Bukan Jogja namanya kalau tidak penuh dengan kegiatan seni dan budaya. Salah satu yang menjadikan Jogja istimewa dan sarat budaya adalah keberadaan kraton Jogja. Sejarah keberadaanya berikut cerita yang melingkupinya sangat menarik untuk dikupas.
Beruntung sekali, dalam rangka mangayubagyo 30 tahun Sri Sultan HB X bertahta, keraton Yogyakarta menyelenggarakan sebuah pameran menarik bertajuk "Merangkai Jejak Peradaban Nagari Ngayogyakarto Hadiningrat" yang dihelat mulai tanggal 7 Maret - 7 April 2019. Dan saya bersama teman-teman kompasianer Jogja pada hari Jumat, 29 Maret lalu berkesempatan untuk mengunjunginya.
Sekitar pukul 10.00 WIB kami sampai ke lokasi. Setelah membeli tiket, kamipun menuju ke ruang pameran yang digelar di bangsal pagelaran kraton.
Sebuah pameran yang sangat unik dan menarik. Karena berbagai benda yang belum pernah dipamerkan sebelumnya, dipajang sedemikian rupa sehingga para pengunjung dapat melihat dan mengamatinya. Oh ya, fyi di pameran ini pengunjung tidak diperkenankan membawa tas, kamera, atau gawai. Semua harus dititipkan di petugas jaga.
Benda-benda Koleksi yang Ada di Pameran
Diantara koleksi yang ditampilkan, terdapat benda-benda (uba rampe) yang dibawa pada saat prosesi jumenengan (penobatan) raja.
Benda-benda tersebut berupa perlengkapan makan sirih, dan berbagai benda berbentuk hewan dan sebuah lampu yang melambangkan sifat dari raja. Â Benda-benda yang dipamerkan tersebut merupakan replika, kalau benda aslinya tersimpan di dalam istana dan terbuat dari emas.
Dan berikut makna benda-benda berbentuk hewan yang dibawa dan ada pada saat jumenengan (penobatan) sang raja:
- Banyak atau angsa, hewan ini adalah simbol sifat waspada yang dimiliki raja sebagai pemimpin dan pengayom rakyatnya.
- Dalang atau rusa, merupakan simbol kepandaian atau kelincahan.
Sawung atau ayam jantan yang menggambarkan sifat pemberani. - Galing atau merak merupakan simbol ketampanan.
- Hardo Waliko atau naga simbol penanggung jawab kerajaan.
- Kandil atau lampu sebagai simbol penerang bagi rakyat.
Sedangkan untuk perlengkapan makan sirih, terdiri dari capuri, pangojokan, kacu mas, dan kotak tempat tembakau.
Benda-benda itu harus dibawa oleh kerabat raja yang hendak dinobatkan dengan syarat harus perempuan dan masih perawan.
Di pameran tersebut ditampilkan pula tempat duduk raja (dampar kencono) dan tempat kaki raja (amparan).
Pameran Naskah Kuno
Selain benda-benda yang berkaitan dengan prosesi jumenengan, pameran ini juga menampilkan berbagai naskah kuno koleksi keraton. Naskah kuno itu ada yang berbentuk babad ada pula serat.
Babad berisi tentang sejarah keraton jogja, mulai dari awal berdirinya kerajaan mataram Islam (babad mataram), babad giyanti yang memuat sejarah dibaginya kerajaan mataram menjadi dua, yakni Surakarta dan Yogyakarta sampai berdirinya kasultanan ngayogyakarta (babad ngayogyakarta). Sedangkan serat berisi tentang ajaran leluhur yang berkaitan dengan seni dan budaya.
Dalam pameran ini, aneka naskah kuno yang berbentuk serat dan babad yang dipamerkan berjumlah 27 buah. Naskah-naskah tersebut dipamerkan dalam 2 buah ruang pamer yang terpisah, yang disusun urut sesuai kronologinya.
Setiap naskah babad dan serat yang dipamerkan diletakkan dalam kotak kaca. Sehingga pengunjung hanya bisa melihat tanpa bisa menyentuhnya. Hal ini dimaksudkan agar naskah terjaga dari kerusakan, mengingat umur naskah yang sudah tua, lebih dari 2 abad. Naskah dtulis dalam huruf jawa kuno, sehingga tidak semua orang bisa membacanya. Untungnya, untuk setiap naskah babad atau serat yang ada, diberikan penjelasan atau keterangan singkat mengenai isinya dan tahun penulisannya yang tertempel di dinding dekat dengan kotak kaca tempat naskah dipamerkan.
Kembalinya Naskah Kraton Yogya yang di jarah Rafles
Membahas tentang naskah kuno milik keraton jogja, tidak bisa lepas dari peristiwa geger sepehi di tahun 1812. Peristiwa dimana terjadi invasi Inggris ke kraton Yogyakarta pada masa Sultan Hamengku Buwono II yang berakibat kekalahan yang luar biasa dari pihak keraton.Â
Kekalahan ini diikuti dengan penjarahan terhadap berbagai barang berharga milik kraton termasuk naskah-naskah kunonya. Peristiwa penjarahan besar-besaran tersebut dikisahkan baru selesai setelah 4 hari.
Peristiwa ini dikenal dengan sebutan geger sepehi, karena pada waktu itu Inggris menggunakan tentara sepoy (sepehi) yang merupakan tentara bayaran dari India.
Penyerahan dilakukan oleh duta besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik kepada Sultan HB X pada tanggal 7 Maret 2019 malam, bertepatan dengan pembukaan pameran  "Merangkai Jejak Peradaban Nagari Ngayogyakarto Hadiningrat"  di Pagelaran Kraton Jogja ini.
Kembalinya naskah kraton ini merupakan sesuatu yang menggembirakan. Karena dapat melengkapi jalinan kisah sejarah kraton Jogja sekaligus merekontruksi kembali ingatan kita mengenai peran kraton dalam memberikan sumbang sih terhadap ilmu pengetahuan, seni, dan budaya yang sarat makna yang masih ada dan lestari sampai sekarang. Dan menjadi tugas kita untuk mengetahui sejarahnya sehingga dapat lebih menghargainya.Â
Jadi, ingin tahu lebih banyak tentang jejak peradaban kraton Jogja ? Yuk, kunjungi pamerannya..masih tiga hari lagi lho...sampai tanggal 7 April nanti...
Salam...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI