan orang sulit menentukan atau mencari rumah tinggalnya yang dulu. Banyak rumah tergeser dan hilang." Ada satu bangunan tingkat empat yang masih berdiri, di atasnya ada tanda silang hijau, sebuah rumah sakit. Apakah semua pasien waktu itu sempat melarikan diri atau sempatkah semua pasien dan pekerjanya lari ke lantai paling atas ? Itulah pertanyaan dalam hati saya waktu melihat bangunan itu, rumah sakit itu sekarang sedang "sakit",  "Rumah untuk orang sakit itu , tampak luka di jendela bangunannya dan beberapa puing2 pun masih menempel dan menembus  di badan rumah sakit itu". [caption id="attachment_103297" align="aligncenter" width="600" caption="Rumah sakit yang dirinya sedang sakit "]
13031790071029946881
13031790071029946881
[/caption] Seperti yang ditulis dalam komentar teman saya : "Orang yang selamatpun tentu menderita karena hilang semua yang dia punyai yaitu saudara2 dan  rumah serta apa yang dia miliki".  Benar sekali.  Selain puing2 yang sangat banyak dari bangunan dan barang2 lain ,  yang tidak kalah penting dan itu MEMANG ada dan cukup banyak adalah "Puing2 Kesedihan" yang ada dalam diri pengungsi.  Para pengungsi tentunya masing2 mempunyai cerita sedih tidak terkira. Bisa dikatakan banyak "puing2" yang dalam diri para pengungsi.  Seperti halnya puing2 bangunan yang harus ditata dan dibersihkan untuk bisa menghidupkan daerah itu lagi,  maka para pengungsi sendiri harus bisa sekuat tenaga MENATA PUING-PUING KESEDIHAN yang ada dalam dirinya. Dalam kesempatan menyediakan makan siang waktu itu saya sempatkan untuk beberapa detik "melihat wajah" orang yang masih dalam tempat pengungsian.  Saya tidak berani melihat langsung. Dari apa yang saya alami dan perhatikan beberapa pengungsi sudah bisa MENATA puing2 yang ada dalam dirinya, ini terlihat dari wajah dan keberanian untuk berbicara. Puing2 yang ada dalam dirinya, karena sudah bisa diterima dan ditata, akhirnya dia bisa bercerita bahwa rumahnya juga hilang dan bergeser ke tempat lain. Ada dua orang kakak beradik yang dulunya punya rumah makan, mereka berdua bisa  bercerita soal rumah atau warungnya. Akan tetapi beberapa orang juga masih terdiam, mungkin butuh beberap waktu untuk menata puing2 dalam dirinya. Kita doakan semoga semua orang bisa menata diri meraka dan semangat kembali. Seperti pernah saya tuliskan di tulisan sebelumnya yaitu pemerintah jepang memang sudah merencanakan bangunan sekolah dijadikan tempat pengungsian di saat bencana. Dengan perencanaan ini maka sekolahpun dibangun di tempat yang tinggi, sehingga sangat aman dari Tsunami. Di daerah Minami Sanriku, tempat yang kami kunjungi, ada dua sekolah yaitu SMP dan SMA. Kedua sekolah itu terletak di bukit dan sangat lebih tinggi dari pada bangunan2 di sekitarnya. Foto yang saya sertakan ini adalah foto dari sekolah SMP.  Bangunan ini sekarang memang dihuni banyak pengungsi. Hari sabtu yang lalu kami menyediakan makan siang untuk sejumlah 150 orang. Sedangkan di bangunan SMA kami menyediakan makan siang sejumlah 250 orang. [caption id="attachment_103298" align="aligncenter" width="600" caption="Bangunan sekolah dibangun ditempat yang tinggi sehingga bisa bebas dari Tsunami dan sekarang dipakai untuk tempat pengungsian."][/caption] Cerita berikutnya adalah di tempat pengungsian sendiri yaitu di bangunan sekolah SMP dan SMA.  Trimakasih untuk teman2 yang sudah mengajak saya ikutan di kegiatan ini sehingga saya juga bisa bercerita kepada banyak orang lain. Salam dan tetap saling mendoakan. Tulisan sebelumnya : http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/04/18/mendekati-fukushima-lewat-jalan-tol/ Tulisan berikutnya : http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/04/20/tersenyum-meski-dalam-ketidak-pastian/ Berikut beberapa foto yang lain [caption id="attachment_103300" align="aligncenter" width="600" caption="Bangunan yang hancur"][/caption] [caption id="attachment_103303" align="aligncenter" width="600" caption="Rumah yang tergeser"]
1303179626900225249
1303179626900225249
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun