Mohon tunggu...
Sapti Nurul hidayati
Sapti Nurul hidayati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ibu rumah tangga

Mantan ibu bekerja, yang sekarang jadi IRT biasa. Suka hal-hal yang berbau sejarah. Sedang belajar menulis lewat aktifitas ngeblog. Membagikan cerita dan tulisan di blog pribadi https://www.cerryku.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Upaya Mewujudkan Akses Kesehatan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas Termasuk Orang Dengan Kusta

23 Juli 2021   21:46 Diperbarui: 23 Juli 2021   22:48 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mas Ardiansah, aktivis kusta dan ketua Permata (doc.pri)

Kusta merupakan penyakit kulit yang jarang dijumpai. Namun demikian, di beberapa daerah di Indonesia angka kejadian penyakit ini masih tergolong tinggi. Meskipun termasuk kategori penyakit kulit yang tidak mudah menular dan bisa disembuhkan, namun penyakit ini memiliki stigma negatif di masyarakat. Dicap sebagai penyakit yang mudah menular, tidak dapat disembuhkan, bahkan dianggap sebagai penyakit kutukan.

Adanya anggapan yang keliru ini mengakibatkan orang yang menderita penyakit kusta menjadi  tersisih dan mengalami diskriminasi. Kondisi ini berdampak buruk bagi upaya untuk menekan angka kejadian penyakit kusta itu sendiri. Karena banyak yang mengalami gejala kusta kemudian menjadi enggan untuk mengakui dan  memilih untuk menutup diri. Akibatnya penyakitnya semakin parah dan berisiko mengalami kecacatan akibat organ tubuhnya mengalami mutilasi.

Salah satu diskriminasi yang diterima oleh para penyandang disabilitas terutama karena kusta adalah akses untuk memperoleh layanan kesehatan. Hal ini juga dialami oleh para penyandang kusta, dan orang yang pernah mengalami kusta(OYPMK).  Padahal hak untuk dapat mengakses layanan kesehatan adalah hak setiap warga negara yang dijamin undang-undang. Di mana dalam hal ini pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin  ketersediaan fasilitas layanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang disabilitas, agar mereka dapat hidup mandiri  dan produktif secara sosial dan ekonomi.

Adanya diskriminasi terhadap golongan ini tentu menjadi keprihatinan tersendiri. Apalagi menurut data dari Bappenas tahun 2018, ada 21,8 juta atau sekitar 8,26% penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas.  Oleh karena itu perlu  upaya untuk mewujudkan kemudahan akses  layanan kesehatan inklusif  untuk para penyandang disabilitas termasuk orang dengan kusta.

Berkaitan dengan hal tersebut, ruang publik KBR bersama dengan NLR Indonesia menyelenggarakan diskusi bertajuk " Akses Kesehatan Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas termasuk Orang Dengan Kusta" yang diselenggarakan hari Kamis, 22 Juli 2021 lalu.

Acara tersebut disiarkan secara live di 100 jaringan radio KBR di seluruh Indonesia yang ada di Aceh sampai Papua dan di 104,2 MS Tri FM Jakarta.  Bisa juga diikuti melalui live streaming  via website kbri.id atau youtube channel  Berita KBR. Kebetulan saya menyimak diskusi ini  melalui live sreaming Yutube.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Ines Nirmala ini, dihadirkan dua orang nara sumber yakni Bapak Suwata dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dan Mas Ardiansyah, seorang aktivis kusta sekaligus ketua dari organisasi Permata. Acara yang berlangsung cukup singkat dan padat ini memberikan banyak insight positif bagi pendengar terutama dalam memandang penyakit kusta dan penderitanya.

Nara sumber & pemandu acara ruang publik KBR (doc.pri)
Nara sumber & pemandu acara ruang publik KBR (doc.pri)

Masalah Utama Penderita Kusta

Dalam paparannya mengawali sessi diskusi kali ini, Bapak Suwata menyampaikan kondisi atau gambaran permasalahan kusta khususnya di Kabupaten Subang. Menurut Pak Wata, "Penyakit kusta adalah penyakit kulit menular yang menimbulkan permasalah kompleks  dan menimbulkan kecacatan ganda baik sensorik maupun motorik bagi penderitanya".

Di mana penyakit kusta ini menimbulkan stigma di masyarakat sehingga memunculkan diskriminasi di bidang kesehatan, pendidikan, maupun lapangan kerja bagi penderitanya. Di Kabupaten Subang  sendiri, kusta masih menjadi masalah yang serius dengan adanya angka prevalensi kecacatan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantarnya :

  •  Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang kusta, sehingga ketika bergejala tidak segera memeriksakan diri.
  •  Pemahaman yang keliru tentang kusta yang berdampak pada pemberian stigma dan diskriminasi yang menyebabkan penderitanya menutup diri dan enggan berobat.
  • Kesiapan tenaga kesehatan untuk deteksi dini yang masih terbatas, sehingga banyak pasien ditemukan dalam kondisi parah.

Masih menurut Bapak Wata, berdasar data angka kecacatan yang ditimbulkan oleh penyakit kusta di Kabupaten Subang selama 3 tahun berturut-turut menunjukkan peningkatan. Di mana di tahun 2018 dari seluruh jumlah disabilitas yang ada, yang disebabkan oleh penyakit kusta sebanyak 5%, di tahun 2019 sebanyak 7,9% dan di tahun 2020 sebanyak 11%.

Bapak Suwata, dari Dinas Kesehatan Kab Subang (doc.pri)
Bapak Suwata, dari Dinas Kesehatan Kab Subang (doc.pri)

Senada dengan yang di sampaikan oleh Pak Wata, Mas Adrian seorang aktivis kusta dan ketua Permata dari Bulukumba menyampaikan "Permasalahan kusta yang utama adalah adanya stigma dan diskriminasi yang menyebabkan banyak kasus terlambat ditangani akibat banyak penderita kusta yang memilih untuk menyembunyikan penyakitnya"

Untuk itu perlu edukasi massif yang diberikan kepada masyarakat terutama golongan muda (mahasiswa) agar paham fakta tentang penyakit kusta. Stigma negatif pada penderita kusta yang selama ini terjadi adalah warisan generasi tua. Sehingga untuk mengubahnya perlu penguatan literasi tentang penyakit kusta di kalangan mahasiswa.

Hadirnya organisasi Permata sedikit banyak telah membawa perubahan pola pikir dan cara pandang masyarakat terhadap penyakit kusta terutama di perkotaan. Permata sendiri merupakan organisasi bagi orang yang pernah mengalami kusta (OPYMK) yang bertujuan untuk melakukan advokasi jika terjadi penolakan terhadap penderita kusta, memberikan pendampingan pada penderita kusta yang sedang melakukan pengobatan, dan peningkatan kompetensi life skill bagi OPYMK agar percaya diri dan dapat mandiri secara ekonomi.

Upaya Mewujudkan Aksesibilitas Kesehatan Bagi Penderita Kusta

Tidak bisa dipungkiri meskipun telah diamanatkan dalam UU no 8 tahun 2012 pasal 12 yang mengatur tentang pemberian hak yang sama bagi semua warga negara termasuk penyandang disabilitas dan penderita kusta untuk mengakses layanan kesehatan, namun hal tersebut masih sulit untuk diwujudkan.

Mas Ardiansah, aktivis kusta dan ketua Permata (doc.pri)
Mas Ardiansah, aktivis kusta dan ketua Permata (doc.pri)

Menurut penjelasan Mas Adrian, di Bulukumba sendiri organisasi Permata tengah melakukan advokasi  kepada Rumah Sakit Tandjung Khalid yang dulunya merupakan penyakit khusus kusta yang sekarang berubah menjadi Rumah Sakit Umum Pusat agar memberikan kemudahan layanan kepada para penderita kusta.

Perubahan status rumah sakit dari khusus kusta menjadi RSUP tersebut menyulitkan para penderita kusta yang hendak berobat. Karena para penderita kusta harus melalui jalur-jalur khusus ketika hendak berobat. Misalnya saja harus terlebih dahulu mencari rujukan dari Rumah Sakit Daerah, sehingga dirasa menyulitkan.

Belum lagi adanya peraturan dari BPJS yang memberi ketentuan rawat inap yang sama antara penderita penyakit kusta dengan penyakit lainnya. Padahal penderita kusta butuh perawatan dalam waktu yang lebih panjang. Sehingga sering terjadi seorang pasien kusta yang belum tuntas dalam pengobatan terpaksa harus sudah dipulangkan.

Lebih jauh Mas Adriansyah menyampaikan bahwa aksesibilitas kesehatan untuk disabilitas khususnya penderita kusta maupun OPYMK, hanya bisa terwujud jika stigma dan diskriminasi terhadap para penderita kusta dan OYPMK hilang.

Untuk itu sekali lagi edukasi dan literasi tentang penyakit kusta, terutama kepada generasi muda merupakan hal yang sangat penting dilakukan. Mas Ardiansyah juga berharap nantinya Permata sendiri bisa menjadi organisasi inklusi yang anggotanya tidak hanya OYPMK saja tapi semua orang yang memiliki kepedulian terhadap upaya penanggulanan penyakit kusta dan persamaan hak yang diterima oleh penderita kusta dan OPYMK.

Karena OYPMK  butuh dukungan agar bisa kembali ke masyarakat dengan penuh percaya diri dan menemukan potensi diri yang bisa dikembangkan sehingga bisa mandiri. Dan itu perlu dukungan semua pihak, baik pemerintah daerah maupun masyarakat luas.

Sedangkan Pak Wata menyampaikan juga upaya yang sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Subang untuk memberikan akses kesehatan kepada penyandang disabilitas dan penderita kusta, diantaranya adalah :

  • Melakukan advokasi kepada pemerintah sebagai implementasi UU no 8 tahun 2016
  • Integrasi peran stake holder
  • Integrasi layanan bagi disabilitas dan penderita kusta melalui SKPD.

Adapun 4 program prioritas untuk penderita kusta dan disabilitas di Kabupaten Subang adalah :

  • Kontrol dan cegah kusta melalui edukasi, pendampingan, dan kontrol penularan.
  • Cegah kecacatan sehingga harus dilakukan pengobatan sejak dini.
  • Pemberdayaan para OYPMK dengan pelatihan life skill.
  • Pengurangan stigma dan diskriminasi melalui komunikasi dan workshop perubahan perilaku bagi tokoh masyarakat yang dianggap berpengaruh yang diharapkan dapat memberikan pemahaman yang benar tentang  kusta kepada masyarakat sekitar.

Dengan upaya-upaya di atas diharapkan stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap penderita kusta dapat hilang. Dan dengan sendirinya akses layanan kesehatan inklusif  bagi penyandang disabilitas termasuk penderita kusta dapat semakin terbuka.

Semoga dengan dukungan dan peran semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun komunitas, hal ini dapat terwujud. Sehingga angka kejadian penyakit kusta dapat semakin turun, dan ke depan Indonesia dapat bebas dari penyakit kusta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun