/1/
Setumpuk berkas lusuh berserak di meja redaktur.
Dua kantung mata menyereringai memaki si tambun, sebelum tengah malam
:mereka minta dituntaskan.
Secangkir kopi, komputer yang menyala, berita radio dan televisi.
Mereka bersepakat: gadis kecil yang dipasung di rumah itu, bukanlah tersangka utama.
/2/
Kematian (memang) harus dirayakan, sama halnya dengan kelahiran.
Ia meyukai pesta dan perayaan, namun tidak menyukai keramaian.
Keramaian tak ubahnya sebuah pisau bermata dua.
Ia tajam di mata pertama, lalu tumpul di mata lainnya.
Sama halnya pisau, perempuan bisa menjadi keramaian.
Ia tumpul di pertemuan pertama, lalu tajam di waktu yang tak inginkan.
Barangkali inilah yang membuat lelaki itu memilih menarik pisau itu dari kehidupan.
/3/
Purnama ketiga sebelum tengah malam.
Gadis mungil memilih lari, lantaran bapaknya sudah enggan memaki ibunya.
Surakarta, September 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H