Mohon tunggu...
Mr` PeKeN
Mr` PeKeN Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sekedar Pembaca Kompasiana dan Tinggal di www.sapeken.web.id

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Visi Misi Sebuah Pernikahan

22 November 2015   17:06 Diperbarui: 22 November 2015   17:23 8733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam satu kesempatan ngobrol dengan salah satu teman, sebut saja namanya "Mawar" [nama samaran]. Ada satu pembahasan yang cukup menarik seputar pernihakan. Karena kita sama-sama masih belum menikah, jadi makin seru saling meledak. :ngakaks

Visi dan Misi. Ini bukan berbicara masalah partai yang selalu bikin PHP massa pendukungnya dengan janji-janji busuknya yang tertuang dalam visi dan misi. Atau pun organisasi-organisasi yang cukup jelas visi dan misinya. Tapi ini visi dan misi dalam sebuah pernikahan.

Obrolan semakin seru, karena jujur aku baru kali ini membahas seputar pernikahan dari sudut pandang yang berbeda.

Aku: apa kriteria calon suamimu?
Mawar: yang memiliki visi-misi sama denganku
Aku: [membatin: hmm...visi misi?] oh, apa visi-misimu?
Mawar: ada deh
Aku: lhaa kok ada deh, kasi tau dong. bla...bla...bla [obrolan berlanjut]

Diatas merupakan sepenggal ilustrasi seputar visi-misi yang akan aku bahas. Mawar, sebut saja begitu. Salah satu dari sekian perempuan yang idealis dengan pendiriannya. Kesimpulan ini aku dapat setelah mendengarkan visi-misi yang dia paparkan terkait dengan pernikahan.

Tidak banyak perempuan atau pun lelaki yang memiliki idealisme seperti dia. Bahkan aku sendiri tidak memiliki visi-misi idealis seperti dia. Aku hanya mengetahui konsep pernikahan yang bersifat normatif. Obrolan ini semakin menarik dan menggugah rasa ingin tahuku.

Ketika aku, kalian yang belum menikah dan berencana akan menikah dan atau yang sudah menikah ditanya "Apa visi misi kamu menikah?" Jawabannya akan beragam. Mulai dari yang normatif sampai kepada yang tidak memiliki visi misi sama sekali [termasuk diriku]. Pertanyaan ini juga aku lempar di facebook untuk mendapatkan data dari responden. Sambil menunggu hasil polling akan diupdate nanti.

Berbicara keumuman, rata-rata pasangan yang akan menikah atau yang sudah menikah pun jarang sekali membicarakan masalah visi misi pernikahan. Hal ini disebabkan karena paradigma pernikahan yang berkembang dimasyarakat hanya fokus kepada siklus reproduksi.

Pola pikir masyarakat yang cenderung pragmatis melahirkan penafsiran "Sudah...jalani aja. Tidak usah kebanyakan teori. Belum tentu teori yang kamu pelajari itu bisa dipraktekkan setelah menikah nanti". Mindset seperti ini tidak sepenuhnya salah, karena memang ada hal-hal tertentu yang tidak bisa direalisasikan ketika pernikahan itu sudah terjadi dan berlangsung sekian tahun yang disebabkan beberapa faktor X.

Sebagian orang mungkin akan berpikir "ahh ribet banget sih, mau nikah aja pake visi misi segala, dan sebagainya". Betul. Diawal mungkin akan terasa ribet, namun saya rasa untuk jangka panjangnya akan berguna dalam membina rumah tangga yang melahirkan generasi yang berkualitas. Ini sangat penting sebagai pondasi rumah tangga.

Ketika seseorang berani memutuskan untuk menikah berarti ia telah menaikkan level kualitas hidup dan pendewasaan jati diri. Keberhasilan dalam sebuah pernikahan bukan hanya sekedar mengharmoniskan hubungan kita dengan pasangan. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah ketika kita mampu menyatukan dua keluarga yang berbeda dan membangun sebuah keluarga baru yang menjadi penghubung silaturahim antar keduanya.

Semakin tinggi pencapaian kualitas hidup seseorang maka semakin tinggi pula ujian yang akan ia hadapi. Tidak dapat dipungkiri dalam biduk rumah tangga yang dijalani, cobaan dan ujian akan selalu datang silih  berganti. Oleh karena itu perlu adanya pengokoh yang menjaga keutuhan tersebut. Yaitu dengan membangun perencanaan visi dan misi dalam berumah tangga.

Analoginya begini:

Memiliki tujuan [visi] dalam pernikahan ibarat kita datang ke stasiun kereta api, menemui penjual tiket namun ketika ditanya kemana tujuannya kita bingung menjawab, ada dua kemungkinan yang akan dilakukan penjual tiket. Pertama bisa jadi si penjual tiket mengira anda “stress” dan memanggil satpam dan yang kedua bisa jadi penjual tiket akan menjual tiket dengan tujuan jarak terjauh dan anda akan naik kereta tanpa arah dan tujuan yang jelas. Alhasil perjalanan anda akan kacau.

Begitu juga dengan pernikahan, tak sedikit pasangan yang menikah tapi hanya statusnya saja suami istri, tidak ada saling keterikatan satu sama lain, tinggal serumah hanya menikmati rutinitas dan kesibukan harian tanpa ada gairah dan semangat diantaranya, tinggal bersama tapi tak seirama yang terjadi hanyalah kehidupan seperti robot atau pernikahan yang setiap hari diwarnai pertengkaran, di warnai cekcok, perbedaan pendapat, saling menyalahkan dan saling merasa benar.

Dalam membangun visi dan misi rumah tangga, tentunya dibutuhkan ilmu. Maka, dalam menikah ada syarat dan rukun, ada sunnah-sunnah, keutamaan-keutamaan, dan juga larangan. Semua itu, hanya bisa didapati dengan belajar, baik membaca, berguru, berdiskusi, ataupun sarana lain. Menikah tidak terbatas pada persoalan seks dan libido semata, namun berkaitan dengan generasi yang akan dilahirkan didalamnya.

Ilmu inilah yang menjadi salah satu jaminan panjang-tidaknya, berkah-tidaknya, bahagia-tidaknya, sebuah pernikahan. "Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. [HR. Turmudzi]

Kalau sebuah bangunan “mati” saja untuk membangunnya butuh perencanaan yang matang, kalau sebuah acara untuk satu atau dua hari saja memiliki sebuah proposal yang berisi mulai dari visi dan misi acara, proses, biaya dan hingga hal-hal detail lainnya. Lalu kenapa anda tidak menyusun visi-misi pernikahan yang mungkin akan anda lalui hingga akhir usia.

Kegagalan dalam membina rumah tangga disebabkan banyak faktor. Salah satunya bisa jadi karena dari awal menikah tidak memiliki konsep yang jelas tentang arah dan tujuan menikah. Kegagalan itu tidak terbatas kepada perceraian. Namun ketidakharmonisan dalam rumah tangga maupun bejatnya perilaku moral generasi yang dihasilkan juga indikasi gagalnya sebuah pernikahan.

Ini menjadi PR bagiku dalam mempersiapkan diri dalam menyongsong kehidupan rumah tangga nantinya. Insya Allah dengan kamu. Entah kamu-nya itu siapa, hanya Tuhan yang tahu.

 

*Tulisan ini juga dipost di www.sapeken.web.id

Referensi:
www.dakwatuna.com
www.keluargacinta.com
www.elmina-id.com
www.media.shafira.com

Sumber gambar:
www.slideshare.net/evalwari/seminar-pra-nikah
www.online-instagram.com/user/negeriakhirat/1549997496

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun