Mohon tunggu...
Sapta Arif
Sapta Arif Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menyukai pepuisi, cerita-cerita, kopi, dan diskusi hingga pagi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Tiga Ketukan sebelum Tengah Malam

4 Maret 2018   21:52 Diperbarui: 4 Maret 2018   22:33 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

/1/

Setumpuk berkas lusuh berserak di meja redaktur.

Dua kantung mata menyereringai memaki si tambun, sebelum tengah malam

:mereka minta dituntaskan.

Secangkir kopi, komputer yang menyala, berita radio dan televisi.

Mereka bersepakat: gadis kecil yang dipasung di rumah itu, bukanlah tersangka utama.

/2/

Kematian (memang) harus dirayakan, sama halnya dengan kelahiran.

Ia meyukai pesta dan perayaan, namun tidak menyukai keramaian.

Keramaian tak ubahnya sebuah pisau bermata dua.

Ia tajam di mata pertama, lalu tumpul di mata lainnya.

Sama halnya pisau, perempuan bisa menjadi keramaian.

Ia tumpul di pertemuan pertama, lalu tajam di waktu yang tak inginkan.

Barangkali inilah yang membuat lelaki itu memilih menarik pisau itu dari kehidupan.

/3/

Purnama ketiga sebelum tengah malam.

Gadis mungil memilih lari, lantaran bapaknya sudah enggan memaki ibunya.

Surakarta, September 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun