Mohon tunggu...
Safira Adi
Safira Adi Mohon Tunggu... Freelancer - Personal Experience

Still to Photography | Google Local Guide | Cerita dan Motret | #perenangimajinasi | tjeritaphira.wordpress it's my second blog | Anthropology my side experience

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema Pendidikan Inklusi di Indonesia

7 Desember 2018   13:22 Diperbarui: 8 Februari 2022   10:32 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa ada juga yang pindah ke sekolah alternative seperti sekolah alam dan sebagainya. Contoh kasus selain di Surabaya, seperti di sekolah alam tempat adik saya. Teman teman adik saya sekelas rata rata semua anak pindahan, mereka semua pindah ke sekolah alam dengan alasan mereka waktu sekolah di sekolah reguler ( konvensional ) merasa tidak nyaman karena pelajaran nya terlalu berat, di 'labeli' oleh gurunya sebagai nakal dan jam sekolahnya pun dari pagi sampai sore.

Kasus kasus seperti itulah yang sering muncul dalam pendidikan inklusi. Mereka tidak hanya mendapat penekanan dari peraturan pemerintah, teman teman dan guru di sekolah saja, tetapi juga tekanan orang tua yang selalu ingin anaknya menjadi normal yang orang tua tidak ketahui bahwa keadaan anak mereka yang berbeda dari anak lainnya.

Mereka, anak anak inklusi masih menjadi minoritas yang kurang diperhatikan oleh pemerintah. Selain itu, ditambah belum adanya kurikulum khusus bagi sekolah sekolah inklusi maupun sekolah reguler bertanda 'inklusi' tersebut menambah tekanan terhadap anak anak inklusi.

Padahal, Pendidikan yang sebenarnya menurut Ki Hadjar Dewantara ialah Pendidikan Harus Memerdekakan Manusia dan Mendidik Anak sama dengan Mendidik Rakyat. Ditambahkan oleh Socrates, seorang filsuf dari Yunani mengatakan bahwa beliau menemukan ide dalam model pengajaran yakni dengan memberikan langsung pertanyaan tanpa terlebih dahulu menyampaikan materi dan semua nya harus bahagia.

Artinya, model pengajaran yang harusnya dilakukan oleh pendidikan inklusi adalah model pengajaran dua arah atau disebut dengan diskusi yang membuat anak anak bahagia. Tidak melulu harus mendengarkan 'ceramah' materi oleh sang guru.

Selain itu, Socrates juga menambahkan bahwa Pengetahuan merupakan suatu keutamaan yang harus di dapat oleh semua kalangan.  Lalu, Fungsi dari Pendidikan Inklusi itu sendiri adalah untuk mendorong kemajuan akademik nya secara pribadi dan sosialnya ( Farrel,2009 ).

Akan tetapi, semua konsep mengenai pendidikan sebenarnya yang dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantara, Socrates dan Michael Farrel belum ter implementasikan dengan baik dan benar pada pendidikan inklusi di Indonesia.

Nampaknya, Indonesia belum siap dan 'galau' untuk menerapkan Pendidikan Inklusi secara sistem dan praktiknya. Jadi, sampai kapankah Indonesia 'galau' terus menerus..? dan sampai kapankah 'keresahan' dan 'kegalauan' kelompok anak anak inklusi yang minoritas ini teratasi..?.

Daftar Pustaka :

[ 1 ]. Farrell, Michael. 2009. Foundation of Special Education: An Introduction. UK: Willey- Blackwell

[ 2 ]. Julian Hodges, David. 2011. The Anthropology of Education: Classics Readings. USA: Cognella.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun