Menjadi seorang guru hebat bukanlah sekedar tanggung jawab rutin, tetapi sebuah panggilan untuk memberikan dampak positif pada kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, guru hebat membutuhkan dedikasi, keterampilan, dan visi yang kuat terhadap pendidikan. Namun, masih terdapat berbagai kendala bagi seorang guru untuk dapat menjadi guru hebat. Hal ini dikarenakan guru masih terjebak dalam kesibukan untuk mengurus administrasi. Selain itu, guru juga dituntut untuk aktif di berbagai kegiatan sekolah yang akhirnya membuat ikatan emosional terhadap peserta didik di kelas menjadi berkurang. Ikatan emosional ini menjadi penting karena guru merupakan orang tua kedua bagi peserta didik. Kondisi ini menjadi tantangan bagi guru untuk dapat berperan sebagai teman, kakak, atau bahkan orang tua di sekolah.Â
Disamping itu, salah satu dedikasi yang dapat kita lakukan sebagai seorang pendidik dalam dunia Pendidikan tercermin dalam komitmen yang nyata untuk memberikan pembelajaran yang optimal serta pembelajaran yang bermakna. David Ausubel mengatakan bahwa Belajar bermakna adalah suatu proses belajar, dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar.
David Ausubel menegaskan pula bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami para peserta didik jika guru mampu untuk memberikan kemudahan bagi peserta didiknya sehingga peserta didik dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliknya, setiap peserta didik memiliki potensi unik yang perlu diakui dan dikembangkan. David Ausubel juga menambahkan bahwa belajar akan lebih bermakna jika pengetahuan yang diperoleh peserta didik bukan sekedar menghafal, tetapi dengan mengalami. Hal ini selaras dengan pernyataan Confucis seorang filsof China mengatakan "what I hear, I forget (apa yang saya dengar, saya lupa), what I see, I remember (apa yang saya lakukan saya paham)". Dari kata-kata bijak tersebut kita dapat mengatahui betapa pentingnya keterlibatan langsung peserta didik dalam pembelajaran.
Keterlibatan peserta didik ini dapat dianalogikan secara sederhana dengan menganggap RPP atau Modul Ajar adalah formasi awal di sepakbola, yang mana formasi itu hanya di atas kertas saja dan pada praktiknya dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi di kelas. Modul Ajar atau RPP hanya menjelaskan bagaimana proses pembelajaran itu berjalan dengan lancar, akan tetapi tidak dijelaskan suatu kondisi yang dianggap sebagai Plan B atau Plan C apabila kegiatan di Modul Ajar atau RPP tersebut tidak bekerja dengan baik, seperti misalnya kondisi kelas yang tidak kondusif atau ternyata pembelajaran tersebut membosankan.Â
Sementara peserta didik kita anggap sebagai pemain sepak bola dengan posisi yang berbeda-beda. Yakinlah bahwa semua peserta didik memiliki kemampuannya masing-masing seperti halnya pemain sepakbola. Tapi bukan berarti kemampuannya menjadi nol besar seperti gajah yang terbang ataupun burung yang dapat menyelam. Anggaplah peserta didik itu seorang bek, bukan berarti seorang bek tidak bisa menjadi penyerang atau gelandang akan tetapi mungkin tidak seoptimal dirinya menjadi bek, tapi mungkin ternyata potensi sesungguhnya malah keluar ketika dipasang menjadi striker.
Seorang guru atau pelatih harus selalu cermat dalam menilai kemampuan dan potensi peserta didik. Tentu hal tersebut dapat dicapai dengan membangun ikatan emosional serta berusaha menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung. Yakinlah sebagai seorang pendidik bahwa melalui pemahaman yang mendalam terhadap peserta didik kita dapat membantu mereka mencapai potensi sesungguhnya dan pengembangan pribadi yang optimal.
Disisi lain, keterampilan mengajar yang kuat menjadi landasan utama sebagai seorang pendidik untuk memberikan pengajaran yang maksimal. Pengembangan metode pengajaran yang berlandaskan teknologi dengan perkembangan terkini di dunia pendidikan sangat membantu dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik tidak merasa bosan atau jenuh, mengkaitkan suatu teori yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari lebih mudah dipahami dibandingkan dengan menjelaskan saja.Â
 Namun peserta didik harus paham realita yang ada di dunia ini agar terlatih kemampuan simpati dan empati terhadap suatu kejadian. Pendidik juga harus aktif mengikuti pelatihan dan seminar pendidikan untuk terus meningkatkan keterampilan mengajar sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih baik bagi peserta didik.
Guru hebat bukanlah guru yang memenangkan banyak penghargaan, memiliki banyak sertifikat atau guru yang memenangkan banyak lomba hingga menjadi pemateri di berbagai tempat pada jam mengajar berlangsung. Tetapi guru yang hebat adalah guru yang mampu membimbing peserta didik kearah masa depan yang cemerlang dengan berbagai metode dan pengajaran yang dilakukan serta senantiasa memberikan pujian yang membangun dan memberikan dukungan ketika mereka menghadapi kesulitan, sehingga mereka dapat mengatasi tantangan dengan baik.Â
Percayalah bahwa pendidikan bukan hanya tentang pemberian pengetahuan, tetapi juga tentang membentuk karakter dan membimbing peserta didik menuju keberhasilan di berbagai aspek kehidupan. Dengan visi ini, berusahalah untuk menjadi panutan yang menginspirasi peserta didik dengan tidak hanya menjadi cerdas secara akademis, tetapi juga menjadi individu yang bertanggung jawab, berempati, dan memiliki integritas.
Dalam menghadapi tantangan di dunia pendidikan yang terus berkembang, sebagai pendidik kita harus siap untuk terus belajar dan beradaptasi, memiliki keterbukaan untuk menerima umpan balik dari peserta didik maupun dari rekan sejawat dan mengimplementasikannya dalam praktek mengajar. Selain itu menjadi seorang guru hebat bukan hanya soal gelar tetapi sebuah keberlanjutan yang akan menjadikan sebuah kenangan bagi peserta didik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H