Mohon tunggu...
Abu Atthaila Al Jawi
Abu Atthaila Al Jawi Mohon Tunggu... Administrasi - sebuah kisah perjuangan yang perlu diceritakan, meskipun pada akhirnya ini hanyalah kisah antara aku dengan Gusti Allah

Still No One...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Al Hamra yang Tersisa di Andalusia

12 Maret 2019   08:34 Diperbarui: 14 Maret 2019   10:39 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pa, Selat Gibraltar dimana ya?" Sepertinya Kakak sedang mengamati peta.

"Ehmmmm, antara Maroko dengan Spanyol. Coba lihat." Aku pun mulai menunjukkan sebuah titik di peta.

"Kakak tahu asal nama Gibraltar?" tanyaku.

"Tak tahu..." Jawabnya singkat khas dengan dialek Upin Ipin.

"Dulu, kawasan Eropa ini dikuasia oleh Raja-Raja Kafir yang kejam." Aku menunjukkan daratan Eropa di peta. "Karena tidak tahan terus tersiksa, maka rakyatnya mencari perlindungan ke penguasa Maroko yang Islam." Aku kembali menunjuk peta sambil jariku turut menyeberang selat.

"Trus? " Sahutnya dengan penuh semangat.

"Maka dikirimlah pasukan muslim untuk member peringatan kepada raja yang kejam itu. Pasukan menyeberangi selat, menuju daratan Eropa. Pasukan itu dipimpin oleh Panglima Perang  bernama Tariq bin Ziyad. Sesampainya di daratan Eropa, Beliau mengumpulkan pasukannya di sebuah bukit. Membakar perahu-perahu yang membawa mereka melintasi selat agar tidak bisa pulang, dan beliau berpidato:

"Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang kalian. Musuh di hadapan kalian. Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali sikap benar dan sabar. ....... Ketahuilah, sekiranya kalian bersabar untuk sedikit menderita, niscaya kalian akan dapat bersenang-senang dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, janganlah kalian merasa kecewa terhadapku, sebab nasib kalian tidak lebih buruk daripada nasibku...". Aku mencuplik beberapa text yang aku ingat.

   "Nah, bukit tempat beliau menghimpun dan menyemangati pasukan tersebut diberi nama Jabal Thariq. Jabal artinya bukit atau gunung. Sedangkan Tariq adalah nama pemimpian pasukan itu. Karena lidah Eropa maka Jabal Tariq disebut dengan Gibraltar". Kataku menutup cerita. Tanpa aku teruskan lagi kisah tentang Kejayaan Islam di Eropa serta kemundurannya. Sampai yang tersisa hanya Al Hamra. Belum saatnya. Biarkan dia mencari sendiri.

Ahad pagi. Seperti biasanya, saatnya ke Lapangan Kantor Dinas PUPR. Jaraknya sekitar 2 kilometer dari rumah. Cukup bersepeda motor sebenarnya. Sudah dijadwalkan setiap ahad pagi dari pukul 08.00 sampai mendekati dhuhur, Aku dan teman-teman melatih beberapa anak-anak untuk melajar memanah. Kalau Aku sebenarnya lebih banyak melihat saja. Melihat teman-teman pelatih "mentransfer" ilmu kepada para atlet.

Ahad ini lain. Berangkat lebih pagi. Tidak langsung ke lapangan memanah. Aku mengantar dulu Si Adik yang masih TK ikut lomba drumb band di GOR. Girang sekali dia. Karena untuk pertama kalinya akan tampil di hadapan orang banyak. Sepertinya dia sudah sangat siap. Semalam sudah gladi make up ala mamanya. Seadanya. Pakai pensil alis, liptik, eye shadow, serta pernak-pernik lainnya. Dan tidak lupa, pakai seragam tampil lengkap dengan sepatu boot tinggi. Tak lama kemudian sudah terdengar percakapan video call dengan seseorang di ujung telepon. Yah..... Emak-Emak milenial memang begitu...

Ahad ini lain. Aku terpaksa pinjam mobil saudara. Kami kebetulan belum punya mobil. Tau lah gaji pegawai, tetap bersyukur. Berempat kami. Formasi lengkap. Jarak rumah ke GOR sekitar 4 sampai 5 kilometer.

Emaknya ngobrol sama Si Adik,

"Adik, nanti jangan nangis ya. Nanti make up nya bisa luntur".

"Oke Moms." Si Adik membalas.

Gayanya keingris-ingrisannya terpengaruh tontonan Youtube My Little Pony. Tak kuasa membendung arus informasi. Aku berusaha mengatur durasi dan contents saja.

Sepertinya dia sedang tidak gugup.  Gantian kakaknya yang duduk di depan ramai sendiri. Mencoba mengoda-goda adiknya. Biasalah kalau anak cuma dua. Kadang-kadang main bareng, tiba-tiba udah berantem. suatu ketika waktu satu lagi liburan ke tempat neneknya, yang satu kangen sampai sakit.

 Ku nyalakan radio. 97,9 FM RRI PRO 3. Kulihat Emaknya di kursi tengah, mulai membuka nasi berkat bungkus daun jati. Barusan dapat dari pengajian subuh. Pulang tadi bawa dua bungkus. Yang satu sudah duluan dimakan berdua Si Adik dan kakaknya sama sosis goreng. Alhamdulillah, kebetulan rice cooker kami sedang masuk bengkel, jadi belum sempat masak nasi tadi.

Tak banyak pilihan kanal radio di kota ini. Beberapa radio swasta berjamaah memperdengarkan lagu dangdut tak peduli siang dan malam. Tapi ada juga yang terus menerus siarkan pengajian. Radio pemerintah? Ada di 90.4 FM. Kadang meneruskan siaran RRI PRO3, kadang memutar lagu-lagu kenangan, kadang sekilas berita lokal Pacitan. Aku berfikir, kenapa peran sebagai "corong pemerintah" tidak dioptimalkan? Yang bisa menyampaikan apa yang sedang dikerjakan pemerintah. Serta menjadi salah satu media menyampaikan informasi kepada pemerintah. Apa karena ada aturan yeng membelenggu? Apa karena sedikit sekali orang yang masing mendengarkan radio? Atau karena memang radio sudah kalah bersaing dengan media yang lain? Atau memang kebijakannya bukan untuk itu? Ah sudahlah....

Aku termasuk tipe orang yang memilih mendengar radio di mobil dari pada lagu-lagu dalam CD atau flashdis. Lebih unpredictable aja. Kita tak tahu lagu berikutnya apa. Seperti hidup. Kita belum tahu yang akan terjadi nanti.   Kecuali, kalau pas lagi mudik ke Malang fullteam. Biasanya download dulu beberapa kajian ustadz-ustadz pilihan di Youtube. Mau yang santai pilih UAS. Mau yang serius, sistematis, dan detail pilih UAH. Mau dengar sejarah Islam di Turki pilih UFS. Mau dengar sejarah Islam masuk Jawa dan Mataram Islam pilih USAF. Mau yang bikin kita mikir dan selektif ambil keputusan? Dengar laporan istri. Maka dia akan bercerita sepanjang jalan. Kejadian dua belas jam yang lalu. Dari mulai perkembangan sekolah Si Adik sampai cerita Kakak Si Ketua Kelas. Mulai dari pedagang kulit pangsit satu-satunya di Pasar Minulyo sampai harga brokoli di Pasar Sayur Arjowinagun. Laporan pendapatan Toko, tagihan listrik, PDAM, dan buanyak lagi.

Ini salah satu hal yang penting untuk didengarkan. Seperti laporan berkala perusahaan yang menentukan arah kebijakan ke depan. Kita harus cermati betul, salah membaca data dan situasi pasar, maka bisa gulung tikar. Maka Aku perhatikan dengan seksama.

Ahad itu. PRO 3 RRI. Entah apa judul acaranya. Temanya aku tak tahu. Siapa pembawa acaranya pun tak kenal. Menurutku ini kanal yang lebih baik dari pada mendengarkan lagu dangdut yang kadang syair-syairnya tak pantas didengarkan anaka-anak. PARENTAL ADVISORY CONTENT. Mirip tulisan-tulisan di cover depannya kaset album Limp Bizkit.

 Yang jelas sepertinya penyiar sedang mengundang para penelepon dari penjuru negeri. Seseorang menelepon, seorang Kepala Desa, sedang mengkonfirmasi sebuah berita tentang belum diberikannya jatah raskin kepada masyarakat sampai akhir triwulan pertama 2019. Dia berujar bahwa jadwal dan mekanisme penyaluran diatur oleh pemerintah pusat. Jadi sebenarya pihak pemerintah desa sedang menunggu jadwal dan mekanisme dari pemerintah.

Aku mulai berfikir.

Sampai di pelataran GOR. Volume radio aku turunkan.

"Ma, nanti dijemput jam berapa?" kataku.

"Jam 10 ya." Jawabnya.

"OK. Assalamu alaikum".

"Waalikum salam". Kami pun berpisah.

Aku besarkan lagi volume radio. Kali ini penelpon yang lain, entah siapa namanya aku lupa, dari sebuah daerah di NTB. Mempermasalahkan pembagian beras sejahtera yang tidak tepat sasaran. Beras sejahtera dibagi secara merata kepada seluruh warga masyarakat. Sehingga volume yang diterima menjadi kurang dari yang semestinya diterima warga kurang mampu.

Aku menyetir dengan pelan. Jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 07.56. Lapangan panahan sudah ramai. Cuaca sendu. Tidak panas, tidak hujan.

Penelepon berikutnya, seorang warga NTB, penderita tuna netra. Menjelaskan bahwa pembagian beras sejahtera tidak tepat sasaran. Dia bercerita bahwa penyandang disabilitas seperti dia tidak terdata sebagai penerima. Padahal ada tetangganya yang lebih mampu dari dia, memiliki kendaraan bermotor menerima jatah dari pemerintah. Akhirnya Dia mengadu melalui situs lapor atau sejenisnya. Beberapa hari kemudian datang petugas melakukan pendataan, entah dari dinas sosial atau yang lain. Ada dalih bahwa data berasal dari pemerintah pusat atau usulan pemerintah daerah yang ditetapkan dari pemerintah pusat. Atau mungkin pendataan tahun sebelumnya. Atau mungkin pula ada kesalahan pada saat pendataan. Ah entahlah.....

Kayaknya temanya tentang beras miskin. Ada lagi beberapa penelpon. Aku sudah tidak memperhatikan. Aku diam. Mikir.

Kamis malam jumat kemaren, Aku bertemu Pak Kades dan beberapa orang tokoh masyarakat. Di sebuah tasyakuran. Gedung seni budaya milik desa. Hampir jadi. Sudah lebih dari 60 persen. Insyaallah tahun ini finishing. Dibangun menggunakan Dana Desa. Kami ngobrol ngalor ngidul. Mulai luas gedung yang sekitar 25 x 18 meter. Memungkinkan bisa dipakai olahraga mulai futsal, volley, bulu tangkis, tenis meja. Kalau Aku mikir dipakai untuk panahan indoor aja. Jarak 20 meter masih bisa. Tinggal atur dimana shooting line dan papan target. Mengira-ira jumlah lampu dan kebutuhan daya listrik. Menerka arah hembusan angin. Sampai kira-kira berapa biaya sewa yang pas kalau dipakai untuk hajatan manten.

"Mas, sampean masih di BAZNAS? " Seseorang bertanya.

"Mboten pak. Teman yang jadi pengurus di sana", Jawab saya.

Aku diam sesaat. Apakah karena kemaren ada yang titip proposal ke BAZNAS lewat aku dan dengan cepat direspon membuat beliau-beliau berfikir Aku bertugas di BAZNAS? Pertama, Masjid desa mengirim proposal pengadaan jam penunjuk waktu sholat. Pernah dijanjikan tahun depan. Atas seizin Allah, tak sampai dua bulan sudah direalisasikan. Kedua, ketika teman-teman pemuda masjid mengadakan bhakti sosial sunat masal. Proposal teman-teman direspon cepat oleh BAZNAS. Mungkin itu yang membuat beliau-beliau mengira saya pengurus BAZNAS.   

"Kebetulan kemaren tesis saya tentang pengukuran kinerja BAZNAS, Pak. Jadi beberapa kali bertemu dengan pengurus BAZNAS", Aku menambahkan. Bukan aku yang hebat, tapi karena Allah yang menolong kita, dalam hati saya.

"Oh, begitu. Gimana hasilnya mas?"

"Tentu ada beberapa hal yang harus BAZBAS ditingkatkan, Pak. Tapi menurut saya ada sisi yang lebih penting untuk kita kerjakan di tingkat desa. " Jawabku bersemangat.

"Apa itu?" tambahnya.

 "Kita bentuk Unit Pengelola Zakat di desa kita". Jawabku mantap.

Aku pun mulai bercerita. Mulai dari bagaimana Rasullulaah SAW membangun peradaban dan sebuah system pemerintahan di Madinah. Bagaimana Khalifah Abu Bakar dan Umar Bin Khattab memungut zakat di zaman mereka. Menunjukkan bahwa negara hadir dan "aktif" dalam memungut zakat. Bukan menunggu orang-orang datang menyetor zakat. Sudah seperti paling tahu saja Aku malam itu. Padahal juga hanya baca buku-buku saja. Aku ceritakan bagaimana Khalifah Abu Bakar memerangi kaum muslimin yang tidak lagi mau membayar zakat sepeninggal Rasullullah. Ingin aku menunjukkan bagaimana kewajiban zakat menjadi krusial dalam menjaga Islam seseorang. Menyelematkan yang kaya dari kewajiban bersedekah dan menyelamatkan saudara seiman yang sedang kurang beruntung dari kesusahan hidup.

Kuceritakan juga bagaimana posisi Negara Indonesia dalam menetapkan kebijakan pengelolan zakat. Aku ceritakan bagaimana negara ini membagi kewenangan. Aku sampaikan bahwa AGAMA, termasuk di dalamnya terkait zakat, adalah termasuk urusan absolut yang menjadi urusan pemerintah pusat. Dengan begitu tidak serta merta pemerintah daerah kabupaten atau pun desa dapat secara leluasa melakukan pengaturan. Aku mencoba menyederhanakan istilah-istilah agar bisa kami pahami.

"Terus bagaimana?". Diskusi semakin menghangat.

Sehangat kopi hitam yang baru saja disajikan Pak Kasi Kesejahteraan Sosial.  Kami pun duduk semakin merapat. Aku lihat kacang rebus di ujung tikar, aku tarik mendekat.

"Kita ikuti saja aturan negara!!!" Kataku.

Bukan hendak memaksa aturan agama menyatu dengan aturan negara. Bukan pula hendak berandai-andai Negara akan menggunakan aturan agama di setiap sendi kehidupannya. Tetapi bagaimana mewarnai kehidupan dengan nilai-nilai agama.

Aku berhenti sejenak. Mencoba mengambil data dalam memori di otakku. Seolah-olah otakku sedang berputar seperti piringan memori hard disk, dan monitornya mulai menunjukkan tampilan : LOADING...... PLEASE WAIT....  SEARCHING FOR: Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

(Insyaallah bersambung...)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun