Mohon tunggu...
Sapphira Peggy
Sapphira Peggy Mohon Tunggu... Mahasiswa - semoga bermanfaat~

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia Darurat “Human Security”, Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

18 Maret 2020   22:04 Diperbarui: 18 Maret 2020   23:27 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: rri.co.id

Keamanan (Security)  secara umum memiliki arti bebas dari ancaman, bebas dari rasa takut, serta bebas dari rasa "tidak aman". Secara tradisional, keamanan dipandang sebagai usaha untuk menjaga keamanan negara (State) dari berbagai ancaman luar dan bagiamana cara negara untuk memperkuat keamanan negaranya. 

Lalu,  seiring dengan perkembangan zaman terutama di era globalisasi ini konsep keamanan tidak hanya dilihat dari sudut pandang negara "State"  saja. 

Konsep keamanan di era globalisasi  sudah melihat sesuatu yang lebih mendalam, tidak hanya dilihat dari sisi militer saja namun keamanan dapat dilihat dari berbagai sisi ancaman sosial, ancaman politik, ancaman ekologis backan ancaman manusia. 

Hal-hal tersebutlah yang kemudian disebut dengan isu keamanan non tradisonal, keamanan non tradisional menekankan pada aspek keamanan "non-state" tau keamanan bukan negara. 

Salah satu dari bagian keamanan non traditional yang akan saya bahas adalah "Human Security" atau keamanan manusia, Human Security muncul karena maraknya permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan manusia seperti terorisme, perdagangan manusia, perdagangan senjata ilegal, konflik antar penduduk, kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) lain sebagainya. 

Hal-hal tersebut juga menyadarkan manusia bahwa keamanan pribadi merupakan suatu hal yang melekat di dalam diri manusia dan merupakan hak pribadi. Menurut United Nation menyebutkan beberapa jenis dari Personal Security  yaitu Sexual Violence, Sexual Assault, Hostage Taking, Crowds, Protests and Demonstrations, Landmines, Weapons Firing, Hijacking, Arrest and detention. 

Indonesia menjadi salah satu dari beberapa negara yang sedang menghadapi kasus kekerasan terhadap Perempuan & Anak baik kekerasan Verbal & Non-Verbal, hal ini dapat di buktikan dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap Perempuan & Anak. 

Berdasarkan data dari Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan, terdapat suatu peningkatan jumlah yang signifikan terhadap jumlah kekerasan perempuan yang terjadi di Indonesia. 

Terbukti pada tahun 2017 terdapat 348.466 kasus yang di laporkan, lalu pada tahun 2018 terdapat 406.178 kasus, dan hingga 2019 kasus kekerasan Perempuan ini terus meningkat hingga 431.471 kasus. 

Sedangkan, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di tahun 2017 terdapat 81 kekerasan seksual terhadap anak, pada tahun 2018 terdapat 206 kasus, dan terus meningkat hingga di tahun 2019 terdapat 350 kasus.

Kekerasan terhadap Perempuan & Anak tersebut terjadi dikarenakan banyak faktor, beberapa di antaranya adalah faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor pernikahan usia dini, faktor psikologis serta kepribadian yang tidak stabil, sosial media, dan hal-hal lain yang dapat memicu hasrat untuk melakukan Kekerasan terhdap Perempuan & Anak. Lalu, kekerasan ini dapat terjadi di tempat-tempat seperti di angkutan umum, sekolah, sosial media, rumah dan lain sebagainnya. 

Di era globalisasi ini, peningkatan Kekerasan terhadap Perempuan & Anak terus meningkat secara signifikan. Sosial Media dinilai menjadi salah satu pemicu, hal ini di karenakan sosial media dinilai mempermudah pelaku untuk berkomunikasi dengan korban dalam konteks negatif. 

Kekerasan di sosial media bisa bersifat verbal dan non-verbal, contohnya seperti kekerasan terhadap seorang siswi perempuan SMA Bolaang Mongondoww, Sulawesi Utara yang dibully dan di lecehkan secara seksual oleh teman-teman sekelasnya lalu tindakan ini di upload di sosial media dan viral. 

Hal tersebut tentunya memicu trauma dan depresi yang mendalam bagi korban, lalu Menurut Dr. Cullen, dilansir dari BBC News "Pengalaman (dengan pelecehan seksual) dapat memicu gejala deperesi dan kecemasan yang baru bagi orang tersebut, atau dapat memperburuk kondisi sebelumnya yang mungkin telah dikendalikan tau dipulihkan".

Maraknya kasus Kekerasan terhadap Perempuan & Anak yang kemudian meningkat setiap tahunnya terkhusus di Indonesia  membuat kita harus lebih waspada dengan lingkungan sekitar dengan cara memberikan proteksi yang lebih terhadap diri sendiri dan orang-orang terdekat. Karena kejahatan bisa terjadi kapanpun dan dimanapun. Tidak hanya proteksi secara individual, pemerintah juga seharusnya memberikan supremasi hukum atas Undang-Undang yang mengatur Kekerasan terhadap Perempuan & Anak sehingga masyarakat Indonesia merasa aman dan tidak terancam.

Jika dilihat dari Paradigma Hubungan Internasional, Kekerasan terhadap Perempuan & Anak ini dapat termasuk dalam Paradigma Feminisme. Feminisme yang merupakan paham pembela hak-hak kaum perempuan serta memperjuangkan keadilan dan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. Bila seseorang melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain, itu berarti ia merasa dirinya lebih kuat dibandingkan orang yang tertindas. Sedangkan dalam suatu tatanan sosial yang berkembang di masyarakat, perempuan selalu dianggap lemah oleh laki-laki yang kemudian menyebabkan perempuan dinilai lebih rendah dari laki-laki. Hal ini tentunya relevan dengan Kekerasan terhadap Perempuan & Anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun